Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Tuna Mata
kepentingan nelayan. Kebijakan yang menyangkut sumberdaya perikanan belum optimal dilakukan karena pengontrolan sulit dilakukan. Pembentukan polair
polisi air dan adanya syahbandar untuk melindungi stok ikan di laut belum dirasa optimal karena sulitnya pengontrolan dan kesadaran nelayan untuk
mematuhi aturan masih rendah. Hasil analisis bioekonomi dengan model Walters-Hilborn diperoleh
kondisi aktual dari produksi, upaya penangkapan, dan rente ekonomi yang masih berada di bawah rezim MEY dan MSY. Produksi aktual sebesar 89,56 ton, upaya
penangkapan aktual sebanyak 101 unit, dan rente ekonomi aktual yang dihasilkan sebesar Rp 878.804.231. Begitu pula dengan koefisien degradasi dan depresiasi
ikan tuna mata besar yang masih di bawah angka 0,5. Artinya, belum terjadi degradasi maupun depresiasi pada sumberdaya ikan tuna mata besar. Sementara
itu, sistem bagi hasil yang diterapkan belum berpihak kepada nelayan buruh karena tidak memperhitungkan biaya penyusutan dari investasi aktivitas
penangkapan ikan tuna mata besar. Melihat hasil penelitian di atas, maka alternatif kebijakan yang perlu
diajukan adalah kebijakan yang mendukung peningkatan produksi dan rente ekonomi nelayan hingga maksimum. Namun dalam jangka panjang, apabila
kebijakan yang mendukung peningkatan produksi tidak disertai kebijakan yang membatasi, diprediksi stok ikan tuna mata besar akan terkuras dan mengalami
overfishing. Alternatif-alternatif kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar jumlah armada kapal,
tenaga kerja, dan alat tangkap. b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar.
c. Perbaikan manajemen usaha perikanan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui penilaian responden terhadap alternatif-
alternatif yang ditawarkan. Responden memberikan skor terhadap masing-masing alternatif sesuai dengan alasan responden. Pemberian skor menggunakan skala
likert 1 sampai 4, dengan 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif. Wawancara ini dilakukan pada pihak yang
terkait secara langsung mengenai sumberdaya perikanan di Teluk Palabuhanratu. Pihak-pihak tersebut adalah Bapak Tatang Suherman selaku Kepala Seksi Tata
Operasional PPN Palabuhanratu dan Bapak Ayom Budi Prabowo selaku Kepala Bidang P2HP Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP Kabupaten
Sukabumi. Hasil wawancara tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Matriks alternatif kebijakan pengelolaan ikan tuna mata besar di Teluk
Palabuhanratu
No. Alternatif Kebijakan
Sasaran Kebijakan Memaksimumkan produksi
dan rente ekonomi
PPN Palabuhanratu
a.. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar
jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap 2
b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar
4 c.
Perbaikan manajemen usaha perikanan 4
DKP Kabupaten Sukabumi
a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar
jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap 3
b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar
4 c.
Perbaikan manajemen usaha perikanan 3
Sumber: Hasil Analisis Data 2014 Ket: 1= Tidak efektif; 2= Kurang efektif; 3=Efektif; 4=Sangat efektif
Tabel 20 menunjukkan alternatif-alternatif kebijakan yang ditawarkan pada kedua pihak yang bersangkutan beserta skor penilaian terhadap alternatif.
Alternatif kebijakan yang pertama adalah peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar yang mencakup jumlah kapal, tenaga kerja SDM dan alat
tangkap. Pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Sukabumi memiliki pandangan yang berbeda. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, peningkatan inputeffort kurang
efektif apabila dilakukan. Seharusnya yang dilakukan adalah peningkatan kualitas dari inputnya sendiri, seperti menggunakan kapal dengan fasilitas penyimpanan
ikan yang lebih baik dan peningkatan kualitas SDM nelayan. Nelayan harus mampu mengoperasikan alat-alat yang dapat mendukung peningkatan hasil
tangkapan, seperti GPS. Selain mampu mengoperasikan alat dengan baik, nelayan juga harus memiliki kemampuan menangani hasil tangkapan. Penanganan yang
tepat akan menjadikan mutu atau kualitas ikan tuna mata besar tinggi. Sementara itu, menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi, penambahan input terutama
armada kapal seiring dengan adanya proses peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS Pelabuhan Perikanan Samudera. Penambahan armada kapal
diutamakan untuk kapal 10-20 GT contohnya kapal pancing tonda. Alasan yang pertama karena alat tangkap pancing tonda yang digunakan pada kapal tersebut
bersifat selektif dan tidak cepat menguras stok ikan. Alasan yang kedua adalah