pengumpul. Berbeda dengan Saluran Pemasaran 1 yang melakukan fungsi penjualan langsung kepada perusahaan pengolah garam. Hal ini terjadi karena
Tengkulak dalam saluran pemasaran 1 memiliki surat izin yang membuatnya dapat melakukan direct selling kepada perusahaan garam tanpa melalui pedagang
pengumpul terlebih dahulu.
Fungsi fisik yang dilakukan oleh ketiga tengkulak adalaha sama, yakni fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, dan fungsi penyimpanan. Fungsi
pengemasan berupa pengemasan ulang garam yang telah dikemas oleh petani. Hal ini terjadi karena pengemasan yang dilakukan oleh petani terkadang tidak sesuai
dengan standar perusahaan garam tertentu. Terlebih dalam saluran pemasaran 1 yang melakukan direct selling kepada perusahaan garam. Fungsi pengemasan
menjadi hal penting bagi Tengkulak dalam saluran pemasaran 1.
Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh tengkulak adalah proses pemindahan garam yang telah dikemas di temapt pengumpulan gudang hingga
mencapai tempat pengumpulan gudang milik pedagang pengumpul atau perusahaan garam. Fungsi ini dilakukan dengan menggunakan truck yang
memang biasa digunakan untuk memuat garam dari dan ke luar kota atau bahkan dari dan ke luar pulau. Fungsi fisik yang terakhir adalah fungsi penyimpanan.
Fungsi penyimpanan ini berupa penyimpanan garam di dalam tempat pengumpulan gudang. Masing-masing tengkulak dapat dipastikan memiliki
tempat pengumpulan gudang. Bukan hanya tengkulak, petani yang memang memiliki lahan yang luas juga dapat dipastikan memiliki tempat pengumpulan
gudang. Tempat pengumpulan gudang ini bertujuan untuk melindungi garam yang telah dikemas dari faktor-faktor yang dapat merusaknya, seperti cuaca
hujan, faktor keamanan pencurian, dan lain sebagainya. Sifat garam yang mudah rusak membuat petani dan tengkulak perlu memiliki tempat pengumpulan
gudang.
Fungsi pemasaran yang ketiga adalah fungsi fasilitas. Fungsi fasislitas yang pada umumnya dilakukan oleh tengkulak adalah fungsi penyortiran, fungsi
pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Ketiga fungsi tersebut dilakukan oleh semua tengkulak di semua saluran pemasaran. Hal yang berbeda terlihat pada
Saluran Pemasaran 1. Tengkulak 1 juga melakukan fungsi resiko dalam melakukan pemasaran garam rakyat di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu,
Kabupaten Pamekasan. Fungsi resiko berkaitan dengan direct selling yang dilakukannya. Tengkulak dalam saluran pemasaran 1 harus siap menanggung
resiko pemasaran, seperti terjadi penurunan harga beli oleh perusahaan pengolah garam, penolakan pasokan oleh perusahaan garam, dan lain sebagainya. Berbeda
dengan Tengkulak dalam saluran pemasaran 2 yang memang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan pengolah garam. Hal ini memperkecil resiko yang
harus ditanggungnya.
Fungsi penyortiran berkaitan dengan kegiatan menyortir garam berdasarkan kualitasnya, yakni KP 1, KP 2, dan KP 3. Fungsi ini dipastikan
dilakukan oleh tengkulak, terlebih dalam Saluran Pemasaran 1. Tengkulak dalam saluran pemasaran 1 harus memastikan bahwa produk garam yang akan dijual ke
peusahaan pengolah garam sudah disortir berdasarkan kualitas garam.
Fungsi fasilitas yang dirasa paling menarik adalah fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh semua tengkulak. Saluran Pemasaran 1 dan Saluran
Pemasaran 2 dapat disimpulkan melakukan fungsi pembiayaan. Hal ini berkaitan
48
dengan pemberian pinjaman modal produksi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, petani dengan lahan bagi hasil memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
tengkulak dalam hal pembiayaan usaha garam yang dilakukan oleh petani. Pinjaman modal produksi yang diberikan oleh petani pemilik lahan kepada petani
penggarap adalah salah satu fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh tengkulak. Meskipun terdapat faktor ketidaksamaan equity dalam sistem bagi hasil, petani
penggarap seolah tidak berdaya dan hanya menerima hasil kesepakatan bersama.
Fungsi fasilitas terakhir adalah fungsi informasi pasar. Informasi pasar ini mengenai harga dan kualitas yang berlaku di pasar. Saluran Pemasaran 1 dan
Saluran Pemasaran 2 melakukan fungsi ini. Semua tengkulak memberikan informasi mengenai harga jual dan informasi mengenai kualitas garam kepada
petani. Begitu pula sebaliknya, perusahaan garam dan pedagang pengumpul juga memberikan informasi mengenai harga jual dan informasi mengenai kualitas
garam kepada tengkulak.
6.6 Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Garam Rakyat
6.6.1 Kualifikasi Garam Rakyat
Garam rakyat dibedakan menjadi tiga berdasarkan kualitasnya. Istilah pengelompokan ini adalah KP atau Kualitas Produksi. Garam rakyat di Desa
Padelegan sendiri juga terdapat tiga jenis, yakni KP 1, KP 2, dan KP 3. Hal ini telah sesuai dengan Kementerian Perdagangan 2011, mutu atau kualitas garam
rakyat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : a.
KP 1 yaitu kualitas produksi garam terbaik yang memenuhi syarat untuk bahan industri dan kosumsi. Secara fisik berwarna putih dan bersih.
Sedangkan komposisi kimiawinya adalah NaCl 94,70 , CaCl
2
0,72 , SaSO
4
0,41 , MgSO
4
0.04 , H
2
O 0,63 . b.
KP 2 yaitu kualitas produksi garam di bawah KP 1. Secara fisik, KP 2 memiliki warna agak kecokelatan akibat sedikit trcampur dengan tanah saat
pemanenan. Untuk memenuhi standar sebagai bahan baku industri, garam KP 2 harus dikurangi kadar berbagai zat yang dikandungnya.
c. KP 3 yaitu garam dengan kualitas terendah. Garam ini merupakan hasil
pengerukan garam lapisan paling bawah sehingga campuran tanah atau lumpurnya lebih tinggi dibanding garam KP 2. Begitu pula tampilan fisik
garam KP 3 berwarna cokelat.
6.6.2 Sistem Pembelian Garam oleh Tengkulak
Hal ini berkaitan dengan cara membeli garam yang dilakukan oleh Tengkulak kepada kelompok petani. Masing-masing kelompok petani memiliki
sistem pembelian garam yang berbeda. Perbedaan ini juga berkaitan dengan status atau hubungan yang mengikat antara petani dengan Tengkulak.
Kelompok Petani Milik Sendiri MS
Kelompok petani MS adalah petani yang sama sekali tidak memiliki hubungan yang mengikat dengan tengkulak. Petani kelompok ini memiiki
kebebasan untuk melakukan penjualan kepada siapa pun. Petani ini tidak ada kewajiban untuk melakukan penjualan kepada tengkulak tertentu. Hal ini
dikarenakan petani tidak memiliki suatu hal yang membuatnya memiliki kewajiban. Jika pun ada, hal ini hanya bersifat sementara. Berdasarkan hasil
49
wawancara, petani kelompok ini hanya menjual kepada tengkulak yang memang telah menjadi ‘langganan’. Artinya, jika ternyata tengkulak tersebut masih
memiliki stok garam yang cukup, maka petani kelompok ini bebas menjual kepada tengkulak yang lain. Begitu pula sebaliknya, jika saja harga yang diterima
petani kelompok ini lebih rendah, maka petani kelompok ini bebas untuk tidak
melakukan penjualan kepada tengkulak ‘langganan’-nya. Kelompok Petani Bukan Milik Sendiri
– Petani Sewa SW
Kelompok petani ini hampir sama dengan petani MS. Kepemilikan lahan yang pada umumnya adalah tanah percaton, membuatnya tidak memiliki
kewajiban untuk melakukan penjualan kepada tengkulak tertentu. Kebebasan untuk melakukan penjualan kepada siapa pun juga berlaku pada le;ompok petani
ini. Tengkulak ‘langganan’ juga masih berlaku pada kelompok petani ini. Namun, tidak ada hal yang mengikat antara petni SD dengan Tngkulak ‘langganan’.
Sehingga, petani SW bebas memasarkan produksi garamnya kepada siapa pun.
Kelompok Petani Bukan Milik Sendiri – Petani Bagi Hasil BH
Kelompok petani BH adalah kelompok petani yang berbeda dengan kedua kelompok lainnya. Kepemilikan lahan yang memang bukan miliknya,
membuat petani kelompok ini seolah berkewajiban untuk melakukan penjualan kepada tengkulak yang tidak lain adalah pemilik lahan. Tengkulak
‘langganan’ seolah tidak ada lagi bagi petani BH, yang ada hanyalah tengkulak yang sifatnya
wajib untuk menerima setoran hasil produksi lahan garam ‘pinjaman’-nya. Garam hasil produksi wajib dijual kepada tengkulak yang tidak lain
adalah pemilik lahan. Dan garam ini disebut sebagai setoran. Tidak ada sanksi yang diberlakukan oleh pemilik lahan jika petani BH melakukan penjualan kepada
tengkulak lain. Namun, sanksi dari norma sosial-lah yang akan menghukum petani BH tersebut. Norma sosial yang masih kuat di Desa Padelegan membuat
petani BH pasrah dengan ketidaksetaraan unequaty ini. 6.6.3 Penentuan Harga Garam
Sistem penentuan harga dapat dilakukan dengan berbagai mekanisme, bisa dengan mekanisme harga pasar, mekanisme harga kebijakan pemerintah, dan
yang lainnya. Sistem penentuan harga yang diberlakukan oleh Tengkulak kepada petani garam dapat dikatakan sebagai mekanisme campuran dari mekanisme
harga pasar dan mekanisme harga kebijakan pemerintah. Hal ini didasarkan kepada hasil wawancara kepada tengkulak. Penentuan harga garam di tingkat
petani adalah minimal sama dengan harga yang dikeluarkan dari kebijakan pemerintah. Selanjutnya, harga garam tersebut juga mengikuti mekanisme harga
pasar. Jika harga pasar meningkat, maka Tengkulak akan melakukan kenaikan harga pula kepada petani garam. Pun sebaliknya, jika harga pasar mengalami
penurunan, maka harga di tingkat petani mengalami penuurnan. Namun, berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya petani sangat jarang mengalami
peningkatan harga garam jika harga pasar dinaikkan. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa terdapat ketidaksetaraan unequaty antar lembaga
pemasaran.
Selanjutnya, masing-masing tengkulak juga memberlakukan harga yang berbeda garam. Jika kita lihat pada Tabel 6.10 yang menyatakan bahwa harga di
50
tingkat petani Pf pada berbagai KP garam adalah berbeda. Tengkulak 1, Tengkulak 2, dan Tengkulak 3 memberlakukan Pf yang berbeda dalam KP garam
yang sama. Perbedaan harga ini ternyata dampak dari besaran marjin pemasaran yang ingin diperoleh oleh masing-masing tengkulak.
Kepemilikan lahan juga memberikan dampak kepada petani garam. Petani MS dan Petani SW cenderung masih memiliki kesempatan untuk melakukan
kegiatan tawar-menawar meskipun kepempatan itu sangatlah kecil. Hal ini tentu berbeda dengan Petani BH. Petani BH tidak memiliki kesempatan sama sekali
untuk melakukan kegiatan tawar-menawar dalam penentuan harga. Secara keseluruhan, Tengkulak cenderung melakukan pennetuan harga sebagai price
maker dan petani hanyalah sebagai price taker. Penentuan sebagai price maker dan price taker tidak sepenuhnya benar karena di dalamnya juga terdapat campur
tangan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan mekanisme pasar.
6.6.4 Marjin Pemasaran
Konsep marjin pemasaran pernah dikemukakan oleh Kohls dan Uhls 2002 yang mendefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan oleh
konsumen akhir P
r
dengan harga yang diterima oleh petani P
f
. Kohls dan Uhls juga menyatakan bahwa marjin pemasaran tersebut terdiri dari dua komponen,
yakni besarnya biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Dalam penelitian ini, fokus utama saluran pemasaran garam hanya sampai di tengkulak. Jadi, marjin
pemasaran akan dihitung hingga di tingkat tengkulak saja.
Tabel 6.6 menampilkan marjin pemasaran untuk semua slauran pemasaran garam rakyat di Desa padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan
dalam satu musim terakhir, musim 2014. Tabel 6.6 Marjin Pemasaran Garam Rakyat KP 1
Uraian Saluran Pemasaran
1 2
Nilai RpKg Nilai RpKg
Petani
1 Biaya Produksi 22
3,67 22
3,83 2 Keuntungan
553 92,17
478 83,13
3 Harga Jual 575
95,83 500
86,96
Tengkulak
1 Harga Beli 575
95,83 500
86,96 2 Biaya Pemasaran
a Biaya Pengangkutan 10
30 b Biaya Tenaga Kerja
3 20
c Biaya Pengemasan 3
15 d Retribusi
5 5
Total Biaya Pemasaran 21
3,50 70
12,17 3 Keuntungan
4 0,67
5 0,87
4 Marjin 25
4.17 75
13,04 Harga Jual
600 100,00
575 100,00
Total Biaya Pemasaran 21
3,50 70
12,17 Total Keuntungan
4 0,67
5 0,87
Total Marjin 25
4,17 75
13,04 Sumber : Data Primer Diolah 2015
51