Menurut Mosher 1981, pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas usaha dan merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian,
karena dengan pendidikan petani mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara- cara baru dalam melkukan kegiatan usahataninya. Selain pendidikan formal yang
ditempuh dibangku sekolah, pendidikan non formal yang ditempuh diluar sekolah seperti kursus, lokakarya dan penyuluhan sangat besar artinya bagi pembekalan
pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Berdasarkan pertimbangan tersebut koperasi dapat memberikan pendidikan non
formal terhadap anggotanya berupa pelatihan dan penyuluhan sehingga pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan usahaternaknya
meningkat.
5.4.3. Pengalaman Beternak
Mnurut Sihite 1998 disamping umur dan tingkat pendidikan, pengalaman beternak sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak
dalam pengelolaan usahaternaknya. Variasi pengalaman beternak adalah lima sampai tiga puluh tahun dengan rata-rata pengalaman beternak 16,27 tahun.
Secara umum, tingkat pengalaman peternak relatif lama, 75 persen peternak telah berpengalaman lebih dari 10 tahun. Pengalaman peternak selama itu akan
memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usahaternaknya. Semakin lama pengalaman beternak, cenderung semakin
memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usaha ternaknya. Hal tersebut disebabkan karena pengalaman
dapat dijadikan pedoman dan penyesuaian terhadap permasalahan usaha ternak dimasa mendatang.
Pengetahuan dan keterampilan peternak diperoleh secara turun-temurun dari orang tua, meniru cara-cara beternak dari orang lain dan melalui pelatihan
serta penyuluhan dari koperasi dan dinas terkait. Pengetahuan dan keterampilan yang umumnya diperoleh peternak adalah teknis pemeliharanan sapi perah,
pengawetan hijauan makanan ternak dan pengolahan hasil ternak.
5.4.4. Orientasi Usaha Peternak
Pada umumnya usaha yang dijalankan oleh peternak adalah usaha utama yaitu sebesar 95 persen. Peternak yang berorintasi sebagai usaha sampingan
hanya 5 persen, hal tersebut dikarenakan peternak memiliki pekerjaan utama sebagai Pegawai Negeri Sipil sehingga ketersediaan waktu untuk usaha ternak
terbatas. Selain beternak sapi perah sebagai usaha utama, peternak memiliki pula usaha sampingan, beberapa usaha sampingan yang dilakukan dapat dilihat pada
tabel 12. Dari tabel tersebut peternak yang memiliki usaha sampingan sebesar 83,33 persen dan 11,67 persen tidak memiliki usaha sampingan.
Tabel 12. Usaha Sampingan Yang Dilakukan Peternak Sapi Perah Responden Penelitian Di Kecamatan Cigugur Tahun 2008
Jenis Usaha Sampingan Jumlah
Persentase Beternak Sapi Perah
3 5,00
Bertani 28
46,67 Buruh Tani
8 13,33
Karyawan Koperasi 2
3,33 Karyawan koperasi dan Jasa Angkutan
1 1,67
Pedagang 2
3,33 Bertani dan Pedagang
5 8,33
Bertani dan Jasa Angkutan 1
1,67 Buruh Tani dan Buruh Ternak
1 1,67
Bertani dan Ketua Kelompok Peternak 1
1,67 Ketua Kelompok Peternak
1 1,67
Tidak Memiliki Usaha Sampingan 7
11,67 Jumlah
60 100,00
Peternak memilih usaha ternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama terdorong oleh sifat sapi perah yang dapat memberikan pendapatan secara
berkelanjutan. Disamping hal tersebut, para peternak tertarik dengan adanya kemudahan ketersediaan bahan pakan terutama pakan kosentrat dan hijauan untuk
makanan ternak, yang merupakan bahan kebutuhan pokok untuk ternak. Terdapat kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dan lembaga lain melalui koperasi
untuk meningkatkan populasi sapi perah di peternak, adanya pasokan pakan kosentrat dari koperasi yang dijual kepada peternak secara kredit. Alasan lain
yang menjadikan ternak sapi perah sebagai usaha utama adalah adanya kepastian dan kemudahan pasar yang dikelola secara kolektif oleh koperasi.
5.5. Teknis Pelaksanaan Usaha Peternak