94 Jika dibandingkan dengan dengan warna tepung jagung yang
dianalisis sebelumnya, terlihat bahwa telah terjadi penurunan tingkat kecerahan pada produk mie yang dihasilkan yang terlihat dari nilai L mie
basah jagung. Hal ini terjadi akibat degradasi pigmen oleh panas sehingga menurunkan jumlah pigmen pada produk mie. Selain itu pemanasan juga
menyebabkan terjadinya reaksi mailard yang mendorong pencoklatan pada produk mie, sehingga menurunkan kecerahannya. Reaksi mailard
merupakan reaksi antara karbohidarat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer Winarno 2008. Pemanasan yang menghasilkan pati
tergelatinisasi juga mempengaruhi perubahan warna pada produk mie basah jagung. Menurut Sing et al. 1989 warna mie yang kurang cerah
juga dapat disebabkan oleh terikatnya pigmen yang terekstrak selama pemanasan oleh pati.
D. HASIL UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari uji deskripsi dan uji rating hedonik. Uji deskripsi dilakukan oleh panelis terlatih
untuk mengidentifikasi karakteristik sensori pada mie basah jagung yang terbuat dari berbagai varietas tepung jagung. Uji rating hedonik dilakukan
oleh panelis tidak terlatih untuk melihat tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap karakter sensori yang dimiliki mie basah jagung.
1. Hasil Uji Deskripsi
Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang digunakan dengan tujuan memperoleh deskripsi sifat-sifat sensori dari berbagai macam produk
atau material Gacula 1997. Menurut Rahayu 1998, uji deskriptif merupakan penilaian sensori berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih
kompleks, meliputi berbagai jenis sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat komoditi tersebut. Dalam mendeskripsikan sifat makanan
terdapat beberapa metode, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Quantitative Descriptive Analysis QDA. QDA merupakan salah satu
95 metode pendeskripsian produk secara kuantitatif. Beberapa ciri QDA yaitu
penggunaan garis tidak berstruktur unstructured line scale dan panelis memberi tanda pada garis sesuai dengan intensitas persepsi yang diterima.
Garis tidak berstruktur yang digunakan pada penelitian ini berukuran panjang 15 cm. Contoh kuisioner uji deskripsi ini dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pelaksanaan uji deskripsi dengan metode QDA ini menggunakan 8 orang panelis terlatih dari Laboraturium Jasa Analisis IPB. Uji ini dilakukan dalam
menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis agar tidak terjadi bias. Pada uji ini panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap parameter KPAP
elongasi, kekerasan, kelengketan, dan warna dari lima sampel mie basah jagung yang disajikan. Data hasil QDA yang diperoleh selanjutnya
ditampilkan dalam bentuk spider web diagram yang dapat dilihat pada Gambar 21. Dari spider web diagram tersebut, dapat langsung terlihat keadaan
masing-masing sampel mie basah jagung dan perbedaan antara kelima sampel mie basah jagung.
Penilaian terhadap parameter KPAP pada spider web diagram menunjukkan bahwa mie basah jagung NT 10 memililiki nilai KPAP yang
hampir sama dengan nilai KPAP mie basah Nusantara 1. Sedangkan mie basah jagung Bisi 16, Jaya, dan Prima memiliki nilai KPAP yang hampir sama
namun berbeda dengan nilai KPAP mie basah jagung NT 10 dan Nusantara 1. Secara umum hal ini sesuai dengan hasil pengukuran secara objektif
menggunakan metode yang merujuk pada Oh et al. 1995 dimana mie basah NT 10 memiliki KPAP yang tidak jauh berbeda dengan KPAP mie basah
Nusantara 1. Visualisasi deskripsi KPAP mie basah jagung ini juga didukung oleh hasil uji deskripsi melalui uji Multivariate ANOVA Lampiran 10a yang
menunjukkan bahwa parameter KPAP kelima mie basah jagung berbeda nyata pada taraf
α 0.05. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Lampiran 10b terlihat bahwa KPAP mie basah jagung NT 10 tidak berbeda nyata dengan KPAP mie
basah jagung Nusantara 1 pada taraf α 0.05. Mie basah jagung Jagung
Nusantara 1 juga tidak berbeda nyata dengan KPAP mie basah jagung Jaya, Prima dan Bisi 16 pada taraf
α 0.05.
96
2 4
6 8
10 12
14 Warna
Kekerasan
Kelengketan Elongasi
KPAP mie basah jagung NT 10
mie basah jagung Bisi 16 mie basah jagung
Nusantara 1 mie basah jagung Jaya
mie basah jagung Prima
Gambar 21 Spider web diagram parameter KPAP, elongasi, kekerasan,
kelengketan, dan warna mie basah jagung. Penilaian terhadap parameter elongasi pada Gambar 21 menunjukkan
bahwa kelima mie basah jagung memiliki tingkat elongasi yang hampir sama. Hal ini didukung oleh hasil uji Multivariate ANOVA Lampiran 10a yang
menunjukkan bahwa parameter elongasi kelima mie basah jagung tidak berbeda nyata pada taraf
α 0.05. Jika dibandingkan dengan hasil pengukuran secara objektif menggunakan Rheoner, mie basah jagung NT 10 memiliki
nilai elongasi tertinggi sebesar 116.23 elongasi rendam air panas dan keempat mie basah jagung lainnya memiliki nilai elongasi yang tidak jauh
berbeda. Penilaian terhadap parameter kekerasan pada kelima mie basah jagung
juga menunjukkan nilai kekerasan yang hampir sama. Menurut Indriani
97 2005, kekerasan menunjukkan daya tahan mie terhadap gigitan pertama dan
secara sensori didefinisikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk menembus untaian mie dengan gigi. Jika dibandingkan dengan hasil pengukuran
kekerasan secara objektif, mie basah jagung seluruhnya memiliki nilai yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 73.25-248.88 gf. Namun, berdasarkan
pengujian secara subjektif dari spider web diagram yang disajikan dan hasil uji Multivariate ANOVA Lampiran 10a menunjukkan bahwa parameter
kekerasan kelima mie basah jagung tidak berbeda nyata pada taraf α 0.05
Berdasarkan spider web diagram yang disajikan, dideskripsikan bahwa kelima mie basah jagung memiliki tingkat kelengketan yang hampir sama. Hal
ini juga didukung oleh hasil hasil uji Multivariate ANOVA Lampiran 10a yang menunjukkan bahwa parameter kelengketan kelima mie basah jagung
tidak berbeda nyata pada taraf α 0.05. Kelengketan merupakan parameter yang
mendukung mutu mie basah mie jagung, dimana dikehendaki mie basah yang memiliki tingkat kelengketan yang rendah. Pengukuran secara objektif tidak
dilakukan terhadap parameter ini, sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran secara subjektif melalui uji deskripsi.
Berdasarkan spider web diagram pada Gambar 21 mie basah jagung Bisi 16 dideskripsikan memiliki intensitas kecerahan warna yang paling tinggi,
sedangkan mie basah jagung NT 10 memiliki intensitas kecerahan warna yang paling rendah. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran secara objektif
menggunakan Chromameter CR-200 Minolta yang menunjukkan bahwa mie basah jagung Bisi 16 memiliki tingkat kecerahan tertinggi dengan nilai L
sebesar 57.09 dan mie basah jagung NT 10 memiliki tingkat kecerahan terendah dengan nilai L sebesar 39.18. Spider web diagram juga
mendeskripsikan bahwa mie basah jagung Nusantara 1, Jaya, dan Prima memiliki intensitas warna yang hampir sama. Hal ini juga sesuai dengan hasil
pengukuran secara objektif bahwa ketiga mie basah jagung tersebut memiliki nilai L yang berdekatan 46.2; 45.85; 46.29. Menurut hasil uji Multivariate
ANOVA Lampiran 10a parameter warna pada kelima mie basah jagung berbeda nyata pada taraf
α 0.05. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 10c menunjukkan bahwa kecerahan warna mie basah jagung NT 10 berbeda nyata
98 dengan keempat mie basah jagung lainnya pada taraf
α 0.05. Sama hal nya dengan kecerahan warna mie basah Bisi 16. Sedangkan mie basah jagung
Nusantara1, Jaya, dan Prima memiliki kecerahan warna yang tidak berbeda nyata pada taraf
α 0.05. Hal ini sesuai dengan hasil deskripsi yang ditampilkan dengan spider web diagram.
2. Hasil Uji Rating Hedonik