Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumber: Fauzi 2010 Gambar 6 Kurva keseimbangan ekonomi model Gordon-Schaefer Keseimbangan pertama terdapat pada titik A yang dikatakan oleh Gordon sebagai keseimbangan perikanan dalam kondisi akses terbuka Open AccessOA. Keseimbangan ini terjadi saat kurva TSR bersinggungan dengan kurva TC, sehingga rente yang diperoleh adalah nol. Upaya yang dibutuhkan pada kondisi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan upaya yang dibutuhkan pada kondisi lain. Oleh karena itu, Gordon menyebutkan bahwa kesimbangan akses terbuka tidak optimal secara sosial karena biaya korbanan atau input yang terlalu besar. Selain titik keseimbangan terbuka, Gordon melihat jika ditarik garis sejajar antara total biaya dan slope kurva penerimaan atau kurva TSR, maka akan diperoleh jarak tertinggi antara penerimaan dan biaya. Jarak ini ditunjukkan dengan garis BC pada Gambar 6 yang menghasilkan rente paling maksimum. Tingkat input pada keseimbangan ini terjadi pada E MEY . Titik ini disebut sebagai Maximum Economic Yield MSY. Pengelolaan perikanan yang efisien dan optimal secara sosial adalah pada titik E MEY . Titik keseimbangan ini dapat diperoleh jika perikanan dikendalikan dengan rezim kepemilikan yang jelas atau sering diistilahkan sebagai “sole owner”. Antara kedua titik keseimbangan yang telah disebutkan, terdapat titik keseimbangan yang ketiga, yaitu ketika kurva TSR mencapai titik maksimum yang berhubungan dengan titik input sebesar E MSY . Pada titik input ini, meskipun kurva TSR mencapai titik maksimum, namun jarak dengan kurva TC bukanlah jarak terbesar. Dapat dikatakan pada keseimbangan ini tidak dihasilkan rente ekonomi yang maksimum, sehingga input pada E MEY tidak dikatakan sebagai input yang optimal secara sosial.

2.4 Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi

Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya biasanya dipicu oleh eksternalitas negatif yang dilakukan oleh pelaku ekonomi. Eksternalitas negatif adalah dampak negatif, atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain Fauzi 2010. Degradasi dan depresiasi merupakan istilah yang sering diartikan salah atau bahkan mengartikan dari kedua istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Degradasi mengacu pada penurunan kualitaskuantitas sumberdaya alam yang diperbarukan renewable resources. Dalam hal ini, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbarukan untuk beregenerasi sesuai kapasitas produksinya berkurang. Kondisi tersebut dapat terjadi baik karena kondisi alami maupun karena pengaruh aktivitas manusia. Aktivitas tersebut berupa aktivitas produksi seperti penangkapan ikan secara berlebihan maupun non-produksi seperti pencemaran limbah Fauzi dan Anna 2005. Apabila degradasi lebih mengacu pada besaran fisik suatu sumberdaya, pengertian depresiasi sumberdaya lebih ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga dapat diartikan sebagai pengukuran degradasi yang dirupiahkan. Nilai depresiasi ini mengacu pada nilai riil bukan nilai nominal yang merupakan indikator perubahan harga seperti inflasi dan Indeks Harga Konsumen IHK yang berlaku untuk setiap sumberdaya alam Fauzi dan Anna 2005.

2.5 Sistem Bagi Hasil Perikanan

Perjanjian Bagi Hasil Perikanan menurut Undang-Undang No.16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan adalah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan penggarap dengan nelayan pemilik atau antara nelayan penggarap tambak dengan nelayan pemilik tambak, menurut perjanjian mana mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya Muhartono 2004. Umumnya model relasi antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh yang saling menguntungkan kedua belah pihak merupakan fenomena sosial yang terjadi pada setiap komunitas nelayan dan terikat dalam kepentingan ekonomi kedua belah pihak. Kenyataannya di berbagai komunitas nelayan memperlihatkan bahwa pihak anak buah kapal ABK berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Hal ini terjadi karena pendapatan dari para ABK sangat kecil. Beberapa hasil penelitian Susilo 1987, Wagito 1994, Masyhuri 1996 dan 1998 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan dari pola bagi produksi sangatlah timpang diterima antara pemilik dan awak kapal. Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal dan pemilik adalah separo-separo. Akan tetapi, bagian yang diterima awak kapal harus dibagi lagi dengan sejumlah awak yang terlibat dalam aktivitas kapal. Semakin banyak awak kapal, semakin kecil pula bagian yang diperoleh setiap awaknya Subri 2005. Ketidakmerataan bagi hasil dalam hubungan produksi menyebabkan sulitnya nelayan untuk mengakumulasi modal sehingga semakin sulit pola untuk melakukan mobilisasi secara vertikal. Pelapisan sosial yang terbentuk menempatkan nelayan pekerja dalam posisi paling bawah. Dalam rangka menaikkan posisi nelayan serta untuk menghindari adanya unsur perlakuan yang tidak adil dari nelayan pemilik, maka ditentukan mekanisme pembagian hasil usaha perikanan. Mekanisme ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan dpr.go.id. Penetapan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan sebagai salah satu sarana untuk menciptakan suatu keteraturan dan dicapainya suatu keserasian antara ketertiban dan keteraturan. Undang-Undang ini