Koperasi Serba Usaha KSU

3.1.2. Koperasi Serba Usaha KSU

Pada masa pembangunan orde baru, Koperasi Unit Desa KUD lahir sebagai koperasi yang berorientasi pedesaan. Inpres No. 4 Tahun 1973 Tanggal 5 Mei 1973 menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD yang beran penting dalam berbagai kegiatan perekonomian dipedesaan. Konsep dasar Koperasi Unit Desa KUD sebagai bentuk koperasi pedesaan serba usaha dilandasi oleh pemikiran yang mendasar yaitu pertama, dengan bentuk tersebut KUD berpeluang untuk mempunyai skala usaha yang lebih besar, layak dan efisien sehingga dapat mewujudkan pelayanan guna memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan anggotanya. Kedua, KUD sebagai koperasi serba usaha akan lebih berpeluang untuk melayani berbagai kebutuhan dan kegiatan usaha dari seluruh anggotanya. Kegiatan usaha anggota yang dinilai masih lemah dan belum layak dapat dilayani oleh KUD dengan subsidi silang dari hasil kegiatan usaha anggota yang sudah kuat dan layak. Kondisi ini akan mengurangi terjadi kemungkinan kesenjangan sosial dan mewujudkan pemerataan kesejahteraan di pedesaan. Ketiga, KUD akan memiliki tingkat keterbukaan lebih besar untuk menampung seluruh warga desa untuk menjadi anggota tanpa membedakan profesinya. Manfaat ekonomi akan dirasakan bila anggota mengalami perbaikan kondisi ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan anggota. Pelayanan yang memberikan manfaat ekonomi dapat berupa pemenuhan kebutuhan anggota melalui pembelian sarana produksi yang murah, kepastian pemasaran produk serta pinjaman untuk pengembangan usaha. Menurut Hendar dan Kusnadi, sebagai organisasi yang dimiliki oleh para anggota, koperasi sangat memungkinkan memanfaatkan kekuatannya terutama yang berhubungan economic af scale, bargaining position di pasar akibat bersatunya para produsen dalam koperasi, kemampuan dalam menghadapi ketidak pastian uncertainty, kemanfaatan interlinkage market dan transaction cost sebagai akibat self-control dan self-management. Setiap wilayah memiliki faktor lokasi yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan kegiatan peternakan. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang lokasi kegiatan peternakan memiliki peran yang penting. Perbedaan tersebut menyebabkan setiap wliyah memiliki perbedaan potensi untuk pengembangan komoditi peternakan tertentu. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi kegiatan ekonomi termasuk kegiatan ekonomi peternakan menurut Djojodipuro dalam Tanmella 2001 adalah a faktor endowment, b pasar dan harga, c ketersediaan sarana produksi peternakan sapronak, d biaya angkutan dan e kebijaksanaan pemerintah. a Faktor endowment Faktor endowment meliputi modal, tenaga kerja dan kesuburan tanah. Semakin banyak faktor endowment yang tersedia di suatu wilayah maka semakin besar pula pertimbangan untuk menentukan lokasi kegiatan peternakan. b Pasar dan harga Lokasi peternakan sebaiknya dekat dengan pasar atau konsumen sehingga mudah dijangkau. Harga jual produk peternakan lebih banyak ditentukan oleh penanganan produk yang berdampak pada mutu. Semakin baik mutu yang dihasilkan semakin baik pula harga yang akan diterima oleh peternak. c Ketersediaan sarana produksi peternakan sapronak Lokasi peterakan dan penjualan dari sarana produksi perlu diperhatikan untuk menjamin ketersediaan sarana produksi seperti adanya bibit, pakan, fasilitas kesehatan dan sebagainya. Ketersediaan sarana produksi dapat menunjang kesinambungan kegiatan peternakan yang komersial. Selain itu, lokasi peternakan yang berdekatan dengan penjual sapronak akan mengurangi biaya pengangkutan. d Biaya angkutan Tersedianya prasarana jalan yang baik dan sarana angkutan yang memadai memudahkan dalam pengangkutan sarana produksi dan pemasaran hasil sehingga bias tepat waktu dan menghemat biaya. e Kebijaksanaan pemerintah Pemerintah sebagai penentu kebijakan mempunyai kekuasaan atau wewenang yang dapat mempengaruhi penentuan lokasi untuk berbagai kegiatan ekonomi melalui kebijaksanaan perwilayahan dan lokasi. Kebijaksanaan tersebut didasarkan pada kesejahteraan masyarakat yang secara geografis tersebar dalam tata ruang.

3.1.3. Konsep Usaha Ternak Sapi Perah

Dokumen yang terkait

Analisis tingkat kemampuan produksi susu dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan peternak sapi perah :Studi kasus di perusahaan susu Kaliwates Kelurahan Kaliwates Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember

0 5 103

Hubungan Faktor Personal Dengan Tingkat Partisipasi Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu Dan Usaha Peternakan (Kasus di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)

0 8 66

Efisiensi Produksi Susu dan Analisis Aspek Manajemen Peternakan Sapi Perah Anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

0 29 221

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang

4 38 322

Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor

0 20 247

Analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap usaha peternakan sapi perah (Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor KUNAK, Jawa Barat)

17 142 133

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 12 216

Peranan dan Analisis Pendapatan Koperasi Susu di Jawa Timur (Kasus Koperasi Peternak Sapi Perah SAE Pujon)

0 4 24

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI.

1 3 26

KONSUMSI SUSU KELUARGA PETERNAK SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH SETIA KAWAN

0 0 6