15 materials Hallauer 2001. Pada pati biji-bijian bahan antara yang dikandung
lebih besar dibandingkan dengan pati batang dan pati umbi Greenwood 1975, diacu dalam Muchtadi et al. 1979.
1. Amilosa
Amilosa merupakan polimer linear dari α-D glukosa yang dihubungkan
dengan ikatan α-1-4-D-glukosa. Amilosa umumnya dikatakan sebagai
bagian linear dari pati, tetapi sebenarnya amilosa juga memiliki cabang. Titik cabang amilosa berada pada ikatan
α-1-4. Hanya saja derajat percabangannya sangat rendah. Dalam satu rantai linear, cabang-cabang
amilosa berada pada titik yang sangat jauh dan sedikit Hoseney 1988. Amilosa terdiri dari 50-300 unit glukosa. Berat molekul amilosa
beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi yang dipergunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang
mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa pada pati biji-bijian Hoseney 1998.
2. Amilopektin
Amilopektin merupakan polimer yang memiliki ikatan α-1-4 pada
rantai lurusnya dan memiliki ikatan α -1-6 pada titik percabangannya. Ikatan
percabangan tersebut berjumlah 4-5 dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin Fennema 1976. Amilopektin biasanya mengandung 1000 atau
lebih unit glukosa. Berat molekul amilopektin bervariasi tergantung sumbernya Greenwood dan Munro 1979, diacu dalam Muchtadi et al. 1979.
Dalam produk pangan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses puffing dimana produk makanan yang berasal dari pati yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, poros, garing dan renyah. Sebaliknya, pati yang mengandung amilosa tinggi cenderung menghasilkan
produk yang keras dan pejal karena proses puffing terjadi secara terbatas Fahmi 2007.
16
3. Hubungan Amilosa dan Amilopektin dengan Rheologi Mie
Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh
beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Menurut Harper 1981 amilosa merupakan molekul linear polisakarida dengan ikatan
α-1-4, sedangkan amilopektin merupakan struktur seperti amilosa pada rantai lurusnya tetapi
memiliki ikatan α-1-6 pada cabang yang terdapat pada setiap 20-25 unit
glukosa. Pati jagung normal memiliki kandungan amilosa sekitar 28 merupakan
pati yang baik digunakan dalam produksi bihun Tam et al. 2004. Pasta pati dibentuk dengan cara pemanasan dispersi pati aqueous di atas suhu
gelatinisasi Mita 1992. Pasta dianggap sebagai bahan komposit yang terdiri dari granula yang mengembang yang terdispersi dalam matriks polimer
Morris 1990. Oleh karena itu karakteristik pada fase dispersi, fase kontinyu dan interaksi antara komponen sangat penting untuk mengetahui karakteristik
pasta pati Rao 1999, diacu dalam Chang et al. 2003. Gelatinisasi pasta pati selama pendinginan dan penuaan aging melibatkan perubahan dalam
amilosa dan amilopektinnya Mieles et al. 1985. Selama penyimpanan dalam jangka waktu yang cukup panjang, proses
pembentukan struktur rekristalisasi amilopektin berperan dalam perubahan tekstural yang tidak diinginkan pada pangan berbasis pati Kulp dan Ponte
2001. Laju rekritalisai retrogradasi tergantung dari beberapa variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin, suhu, konsentrasi pati, keberadaan dan
konsentrasi dari bahan organik dan inorganik Whistler et al. 1984. Sifat rheologi merupakan salah satu penentu kualitas produk pasta
seperti mie. Pada umumnya kualitas mie dengan bahan baku terigu ditentukan oleh kadar protein, terutama gluten. Tingginya rasio glutenin dengan gliadin
yang terkandung dalam gluten berkorelasi positif terhadap kualitas pemasakan Washik and Bushuk 1975, diacu dalam Faubion 1990. Namun, pada mie
dengan bahan baku tepung jagung, sifat rheologi dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin. Hal ini disebabkan karena tepung jagung tidak
17 memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang
lengket dan elastis dengan penambahan air Fadlillah 2005. Dalam pembuatan mie jagung, karakteristik adonan memanfaatkan pati
tergelatinisasi untuk mendapatkan sifat rheologi yang baik. Hal ini berbeda dengan mie terigu yang lebih memanfaatkan keberadaan protein gluten. Sifat
rheologi yang diamati dalam pembuatan mie antara lain kekerasan dan kelengketan. Menurut Etikawati 2007, amilosa terlarut akan mempengaruhi
tingkat kekerasan mie. Tingginya jumlah amilosa terlarut akan meningkatkan kekerasan mie karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama lain dengan
matriks pengikat. Selain itu amilosa juga akan mengalami retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan mie. Kekerasan berhubungan dengan
kekenyalan mie setelah rehidrasi Fadlillah 2005. Kelengketan pada produk mie jagung dapat diakibatkan oleh lepasnya
pati selama proses, gelatinisasi yang tidak sempurna dan rasio amilosa dan amilopektin Etikawati 2007. Semakin tinggi kadar amilopektinnya, mie akan
makin lengket. Pada umumnya pati jagung memiliki kadar amilosa 24-26 dan kadar amilopektin 74-76 Johnson 1991.
4. Gelatinisasi Pati