Kondisi Usaha Garam Rakyat di Desa Padelegan

Tabel 6.4 di bawah memberikan informasi mengenai rata-rata pendapatan yang diperoleh oleh setiap kelompok petani garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Petani garam terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan kepemilikan lahan. Kelompok pertama adalah petani lahan MS. Kelompok petani garam yang kedua adalah petani lahan BMS yang terbagi lagi menjadi dua, yakni petani dengan lahan sewa SW dan petani dengan lahan bagi hasil BH. Struktur penerimaan pada petani lahan MS memiliki rincian sebagai berikut. Sebesar 28,09 berasal dari penjualan garam KP 1, sebesar 40,45 berasal dari penjualan garam KP 2, dan sebesar 31,46 berasal dari penjualan garam KP 3. Rata-rata total pengeluaran dalam kelompok petani garam lahan MS adalah sebesar Rp 58.602.100. Rata-rata pendapatan kelompok petani lahan MS musim 2014 adalah sebesar Rp 21.250.700 per orang. Artinya, petani garam rakyat yang termasuk dalam kelompok ini memiliki rata-rata pendapatan sebesar Rp 21.250.700 per orang dalam satu musim terakhir. Nilai tersebut dapat dikatakan sebagai keuntungan usaha tani garam yang diperoleh oleh petani garam kelompok lahan MS adalah sebesar Rp 21.250.700 per orang dalam satu musim terakhir. Tabel 6.4 Rata-rata Pendapatan Petani Garam Rakyat No. Komponen Rata-rata Pendapatan Rp Milik Sendiri Bukan Milik Sendiri Sewa Bagi Hasil 1. Penerimaan KP 1 22.430.550 14.625.000 9.166.700 KP 2 32.300.000 21.060.000 13.200.000 KP 3 25.122.250 16.380.000 10.266.700 Total Penerimaan 79.852.800 52.065.000 32.633.350 2. Pengeluaran TFC 12.277.800 11.000.000 TVC 39.350.000 24.345.450 18.981.400 Pajak 176.600 197.500 117.150 Penyusutan 4.205.900 3.807.100 1.730.200 Total Pengeluaran 58.602.100 39.350.550 20.828.750 3. Pendapatan 21.250.700 12.714.500 11.804.600 Sumber : Data Primer Diolah 2015 Rata-rata pendapatan kelompok petani garam yang kedua terbagi menjadi dua. Petani dengan lahan sewa memperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp 12.714.500 per orang. Artinya, petani garam dengan lahan sewa memperoleh keuntungan dari usaha tani garam sebesar Rp 12.714.500 per orang dalam satu musim terakhir. Petani dengan lahan bagi hasil memiliki rata-rata pendapatan yang lebih kecil, yakni sebesar Rp 11.804.600 per orang. Artinya, keuntungan yang diperoleh oleh petani ini adalah sebesar Rp 11.804.600 per orang dalam satu musim terakhir. Struktur penerimaan pada petani garam dengan lahan bukan milik sendiri ternyata sama dengan struktur penerimaan pada petani dengan lahan milik sendiri, yakni Sebesar 28,09 berasal dari penjualan garam KP 1, sebesar 40,45 berasal dari penjualan garam KP 2, dan sebesar 31,46 berasal dari penjualan garam KP 3. Rata-rata total pengeluaran pada kelompok petani garam dengan 41 lahan sewa adalah sebesar Rp 39.350.550 dan Rata-rata total pengeluaran pada kelompok petani garam dengan lahan sewa adalah sebesar Rp 20.828.750. Berdasarkan Tabel 6.4, kelompok petani yang memiliki rata-rata pendapatan tertinggi adalah kelompok petani lahan MS. Sedangkan dalam kelompok petani lahan BMS, petani dengan lahan sewa memiliki rata-rata pendapatan lebih tinggi daripada petani dengan lahan bagi hasil. Selisih rata-rata pendapatan kedua kelompok petani ini hanya sebesar Rp 909.900 per orang. Adanya perbedaan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok petani garam telah diuji dengan Uji Signifikansi Perbedaan Pendapatan dengan menggunakan program SPSS 22. Berdasarkan hasil uji signifikansi, perbedaan rata-rata pendapatan yang diterima oleh petani garam rakyat dinya takan signifikan dengan taraf nyata α 5 . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memang terdapat hubungan antara kepemilikan lahan Lahan Milik Sendiri dan Lahan Bukan Milik Sendiri terhadap rata-rata pendapatan yang diterima oleh petani garam rakyat. Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis pendapatan petani garam rakyat ini adalah kelompok petani lahan milik sendiri lebih menguntungkan daripada kelompok petani bukan lahan milik sendiri. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pendapatan kedua kelompok petani garam rakyat seperti yang telah tersaji dalam Tabel 6.4. Penyebab lain perbedaan pendapatan tersebut adalah adanya dominasi peran tengkulak dalam sistem ‘Partelon’ Bagi Hasil. Dominasi Peran Tengkulak dalam Sistem ‘Partelon’ Bagi Hasil Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem kontrak yang telah mengakar di kalangan petani garam dengan sistem bagi hasil BH. Terdapat dua pemain utama dalam sistem ini, yakni pemilik lahan dan petani penggarap. Pemilik lahan adalah seseorang yang memiliki lahan garam dan modal produksi namun tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk melakukan kegiatan usaha garam sendiri. Oleh karena alasan itu, pemilik lahan memilih untuk memperkerjakan orang lain, yang tidak lain adalah petani penggarap, untuk menggarap lahan gram miliknya. Pemilik lahan pada umumnya adalah Tengkulak. Pemilik lahan tidak hanya memberikan ‘pinjaman’ lahan garam, namun juga modal produksi. Modal produksi ini selanjutnya digunakan sebagai modal untuk melakukan kegiatan produksi garam oleh petani penggarap. Petani penggarap adalah petani dengan sistem bagi hasil BH, merupakan petani yang dipekerjakan oleh pemilik lahan. Petani penggarap memperoleh ‘pinjaman’ lahan garam. Lahan garam ini selanjutnya akan digarap selama satu tahun. Waktu garapan bisa saja diperpanjang oleh petani penggarap. Semua bergantung pada hasil kesepakatan kedua belah pihak. Bukan hanya memberikan ‘pinjaman’ lahan garam, petani penggarap juga diberikan ‘pinjaman’ modal produksi. Kedua ‘pinjaman’ ini tidak memiliki bunga. Bentuk ‘pinjaman’ ini seolah menjadi hak bagi petani penggarap sebagai pemain utama dalam sistem bagi hasil. Lantas, konsekunsi yang harus diterima oleh petani penggarap adalah adanya kewajiban menjual kepada pemilik lahan yang tidak lain adalah Tengkulak. Hak dan kewajiban ini merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh masing-masing pemain. Hal menarik lainnya dalam sistem bagi hasil adalah adanya sistem ‘partelon’. Partelon merupakan suatu istilah yang digunakan dalam sistem bagi 42 hasil yang berarti bagi tiga. Pembagian hasil usahatani ini dideskripsikan sebagai berikut : pemilik lahan memperoleh dua bagian, sedangkan petani penggarap hanya memperoleh satu bagian saja. Hasil usaha garam diperoleh dari pengurangan penerimaan hasil penjualan garam terhadap biaya yang dikeluarkan oleh petani penggarap, termasuk ‘pinjaman’ modal produksi. Selanjutnya, hasil usahatani tersebut dibagi menjadi tiga bagian dan diberikan sesuai dengan porsi dan kesepakatan kedua belah pihak. Berdasarkan analisis ini, petani penggarap diestemasi memperoleh pendapatan yang lebih kecil lagi. Sistem ‘Partelon’ Bagi Hasil di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, kabupaten Pamekasan dirasa telah mengakar. Bahkan, sistem ini dapat dikatakan sebagai kearifan lokal. Petani penggarap dirasa akan kesulitan untuk meninggalkan sistem ini.

6.5 Analisis Saluran Pemasaran Garam Rakyat

6.5.1 Saluran Pemasaran

Pemasaran atau tataniaga adalah kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Sedangkan saluran pemasaran atau saluran tataniaga dapat diartikan sebagai kumpulan atau himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari tangan produsen menuju tangan konsumen Limbong dan Sitorus, 1987. Saluran pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan terdapat dua saluran utama. Penelitian ini hanya menganalisis saluran pemasaran hingga di tingkat Tengkulak saja. Penelitian ini tidak menganalisis hingga tingkat konsumen akhir karena terdapat beberapa alasan, salah satunya adalah keterbatasan waktu penelitian. Namun, penelitian ini tidak mengurangi tujuan utama, yakni melihat tingkat efisiensi saluran pemasaran yang selama ini dihadapi oleh petani garam rakyat. Saluran pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan dapat digambarkan pada Gambar 6.1 berikut ini. Gambar 6.1 Saluran Pemasaran Garam Rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan 43 Petani Tengkulak Pengumpul Perusahaan Pengolah Garam 6.525 ton 100 6.525 ton 100 6.525 ton 100 3.915 ton 60 Tengkulak1 Tengkulak 2 Tengkulak 3 2.610 ton 40 3.915 ton 60 Catatan : Gambar 6.1 memberikan informasi bahwa terdapat dua saluran utama dalam pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, yakni Saluran Pemasaran 1 : Petani – Tengkulak Tengkulak 1 – Perusahaan Pengolah Garam Saluran Pemasaran 2 : Petani – Tengkulak Tengkulak 2 Tengkulak 3 – Pengumpul – Perusahaan Pengolah Garam Total produksi petani garam rakyat dalam satu musim terkahir adalah sejumlah 6.525 ton. Total produksi ini adalah total produksi petani garam dengan lahan kepemilikan yang berbeda. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Total produksi tersebut dipasarkan kepada pembeli utama, yakni Tengkulak. Pembeli pertama dalam sistem pemasaran garam rakyat adalah Tengkulak. Setelah melewati Tengkulak, terdapat dua kemungkinan. Pertama, garam selanjutnya dipasarkan langsung ke perusahaan pengolah garam. Kedua, garam dijual ke Pengumpul lalu baru dipasarkan ke perusahaan pengolah garam. Saluran pemasaran 1 dan saluran pemasaran 2 adalah saluran pemasaran yang paling sering digunakan oleh petani. Namun, saluran yang lebih banyak memasok garam ke perusahaan pengolah garam adalah saluran pemasaran 2, dengan penjualan sebesar 60 . Artinya, dari total produksi garam rakyat yang dihasilkan oleh petani garam di Desa Padelegan, sebanyak 3.915 ton dipasarkan melalui Pengumpul. Sisanya, yakni sekitar 40 atau sebesar 2.610 ton produksi garam rakyat langsung dipasarkan melalui Tengkulak. Sistem pemasaran garam rakyat, kepemilikan lahan ternyata juga memberikan pengaruh terhadap pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Kepemilikan lahan dengan sistem bagi hasil mempunyai suatu hal yang unik dalam pemasaran garam rakyat. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa seolah-olah terdapat hak dan kewajiban dalam sistem kepemilikan lahan bagi hasil. Petani dengan lahan bagi hasil seolah memiliki kewajiban untuk menjual garam produksinya kepada petani pemilki lahan tempat petani dengan lahan bagi hasil bekerja. Perlu diketahui bahwa Tengkulak dalam sisitem pemasaran garam ini adalah petani pemilik lahan dalam sistem kepemilikan lahan bagi hasil. Sehingga, petani dengan lahan bagi hasil dipastikan melakukan pemasaran kepeada tengkulak-tengkulak tersebut. Saluran pemasaran 1 menerima total penjualan garam dari petani sejumlah 6.525 ton. Ini berarti seluruh petani garam dipastikan melakukan penjualan garamnya kepada Tengkulak. Pembeli pertama dari petani adalah Tengkulak. Tengkulak adalah petani pemilik lahan yang memang memiliki lahan dan modal yang cukup besar. Bisnis garam yang dijalani oleh Tengkulak dapat dikatakan mencapai skala Pulau Madura. Rata-rata Tengkulak adalah pembeli yang cukup besar dan sudah dikenal di kalangan pebisnis garam di Kabupaten Pamekasan, Lembaga Pemasaran yang Dianalisis Lembaga Pemasaran yang Tidak Dianalisis Jumlah Garam yang Dipasok dari Petani Garam Rakyat 44