3. Luas Lahan
Karakteristik petani garam yang ketiga adalah luas lahan garam yang dimiliki atau diolah oleh petani garam. Luas lahan dikelompokkan menjadi lima
kelompok, selanjutnya petani lahan MS dikelompokkan berdasarkan kelompok- kelompok tersebut.
Tabel 6.1 memberikan informasi bahwa sebesar 33,33 atau sejumlah tiga orang petani garam lahan MS memiliki luas lahan kisaran 0,0 hingga 1,0 Ha.
Sebesar 11,11 atau sejumlah satu orang saja petani lahan MS yang memiliki luas lahan kisaran 2,1 hingga 3,0 Ha dan 4,0 Ha.. Kesimpulan yang dapat
diambil dari tabel di atas adalah pada umumnya petani MS memiliki luas lahan garapan di bawah rata-rata luas lahan petani MS, yakni seluas 2,40 Ha per orang.
Tabel di atas juga memberikan informasi bahwa sebesar 40,00 atau sejumlah empat orang petani SW memiliki luas lahan kisaran 1,1 hingga 2,0 Ha.
Tidak satu orang pun petani SW yang memiliki luas lahan lebih dari 4,0 Ha. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada umumnya petani SW memiliki luas
lahan garapan melebihi rata-rata luas lahan petani SW, yakni sebesar 2,21 Ha per orang.
Sejumlah 48 orang atau sebesar 94,12 petani BH dinyatakan memiliki luas lahan garapan kisaran 0,0 hingga 1,0 Ha. Namun, tidak ada satu orang pun
yang memiliki luas lahan garapan lebih dari 4,0 Ha. Kesimpulan yang diperoleh adalah pada umumnya, petani BH telah memiliki luas lahan garapan yang sama
dengan rata-rata luas lahan garapan petani BH, yakni seluas 0,98 Ha per orang. 4.
Pengalaman Bertani Karakteristik yang terakhir adalah pengalaman bertani. Hal ini berkaitan
dengan berapa lama petani tersebut telah berkelut dalam dunia pergaraman. Pengalaman bertani juga mempengaruhi kemampuan skill dalam mengelola
lahan dan memproduksi garam. Semakin tinggi pengalaman bertaninya, semakin tinggi pula kemampuan skill dalam mengelola lahan garam. Namun, semakin
tinggi pengalaman bertani belum tentu memiliki skill yang tinggi pula dalam memproduksi garam. Informasi mengenai karakterisktik pengalaman bertani
disampaikan dalam Tabel 6.1.
Karakteristik pengalaman bertani terbagi menjadi empat kelompok. Kemudian petani dikelompokkan berdasarkan kelompok-kelompok tersebut.
Tabel 6.1 memberikan informasi bahwa seluruh petani dalam kelompok ini memiliki pengalaman bertani yang cenderung menyebar. Hal ini dapat dilihat
bahwa jumlah petani di setiap kategori adalah sama, yakni sejumlah 3 orang atau sebesar 33,33 . Artinya, petani lahan MS memiliki pengalaman bertani yang
beragam.
Tabel 6.1 berikut memberikan informasi bahwa sejumlah enam orang atau sebesar 60,00 petani SW memiliki pengalaman bertani kisaran 21 hingga 30
tahun. Sejumlah 24 orang atau sebesar 47,06 petani BH memiliki pengalaman bertani kisaran 11 hingga 20 tahun. Tidak ada petani SW yang memiliki
pengalaman bertani kisaran 31 hingga 40 tahun. Petani BH memiliki jumlah responden pada kelompok pengalaman bertani kisaran 31 hingga 40 tahun, yakni
berjumlah tiga orang atau sebesar 5,88 .
37
Tabel 6.1 Karakteristik Petani Lahan MS dan Petani Lahan BMS
No. Karakterisitik
Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri
Petani Sewa Petani Bagi Hasil
Jumlah Orang
Persentase Jumlah
Orang Persentase
Jumlah Orang
Persentase Usia
1. 40
1 11,11
1 10,00
6 11,75
2. 40-60
6 66,67
8 80,00
36 70,59
3. 60
2 22,22
1 10,00
9 17,66
Total 9
100 10
100 51
100 Tingkat Pendidikan
1. SD
2 22,22
1 10,00
4 7,84
2. SMP
1 11,11
3 30,00
24 47,06
3. SMA
4 44,44
5 50,00
20 39,22
4. D3 Sarjana
2 22,22
1 10,00
3 5,88
Total 9
100 10
100 51
100 Luas Lahan
1. 0,0-1,0
3 33,33
2 20,00
48 94,12
2. 1,1-2,0
2 22,22
4 40,00
2 3,92
3. 2,1-3,0
1 11,11
3 30,00
1 1,96
4. 3,1-4,0
2 22,22
1 10,00
0,00 5.
4,0 1
11,11 0,00
0,00 Total
9 100
10 100
51 100
Rata-rata 2,40
2,21 0,98
Pengalaman Bertani 1.
1-10 0,00
1 10,00
5 9,81
2. 11-20
3 33,33
3 30,00
24 47,06
3. 21-30
3 33,33
6 60,00
19 37,25
4. 31-40
3 33,33
3 5,88
Total 9
100 10
100 51
100 Sumber : Data Primer Diolah 2015
Kesimpulan yang dapat diambil adalah petani lahan BMS pada umumnya memiliki pengalaman bertani kisaran 11 hingga 20 tahun atau 21 hingga 30 tahun.
Hal ini menyatakan bahwa kemampuan skill yang dimiliki petani lahan BMS berada di bawah petani lahan MS.
6.3 Rata-rata Produktivitas Lahan Garam
Produktivitas merupakan suatu konsep yang menunjukkan berapa banyak hasil produksi yang mampu diperoleh dari satu satuan input produksi.
Produktivitas lahan garam adalah banyaknya garam yang dihasilkan dari penggunaan satu satuan lahan garam. Rata-rata produktivitas lahan garam yang
dimaksud dalam sub-bab ini adalah rata-rata jumlah garam yang mampu diproduksi dalam setiap hektar lahan garam yang digunakan.
Dalam satu tahun, petani garam hanya mampu melakukan kegiatan produksi garam sebanyak satu kali. Jadi, musim garam hanya terjadi satu kali
dalam satu tahun. Satu musim bisa terjadi empat hingga lima bulan. Lama musim garam ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang paling utama adalah
kondisi cuaca selama proses produksi garam berlangsung. Jika musim kemarau memiliki rentang waktu yang panjang, maka musim garam dalam satu tahun
tersebut juga panjang. Pun sebaliknya, jika musim kemarau memiliki rentang
38
waktu yang pendek, maka musim garam dalam satu tahun memiliki rentang waktu yang pendek.
Musim garam di Desa Padelegan berlangsung rata-rata empat bulan dalam satu tahun, yakni bulan April hingga Agustus. Dua minggu dalam bulan pertama
biasanya petani melakukan persiapan lahan garam. Kegiatan ini berupa penyiangan lahan garam, pembuatan petak garam, hingga peengeringan lahan
garam. Tiga bulan selanjutnya proses produksi hingga pemanenan berlangsung. Dalam satu bulan, pemanenan dapat dilakukan sebanyak empat hingga lima kali
panen. Sehingga dalam satu tahun, pemanenan dapat dilakukan sebanyak 16 hingga 20 kali. Dalam satu kali pemanenan, jumlah garam yang dapat dipanen
dapat mencapai empat ton. Sehingga dalam satu tahun, jumlah garam yang dapat dipanen adalah sejumlah 80 ton.
Kembali kepada rata-rata produktivitas lahan garam Desa Padelegan. Setiap kelompok petani dihitung rata-rata produktivitasnya kemudian dilihat
kelompok petani mana yang paling produktif dalam menghasilkan produk garam. Tabel 6.2 berikut menyajikan informasi mengenai rata-rata produktivitas lahan
dari setiap kelompok petani.
Tabel 6.2 Rata-rata Produktivitas Petani Garam Rakyat
No. Kelompok Petani
Rata-rata Produktivitas TonHa
1. Lahan Milik Sendiri
75,80 2.
Lahan Bukan Milik Sendiri Petani dengan Lahan Sewa
58,86 Petani dengan Lahan Bagi Hasil
76,44 Sumber : Data Primer Diolah 2015
Tabel 6.2 di atas menyebutkan bahwa petani lahan MS memiliki rata-rata produktivitas sebesar 75,80 ton per hektar. Berbeda dengan petani lahan BMS
yang terbagi menjadi dua. Petani SW memiliki rata-rata produktivitas sebesar 58,86 ton per hektar dan petani BH memiliki produktivitas sebesar 76,44 ton per
hektar. Informasi ini dapat memberikan kesimpulan bahwa petani BH relatif lebih produktif daripada kelompok petani lainnya, yakni petani lahan MS dan petani
SW.
Banyak faktor yang mempengaruhi petani BH relatif lebih produktif daripada kelompok petani lainnya, salah satunya adalah kemampuan skill petani
BH lebih tinggi daripada dua kelompok petani garam lainnya. Petani BH adalah pendatang dari Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep yang memang
memiliki kemampuan skill tinggi dalam produksi garam. Selain itu, faktor motivasi petani untuk melakukan produksi garam juga turut berpengaruh terhadap
produktivitas lahan. Petani lahan milik sendiri merupakan petani garam yang pekerjaan utamanya adalah Pegawai Negeri, wiraswasta, atau pekerjaan yang
tidak menjadikan petani garam sebagai pekerjaan utama. Hal ini membuat petani lahan milik sendiri tidak terlalu memiliki motivasi tinggi untuk menghasilkan
garam yang tinggi. Hal inilah yang membuat produktivitas lahan garam petani milik sendiri loebih rendah dibandingkan dengan petani bagi hasil.
39
6.4 Analisis Tingkat Pendapatan Petani Garam Rakyat
Pendapatan usaha garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan dihitung berdasarkan kepemilikan lahannya.
Pendapatan dihitung dengan menghitung selisih struktur penerimaan dengan struktur biaya. Masing-masing kelompok petani memiliki struktur biaya dan
struktur penerimaan yang berbeda.
Struktur biaya yang dihadapi oleh setiap kelompok petani terdiri atas total biaya tetap TFC, total biaya variabel TVC, pajak, dan faktor penyusutan.
Nilai-nilai tersebut dijumlahkan dan dihitung rata-rata biaya yang dihadapi oleh kelompok petani garam. Faktor penyusutan yang dimaksud adalah penyusutan
input produksi. Penyusutan input ini pada umumnya terjadi pada input yang memiliki umur ekonomi. Cara menghitung nilai penyusutan suatu input adalah
dengan cara membagi nilai pembelian harga beli terhadap umur ekonomi input tersebut. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mengenai nilai
penyusutan input ditampilkan dalam Tabel 6.3 berikut ini.
Tabel 6.3 Faktor Penyusutan Setiap Input Produksi Garam Rakyat
No. Input
Umur Ekonomi
Tahun Harga Beli
RpUnit Penyusutan
Rp 1.
Lahan Tambak -
100.000.000 -
2. Gudang Besar
30 20.000.000
666.700 Gudang Kecil
5 5.000.000
.1000.000 3.
Kincir 8
1.000.000 125.000
4. Pompa Air
5 4.000.000
800.000 5.
Slender 10
750.000 75.000
6. Sorkot
4 200.000
50.000 7.
Pencacah 3
100.000 33.350
8. Sedong
2 100.000
50.000 9.
Bambu 1
10.000 10.000
10. Baumeter
3 20.000
6.700 11.
Keranjang 2
50.000 25.000
12. Tambang
3 25.000
8.350 Sumber : Data Primer Diolah 2015
Struktur penerimaan merupakan total penerimaan yang diterima oleh setiap petani responden yang diwawancarai. Penerimaan ini berasal dari penjualan
garam KP 1, KP 2, dan KP 3. Jumlah garam KP 1, KP 2, dan KP 3 yang terjual dihitung dari rata-rata jumlah penjualan masing-masing kelompok petani garam.
Selanjutnya, rata-rata total penerimaan setiap kelompok petani garam diperoleh dengan mengalikan rata-rata jumlah penjualan garam yang dilakukan selama satu
musim. Struktur biaya dan penerimaan masing-masing kelompok petani tersaji dalam Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Rata-rata pendapatan diperoleh
dengan cara mengurangi rata-rata penerimaan dengan rata-rata pengeluaran dari setiap kelompok petani garam. Secara rinci, rata-rata pendapatan petani garam
rakyat disajikan dalam Tabel 6.4.
40
Tabel 6.4 di bawah memberikan informasi mengenai rata-rata pendapatan yang diperoleh oleh setiap kelompok petani garam rakyat di Desa Padelegan,
Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Petani garam terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan kepemilikan lahan. Kelompok pertama adalah petani lahan
MS. Kelompok petani garam yang kedua adalah petani lahan BMS yang terbagi lagi menjadi dua, yakni petani dengan lahan sewa SW dan petani dengan lahan
bagi hasil BH.
Struktur penerimaan pada petani lahan MS memiliki rincian sebagai berikut. Sebesar 28,09 berasal dari penjualan garam KP 1, sebesar 40,45
berasal dari penjualan garam KP 2, dan sebesar 31,46 berasal dari penjualan garam KP 3. Rata-rata total pengeluaran dalam kelompok petani garam lahan MS
adalah sebesar Rp 58.602.100.
Rata-rata pendapatan kelompok petani lahan MS musim 2014 adalah sebesar Rp 21.250.700 per orang. Artinya, petani garam rakyat yang termasuk
dalam kelompok ini memiliki rata-rata pendapatan sebesar Rp 21.250.700 per orang dalam satu musim terakhir. Nilai tersebut dapat dikatakan sebagai
keuntungan usaha tani garam yang diperoleh oleh petani garam kelompok lahan MS adalah sebesar Rp 21.250.700 per orang dalam satu musim terakhir.
Tabel 6.4 Rata-rata Pendapatan Petani Garam Rakyat
No. Komponen
Rata-rata Pendapatan Rp Milik Sendiri
Bukan Milik Sendiri Sewa
Bagi Hasil
1. Penerimaan
KP 1 22.430.550
14.625.000 9.166.700
KP 2 32.300.000
21.060.000 13.200.000
KP 3 25.122.250
16.380.000 10.266.700
Total Penerimaan 79.852.800
52.065.000 32.633.350
2. Pengeluaran
TFC 12.277.800
11.000.000 TVC
39.350.000 24.345.450
18.981.400 Pajak
176.600 197.500
117.150 Penyusutan
4.205.900 3.807.100
1.730.200 Total Pengeluaran
58.602.100 39.350.550
20.828.750
3. Pendapatan
21.250.700 12.714.500
11.804.600
Sumber : Data Primer Diolah 2015
Rata-rata pendapatan kelompok petani garam yang kedua terbagi menjadi dua. Petani dengan lahan sewa memperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp
12.714.500 per orang. Artinya, petani garam dengan lahan sewa memperoleh keuntungan dari usaha tani garam sebesar Rp 12.714.500 per orang dalam satu
musim terakhir. Petani dengan lahan bagi hasil memiliki rata-rata pendapatan yang lebih kecil, yakni sebesar Rp 11.804.600 per orang. Artinya, keuntungan
yang diperoleh oleh petani ini adalah sebesar Rp 11.804.600 per orang dalam satu musim terakhir.
Struktur penerimaan pada petani garam dengan lahan bukan milik sendiri ternyata sama dengan struktur penerimaan pada petani dengan lahan milik sendiri,
yakni Sebesar 28,09 berasal dari penjualan garam KP 1, sebesar 40,45 berasal dari penjualan garam KP 2, dan sebesar 31,46 berasal dari penjualan
garam KP 3. Rata-rata total pengeluaran pada kelompok petani garam dengan
41