Perbaikan Proses Pembuatan Mie Basah Jagung

79 alat Texture Analyzer. Berdasarkan analisis kedua parameter tersebut, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil pengukuran KPAP dan elongasi mie basah jagung No Varietas jagung Rata-rata KPAP ± SD Rata-rata Elongasi ± SD 1 Nusantara 1 3.99 ± 0.65 120.45 ± 10.97 2 Jaya 4.67 ± 2.15 103.33 ±10.47 3 Prima 5.24 ± 0.62 69.15 ± 6.36 4 Bisi 16 6.00 ± 1.50 83.34 ± 3.03 5 NT 10 8.53 ± 1.46 153.09 ± 14.62 Berdasarkan kedua data tersebut terlihat bahwa untuk data KPAP diperoleh hasil yang sangat bervariasi dilihat dari nilai standar deviasinya yang cukup tinggi. Variasi data ini diperkirakan akibat basis bahan baku yang digunakan terlalu sedikit dan adanya parameter proses yang tidak terkontrol. Jumlah 100 g tepung jagung diduga belum cukup untuk mendapatkan proses yang stabil steady jika menggunakan alat ekstruder tipe MS9 Multifunctional noodle modality machine. Selain itu, kelemahan ekstruder tipe MS9 ini adalah tidak adanya pengaturan waktu, suhu, dan tekanan juga menjadi salah satu penyebab nilai KPAP yang bervariasi. Pengaturan tekanan menjadi penting karena diasumsikan bahwa tekanan yang tinggi akan meningkatkan daya ikat pati tergelatinisasi terhadap pati yang tidak tergelatinisasi sehingga mampu menghasilkan mie dengan KPAP yang rendah dan elongasi yang tinggi yang menyebabkan mie tidak mudah putus.

c. Perbaikan Proses Pembuatan Mie Basah Jagung

Melihat hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan pembuatan mie jagung, timbullah hipotesis awal yaitu variasi perbedaan mutu mie basah yang dihasilkan disebabkan oleh bahan baku yang terlalu sedikit dan tidak adanya keseragaman tekanan yang diterima bahan selama bahan berada dalam ekstruder. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan proses dengan cara meningkatkan jumlah bahan baku dan mengontrol tekanan selama bahan berada dalam ekstruder. 80 Dalam penelitian selanjutnya dibuat mie basah jagung dengan basis bahan baku dua kali lipat lebih besar daripada yang dilakukan pada pembuatan mie pendahuluan, yaitu 200 g tepung jagung, 2 4 g garam dan air yang ditambahkan hingga kadar air adonan tepung mencapai 70 bk. Selain peningkatan jumlah bahan baku, juga dilakukan pemberian tekanan secara manual yang diterapkan pada satu jenis varietas tepung jagung yaitu tepung jagung varietas NT 10. Pemberian tekanan perlu dilakukan karena diperkirakan bahwa tekanan yang tidak sama diterima oleh tiap untaian mie, sehingga apabila tekanan yang diberikan rendah akan menghasilkan mie yang mudah patah, elongasi yang rendah dan KPAP yang tinggi. Pemberian tekanan secara manual terhadap adonan dilakukan menggunakan balok kayu yang berukuran ± 13x3x3 cm 3 . Selanjutnya dihitung waktu keluar pertama mie dari die, hingga adonan tepung habis di dalam ekstruder yang disebut dengan waktu filling rate. Dengan perlakuan ini, diasumsikan bahwa jika waktu keluar mie hingga adonan habis di dalam ekstruder lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan, artinya adonan mendapatkan tekanan yang lebih besar dan akan dihasilkan mie yang memiliki elongasi yang tinggi dan KPAP yang rendah. Waktu filling rate mie yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18 Waktu filling rate adonan mie dalam ekstruder Ulangan Dengan tekanan Tanpa tekanan 1 2 menit 30 detik 2 menit 50 detik 2 2 menit 35 detik 2 menit 53 detik 3 2 menit 35 detik 2 menit 52 detik Rata-Rata 2 menit 33 detik 2 menit 51 detik Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa pemberian tekanan yang dilakukan mempersingkat waktu filling rate. Perlakuan tekanan menghasilkan filling rate rata-rata 2 menit 33 detik, sedangkan perlakuan tanpa tekanan memberikan waktu filling rate yang lebih lama, yaitu 2 menit 51 detik. Fahmi 2007 menyatakan bahwa kualitas mie basah berbasis tepung jagung dengan teknologi ekstrusi paling baik adalah mie 81 yang dihasilkan dengan kecepatan ulir 130 rpm dibandingkan mie yang diproses dengan kecepatan ulir 110 dan 120 rpm. Dengan kecepatan ulir 130 rpm, dihasilkan produk mie basah jagung yang memiliki kekerasan tinggi, kelengketan rendah, persen elongasi yang tinggi, dan KPAP yang rendah. Kecepatan berbanding terbalik dengan waktu. Oleh karena itu, waktu filling rate yang singkat akan menghasilkan kualitas mie yang lebih baik. Waktu filling rate yang singkat memberikan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan waktu filling rate yang lebih lama. Tekanan berpengaruh terhadap mutu mie basah jagung karena dengan tekanan yang tinggi, molekul-molekul pati jagung akan lebih rapat sehingga membentuk matriks pengikat yang lebih kuat. Hal ini mengakibatkan molekul pati akan sulit terlepas dari untaian mie yang dihasilkan, sehingga mampu meningkatkan persen elongasi dan menurunkan KPAP mie. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 19, terlihat perbedaan mutu mie basah jagung yang dibuat tanpa pemberian tekanan dan dengan pemberian tekanan. Mie basah jagung yang dihasilkan dengan pemberian tekanan memberikan nilai KPAP yang lebih rendah daripada mie yang dihasilkan tanpa pemberian tekanan. Hal ini disebabkan oleh pemberian tekanan meningkatkan kekompakan antar partikel dalam untaian mie yang dihasilkan. Tabel 19 KPAP dan elongasi mie yang diberi perlakuan tekanan dalam ekstruder pada tepung jagung varietas NT 10 Rata-rata KPAP ± SD Rata-rata Elongasi ± SD Tanpa tekanan Dengan tekanan Tanpa tekanan Dengan tekanan 7.15 ± 0.11 5.56 ± 0.04 108.46 ± 2.78 126.29 ± 6.29 Selain itu diperoleh pula persen elongasi yang lebih tinggi pada mie basah jagung yang dihasilkan dengan pemberian tekanan dibandingkan mie basah jagung yang dihasilkan tanpa pemberian tekanan. Hal ini disebabkan tekanan yang lebih besar menyebabkan sifat kohesif pati tergelatinisasi terhadap partikel-partikel lain semakin meningkat. 82 Oleh karena perlakuan pemberian tekanan ini dapat memperbaiki mutu mie basah jagung yang dihasilkan, maka pada pembuatan mie basah jagung dari empat varietas lainnya dilakukan dengan metode yang sama.

2. Penelitian Utama Pembuatan Mie Basah Jagung