Sifat Fungsional Tepung Jagung

63 Sama halnya dengan kadar amilosa, kadar amilopektin juga akan mempengaruhi tekstur mie yang dihasilkan. Kadar amilopektin yang terlalu tinggi akan menyebabkan adonan mie yang dibuat bersifat lengket pada mesin ekstrusi pencetak mie, sehingga alat sulit dibersihkan. Selain itu, juga akan dihasilkan untaian mie yang terlalu lengket karena amilopektin sulit mengalami retrogradasi untuk mempertahankan struktur mie Tam et al. 2004. Amilopektin yang tinggi membutuhkan waktu yang lama untuk beretrogradasi dibandingkan dengan amilosa dan kristal amilopektin kurang stabil dibandingkan dengan kristal amilosa Eerligen and Delcour 1995, di acu dalam Tam et al. 2004.

c. Sifat Fungsional Tepung Jagung

1 Sifat Amilografi Uji amilografi dilakukan untuk mengukur tingkat gelatinisasi. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, viskositas pada suhu 95 o C setelah holding holding paste viscosity, breakdown viscosity, dan setback viscosity. Uji amilograf dilakukan terhadap kelima varietas tepung jagung dengan ukuran ayakan 100 mesh. Sebanyak 45 g tepung dilarutkan ke dalam 450 ml air akuades. Suhu awal diatur 30 o C dan suhu akhir 95 o C dengan waktu holding 10 menit. Data hasil pengukuran sifat amilografi dapat dilihat pada Tabel 13 dan salah satu profil gelatinisasi pati jagung, yaitu varietas Nusantara 1 dapat dilihat pada Gambar 13. 64 Tabel 13 Sifat amilografi tepung jagung hibrida Parameter yang diamati Varietas tepung jagung NT10 BISI 16 Nusantara I Jaya Prima Suhu awal gelatinisasi o C 70.50 72.00 72.00 72.75 73.50 Waktu awal gelatinisasi menit 27.00 28.00 28.50 28.50 29.00 Viskositas maksimum BU 510.00 410.00 357.50 475.00 462.50 Suhu puncak gelatinisasi o C 84.38 90.50 83.25 81.00 83.25 Viskositas saat 95 o C BU 347.50 357.50 345.00 430.00 432.50 Viskositas setelah holding 95 o C BU 270.00 305.00 325.00 370.00 370.00 Viskositas saat 50 o C BU 477.50 540.00 480.00 550.00 510.00 Viskositas setelah holding 50 o C BU 560.00 650.00 550.00 610.00 580.00 Breakdown viscosity BU 240.00 105.00 32.50 105.00 92.50 Stabilitas panas BU 77.50 52.50 20.00 60.00 62.50 Setback viscosity BU 212.50 292.50 205.00 180.00 147.50 Stabilitas setelah pendinginan BU 80.00 650.00 70.00 70.00 60.00 Gambar 13 Profil gelatinisasi tepung jagung Nusantara 1. a Suhu awal gelatinisasi Suhu awal gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat kurva mulai menaik dikalikan dengan kecepatan kenaikan suhu 1.5 o Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Menurut Leach 1965 diacu dalam Goldsworth 1999, yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas ini disebabkan karena terjadinya penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang Waktu awal gelatinisasi Viskositas maksimum Viskositas saat suhu 95 o C Viskositas setelah holding 95 o C Viskositas saat suhu 50 o C Viskositas setelah holding 50 o C 65 irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa dan amilopektin Collinson 1968. Tabel 12. menunjukkan bahwa suhu awal gelatinisasi kelima varietas jagung berada pada kisaran 70.5-73.5 o C dengan suhu gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh pati tepung jagung varietas Prima 73.5 o C dan suhu gelatinisasi terendah dimiliki oleh pati tepung jagung varietas NT 10 70.5 o C. Menurut Fennema 1996 suhu awal gelatinisasi pati jagung berkisar antara 60-72 o C. Artinya, tepung jagung Prima memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari kisaran tersebut, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulai proses gelatinisasinya. Tingginya suhu awal gelatinisasi ini diakibatkan oleh kandungan protein dan lemak yang tinggi pada tepung jagung Prima. Tepung jagung prima memiliki kandungan protein tertinggi 8.05 bb dan kandungan lemak tertinggi 2.90 bb dibandingkan keempat jenis jagung lainnya. Menurut Quinn et al. 1980 diacu dalam Afdi 1989 selama pemanasan, protein akan terdenaturasi di sekitar suhu gelatinisasi. Dengan adanya protein, proses migrasi air ke dalam granula pati terhalang sehingga meningkatkan suhu gelatinisasi. Begitu pula halnya lemak. Kadar lemak yang tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi pati, sebab lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granula pati. Akibatnya diperlukan energi yang lebih besar untuk melepaskan amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena dapat menghemat energi pemasakan. Suhu awal gelatinisasi ini penting diketahui pada proses pembuatan mie untuk optimasi pada tahapan proses pengukusan sebelum adonan mie dicetak dalam ekstruder menjadi untaian mie dan 66 pengukusan setelah dihasilkannya untaian mie dari ekstruder. Suhu awal gelatinisasi mengandung arti bahwa tepung jagung akan mulai tergelatinisasi pada suhu tersebut sehingga terbentuk adonan yang elastis dan kohesif yang dapat dicetak ketika keluar dari die ekstruder. Jika suhu yang digunakan di bawah suhu awal gelatinisasi maka akan terbentuk adonan mie yang kurang elastis dan menghasilkan untaian mie yang permukaan teksturnya kasar, terlihat spot-spot putih atau kuning pada untaian mie, dan mudah patah ketika dicetak karena belum mengalami gelatinisasi. Sebaliknya, jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi maksimum dalam waktu di atas waktu tercapainya puncak gelatinisasi maka akan terjadi proses peleburan granula pati. Hal ini mengakibatkan tidak terbentuknya matriks yang seragam yang akan meningkatkan ikatan antar granula. Selain itu juga mengakibatkan adonan yang dihasilkan tidak elastis dan kohesif sehingga mie yang keluar dari die ekstruder memiliki penampakan tekstur yang kasar dan lengket sehingga tidak baik untuk dibuat mie. b Suhu puncak gelatinisasi Suhu puncak gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat kenaikan kurva mencapai maksimum dikalikan dengan kecepatan kenaikan suhu 1.5 o Cmenit kemudian ditambah dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran adalah 30 o C. Suhu puncak gelatinisasi juga dikenal dengan suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu suhu ketika granula pati mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Suhu puncak gelatinisasi kelima varietas tepung jagung berkisar antara 81.00-90.50 o C, dengan suhu puncak gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 90.50 o C dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Jaya 81.00 o C. Pada suhu inilah akan tercapai viskositas maksimum dari suspensi pasta pati. Pada proses pembuatan mie, parameter ini dicapai pada 67 proses pengukusan. Pengukusan pertama dilakukan pada air mendidih 100 o C selama 15 menit. Pada tahap ini diharapkan akan terjadi proses gelatinisasi sebagian pada adonan tepung dan pada proses pengukusan kedua dilakukan juga pada air mendidih selama 15 menit untuk menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga dihasilkan mie dengan tekstur yang halus dan tidak mudah patah. c Viskositas maksimum Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan Glickman 1969. Pada titik ini granula pati yang mengembang mulai pecah dan diikuti dengan penurunan viskositas. Viskositas maksimum dinyatakan dalam satuan Brabender Unit BU. Tabel 12 memperlihatkan viskositas maksimum lima varietas tepung jagung yang berada pada kisaran 357.50-510.00 BU dengan viskositas maksimum tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 510.00 BU dan viskositas maksimum terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Nusantara 1 357.50 BU. Viskositas maksimum ini menggambarkan fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu mulai saat pertama kali mengembang sampai granula tersebut pecah selama pengadukan yang terus-menerus secara mekanik oleh alat Brabender Mazurs et al. 1957. Pada pembuatan mie jagung, tepung jagung yang digunakan dikehendaki memiliki viskositas maksimum yang tinggi untuk menghasilkan daya ikat yang baik pada mie. d Viskositas setelah holding suhu 95 o C Holding paste viscosity Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi, granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer dan agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95 o C yang dipertahankan selama 10 menit. Tabel 12 menunjukkan 68 bahwa holding paste viscosity pada tepung jagung yang dianalisis berkisar antara 270.00-370.00 BU, holding paste viscosity tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Jaya dan Prima 370.00 BU dan holding paste viscosity terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 270.00 BU Menurut Jin et al. 1994 diacu dalam Beta and Corke 2001 holding paste viscosity yang tinggi secara umum menggambarkan cooking loss yang rendah yang baik pada mie. Hal ini disebabkan oleh tingginya viskositas berhubungan dengan tingginya ketahanan pasta terhadap gaya yang diberikan kepadanya shear. e Breakdown viscosity Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95 o C selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity. Dari hasil yang diperoleh, nilai breakdown viscosity lima varietas tepung jagung hibrida berkisar antara 32.50-240.00 BU, dengan nilai breakdown viscosity tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 32.50-240.00 BU dan nilai breakdown viscosity terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Nusantara I 32.50 BU. Breakdown viscosity menggambarkan kestabilan pasta pati terhadap proses pemanasan Panikulata 2008. Menurut Beta and Corke 2001 breakdown viscosity berhubungan dengan kestabilan pati selama pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity, maka pati semakin stabil pada kondisi panas. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disintegrasi. Besarnya viskositas breakdown menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemanasan Panikulata 2008. Pada produk mie, diperkirakan bahwa pada proses pemasakan mie yang terlalu lama dapat mengakibatkan rusaknya tekstur mie dan mie yang patah-patah akibat pemanasan. 69 f Setback viscosity Pasta pati yang dihasilkan pada pemanasan suspensi hingga suhu 95 o C akan mengalami kenaikan viskositas jika didinginkan. Dalam hal ini, pasta mengalami pendinginan dari suhu 95 o C hingga suhu 50 o C dengan kecepatan pengadukan konstan yaitu 1.5 o Cmenit dan suhu dipertahankan tetap 50 o C selama 10 menit. Kenaikan viskositas yang terjadi disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolukuler Swinkels 1985, diacu dalam Roels dan Beynum 1985. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50 o C dengan viskositas maksimum yag telah dicapai pada saat pemanasan. Nilai setback viscosity pati lima varietas tepung jagung berkisar antara 180.00–292.50 BU. Dengan setback viscosity tertinggi dimiliki oleh varietas tepung jagung Bisi 16 292.50 BU dan yang terendah dimiliki oleh varietas tepung jagung Jaya 180.00 BU. Beta and Corke 2001 mengatakan bahwa setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan. Setback viscosity adalah parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati Winarno 2008. Pada produk mie, tidak dikehendaki terjadinya sineresis dan menghendaki adanya retrogradasi untuk mempertahankan bentuk mie. Semakin positif nilai setback viscosity, proses retrogradasi semakin kuat dan bila nilainya semakin negatif, yang terjadi adalah proses sineresis Munarso 1996. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima tepung jagung memiliki nilai set back viscosity yang bernilai positif, artinya mie yang dihasilkan cenderung akan mengalami retrogradasi ketika didinginkan. Hal ini lah yang dikehendaki ada pada produk mie. 70 2 Water Absorption Capacity Daya absorbsi air. Absorbsi air digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air. Daya absorbsi air ini ditentukan dengan cara sentrifugasi. Daya absorbsi air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Granula dapat menyerap air dan membengkak Fennema 1976 dan menurut Elliason 1981, granula pati dapat basah dan secara spontan terdispersi dalam air. Pada Tabel 14 dapat dilihat nilai daya absorbsi lima varietas tepung jagung yang relatif sama, yaitu berkisar antara 1.44-1.63 gg. Daya absorbsi air terbesar dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 1.63 gg dan yang paling rendah adalah tepung jagung varietas Jaya 1.44 gg. Tabel 14 Daya absorbsi air tepung jagung hibrida No Varietas jagung Daya absorbsi air gg 1 Jaya 1.44 2 Prima 1.51 3 Nusantara 1 1.56 4 Bisi 16 1.59 5 NT 10 1.63 Daya absorbsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara fisik maupun terikat secara intramolekular Kulp 1975. Daya absorbsi air ini dipengaruhi oleh kadar amilosa. Amilosa yang tinggi dapat membantu penyerapan air yang lebih banyak. Kandungan amilosa tertinggi terdapat pada tepung jagung Bisi 16 yaitu sebesar 29.80 bb, namun daya absorbsi airnya bukan yang paling rendah. Hal ini diduga akibat adanya perbedaan ukuran granula dan daerah amorphous pada tepung jagung tersebut. Keberadaan protein dan lemak juga mempengaruhi daya absorbsi air. Kadar protein dan lemak yang tinggi dapat menurunkan daya absorbsi air karena protein dan lemak dapat menutupi partikel pati sehingga penyerapan air menjadi terhambat Fennema 1996. Berdasarkan kandungan protein dan lemak yang dimiliki oleh kelima varietas tepung 71 jagung yang dianalisis, seharusnya tepung jagung varietas Prima memiliki daya absorbsi air yang terendah akibat tingginya kadar protein dan lemak yang dimilikinya. Menurut Afdi 1989 kadar protein dan lemak yang tinggi dapat menurunkan daya absorbsi air. Namun berdasarkan data yang diperoleh, tepung jagung Jaya justru memiliki daya serap air yang terendah. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh perbedaan ukuran granula pada masing-masing varietas. Selain itu dapat pula disebabkan oleh perbedaan daerah amorphous yang dimiliki tiap tepung. Dalam keadaan padat, semua polisakarida mempunyai daerah amorphous, dimana molekulnya tersusun secara tidak beraturan. Bagian ini banyak mempunyai ikatan hidrogen yang tidak kuat, sehingga mudah dimasuki air. Kainuma and French 1980 diacu dalam Afdi 1989 menyatakan bahwa dalam keadaan biasa, air yang terabsorbsi oleh pati hanya terikat pada bagian amorphous ini. Dalam kaitannya dengan produk mie, daya serap air mempengaruhi kemudahan penghomogenan adonan tepung ketika dicampurkan dengan air. Tepung yang memiliki daya serap air yang tinggi cenderung lebih cepat dihomogenkan. Adonan yang homogen ini akan berpengaruh pada kualitas hasil pengukusan. Tepung yang homogen, setelah dikukus akan mengalami gelatinisasi yang merata yang ditandai tidak terdapatnya spot- spot putih atau kuning pucat pada adonan tepung yang telah dikukus. 3 Kelarutan dan Swelling volume Kelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Swelling volume merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air Balagopalan et al. 1988. Kedua parameter ini merupakan petunjuk besarnya interaksi antara rantai pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin Ahmad 2009. Nilai kelarutan lima tepung jagung varietas hibrida berkisar antara 6.76–10.26 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 15. Nilai kelarutan tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 10.26 dan yang 72 terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Nusantara 1 6.76. Semakin tinggi nilai kelarutan bahan, menunjukkan bahwa bahan semakin mudah larut dalam air. Dalam kaitannya dengan produk mie, nilai kelarutan diperkirakan berpengaruh pada mudahnya amilosa terlepas dari untaian mie apabila mie disajikan dalam makanan yang berkuah. Tingginya nilai kelarutan menyebabkan amilosa mudah terlepas dari untaian mie. Winarno 2008 mengatakan bahwa beberapa molekul pati, khususnya amilosa dapat terdispersi ke dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu untuk produk mie dikehendaki tingkat kelarutan yang rendah. Tabel 15 Kelarutan dan swelling volume tepung jagung hibrida No Varietas jagung Kelarutan Swelling volume mlg bk 1 Nusantara 1 6.76 10.48 2 Jaya 7.46 9.47 3 Prima 9.44 9.18 4 NT 10 10.09 10.73 5 Bisi 16 10.26 9.05 Swelling volume menunjukkan besarnya volume pati yang mengembang dalam air. Swelling volume yang tinggi menandakan pati yang mudah mengembang dalam air. Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa swelling volume lima varietas tepung jagung yang diujikan berkisar antara 9.05-10.73 mlgr. Kelima varietas tepung jagung yang dianalisis memiliki sifat swelling volume yang tidak jauh berbeda. Tingkat swelling dipengaruhi oleh kandungan amilosa dalam pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, semakin rendah tingkat swelling. Hal ini disebabkan oleh molekul-molekul amilosa yang linier sehingga memperkuat jaringan internalnya Leach 1965, diacu dalam Goldworth 1999. Tingkat swelling yang terendah terdapat pada tepung jagung Bisi 16. Tepung jagung Bisi 16 memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan keempat tepung jagung lainnya, yaitu sebesar 29.80. 73 Sifat swelling pati sangat tergantung pada kekuatan dan sifat alami antar molekul di dalam granula pati serta sifat alami dan kekuatan daya ikat dalam granula. Menurut Leach 1965 diacu dalam Goldworth 1999, daya ikat tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu 1 perbandingan amilosa dan amilopektin, 2 bobot molekul amilosa dan amilopektin, 3 distribusi bobot molekul, 4 derajat percabangan, dan 5 panjang dari cabang molekul amilopektin terluar yang dapat berperan dalam kumpulan ikatan. Selain itu sifat swelling juga dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam pati. Menurut Permatasari 2006, ketika kandungan lemak dalam pati dikurangi, maka terjadinya swelling akan semakin cepat. Inglett 1970 juga mengatakan bahwa keberadaan lemak mampu mencegah terjadinya swelling berlebihan. Oleh karena itu pada tepung jagung Prima yang memiliki kadar lemak tertinggi memiliki tingkat swelling yang cukup rendah. Menurut Moorthy 1985 diacu dalam Balagopalan et al. 1988, swelling volume dan kelarutan juga tergantung oleh perbedaan varietas, faktor lingkungan, dan usia tanaman itu sendiri. Dalam kaitannya dengan produk mie, swelling volume mempengaruhi penampakan mie setelah direbus. Mie dengan tingkat swelling yang tinggi akan memiliki penampakan mie yang mengembang cukup tinggi setelah direbus atau memiliki diameter mie yang cukup besar. Kelarutan dan swelling volume merupakan dua hal yang berkaitan dan terjadi pada saat gelatinisasi. Saat gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri dari molekul pati amilosa. Proses masuknya air dalam granula pati menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan Ahmad 2009. Pada produk mie, diharapkan memiliki kelarutan dan swelling volume yang rendah. 74 C. PEMBUATAN MIE BASAH JAGUNG

1. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Mie Basah Jagung