Sistem Bagi Hasil Perikanan Tuna Mata Besar di Teluk

Operasional PPN Palabuhanratu dan Bapak Ayom Budi Prabowo selaku Kepala Bidang P2HP Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP Kabupaten Sukabumi. Hasil wawancara tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Matriks alternatif kebijakan pengelolaan ikan tuna mata besar di Teluk Palabuhanratu No. Alternatif Kebijakan Sasaran Kebijakan Memaksimumkan produksi dan rente ekonomi PPN Palabuhanratu a.. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap 2 b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar 4 c. Perbaikan manajemen usaha perikanan 4 DKP Kabupaten Sukabumi a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap 3 b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar 4 c. Perbaikan manajemen usaha perikanan 3 Sumber: Hasil Analisis Data 2014 Ket: 1= Tidak efektif; 2= Kurang efektif; 3=Efektif; 4=Sangat efektif Tabel 20 menunjukkan alternatif-alternatif kebijakan yang ditawarkan pada kedua pihak yang bersangkutan beserta skor penilaian terhadap alternatif. Alternatif kebijakan yang pertama adalah peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar yang mencakup jumlah kapal, tenaga kerja SDM dan alat tangkap. Pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Sukabumi memiliki pandangan yang berbeda. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, peningkatan inputeffort kurang efektif apabila dilakukan. Seharusnya yang dilakukan adalah peningkatan kualitas dari inputnya sendiri, seperti menggunakan kapal dengan fasilitas penyimpanan ikan yang lebih baik dan peningkatan kualitas SDM nelayan. Nelayan harus mampu mengoperasikan alat-alat yang dapat mendukung peningkatan hasil tangkapan, seperti GPS. Selain mampu mengoperasikan alat dengan baik, nelayan juga harus memiliki kemampuan menangani hasil tangkapan. Penanganan yang tepat akan menjadikan mutu atau kualitas ikan tuna mata besar tinggi. Sementara itu, menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi, penambahan input terutama armada kapal seiring dengan adanya proses peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS Pelabuhan Perikanan Samudera. Penambahan armada kapal diutamakan untuk kapal 10-20 GT contohnya kapal pancing tonda. Alasan yang pertama karena alat tangkap pancing tonda yang digunakan pada kapal tersebut bersifat selektif dan tidak cepat menguras stok ikan. Alasan yang kedua adalah penambahan kapal dengan Gross Tonage kecil agar lebih mudah dijangkau oleh nelayan kecil di sekitar Teluk Palabuhanratu. Secara tidak langsung proses peningkatan status ini menyerap banyak tenaga kerja, sehingga menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi alternatif tersebut dianggap efektif. Alternatif kebijakan yang kedua terkait dengan penanganan ikan tuna mata besar pasca penangkapan. Baik pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Kabupaten Sukabumi memandang alternatif tersebut sangat efektif. Pihak PPN Palabuhanratu menyatakan penanganan ikan terutama ikan tuna mata besar harus selalu ditingkatkan untuk peningkatan mutu serta peningkatan nilai ekonomi ikan tersebut. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Pihak PPN Palabuhanratu juga menyebutkan terdapat tiga tingkatan mutu ikan, yaitu mutu pertama, mutu kedua, dan mutu ketiga. Saat ini, ikan di PPN Palabuhanratu mayoritas berada pada mutu pertama, namun masih ada ikan yang masuk mutu ketiga. Apabila alternatif kebijakan yang kedua ini dijalankan, dapat diprediksi tidak ada lagi ikan yang masuk pada mutu ketiga. Sementara menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi, penanganan dari hasil tangkapan tak hanya didukung oleh keterampilan SDM yang menangani, namun juga alat yang digunakan. Penambahan alat seperti ruangan berpendingin pada kapal akan membuat ikan hasil tangkapan tahan lebih lama dan kualitas tetap terjaga. Alternatif kebijakan yang ketiga adalah perbaikan manajemen usaha perikanan. Kedua pihak memiliki pandangan yang berbeda. Pihak PPN Palabuhanratu menilai alternatif ini sangat efektif bila dilaksanakan. Contoh perbaikan manajemen usaha adalah perbaikan penanganan ikan pasca penangkapan, adanya kerjasama dengan perusahaan luar negeri untuk memasarkan ikan, dan adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap nelayan buruh untuk mencegah terjadinya jual-beli ilegal. Pihak DKP Kabupaten Sukabumi menilai alternatif ini efektif untuk dilaksanakan karena manajemen usaha yang diterapkan masih kurang baik. Perbaikan manajemen usaha ini terutama diharapkan dapat memperbaiki sistem peminjaman modal untuk usaha perikanan yang selama ini tidak mengikutsertakan DKP Kabupaten Sukabumi dalam perjanjiannya. Hal ini mengakibatkan salah satu pelaku pada peminjaman modal baik peminjam atau yang memberi pinjaman biasanya mengalami kerugian. Setelah dianalisis alasan penilaian responden terhadap masing-masing alternatif kebijakan, dilakukan Metode Perbandingan Eksponensial MPE. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam MPE adalah sebagai berikut Marimin 2004: 1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan Alternatif keputusan yang dipilih adalah menentukan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan sesuai hasil bioekonomi dan sistem bagi hasil perikanan tuna mata besar di Teluk Palabuhanratu. Alternatif keputusan tersebut berjumlah tiga poin yang disusun dalam perancangan MPE. Alternatif-alternatif tersebut adalah: a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap. b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar. c. Perbaikan manajemen usaha perikanan. 2. Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan Sedikit berbeda dengan model MPE pada umumnya. Umumnya, kriteria keputusan merupakan beberapa faktor penting dalam mendapatkan suatu keputusan yang tepat. Namun, dalam penelitian ini kriteria diganti dengan persepsi dengan menggunakan skala likert dari pihak responden. Responden tersebut adalah perwakilan PPN Palabuhanratu dan DKP Kabupaten Sukabumi. 3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap alternatif Tingkat kepentingan ditentukan dengan menentukan besarnya bobot dari masing-masing alternatif yang ada. Penentuan besarnya bobot dilakukan melalui persepsi dari pihak responden. Bobot tersebut menggunakan skala likert dimana 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif. 4. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif Nilai total dalam MPE diperoleh dengan menjumlahkan seluruh kriteria yang dipangkatkan dengan bobotnya. Penghitungan nilai total untuk setiap