kegiatan perbankan lainnya. Secara ringkas fungsi bank dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat funding, berupa giro demand deposit,
tabungan saving deposit, dan deposito berjangka time deposit. 2.
Menyalurkan dana ke masyarakat lending, dalam bentuk antara lain : kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan.
3. Memberikan jasa-jasa lainnya services seperti transfer, kliring clearing, letter of
credit LC, menerima setoran-setoran serta pembayaran. 4.
Kegiatan di pasar modal : penjamin emisi underwriter, penjamin guarrantor, wali amanat trustee, perdagangan sekuritas dealer.
2.4. Prinsip Prinsip Bank Syariah
Dalam menjalankan aktivitasnya, Bank Syariah menganut beberapa prinsip- prinsip seperti prinsip keadilan, kesederajatan, dan prinsip ketentraman. Dengan sistem
operasional yang berdasarkan profit and loss-sharing system, Bank Syariah memiliki kekuatan tersendiri yang jelas berbeda dari sistem konvensional. Perbedaan ini nampak
jelas bahwa dalam sistem bagi hasil terkandung dimensi keadilan dan pemerataan.
2.5. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan merupakan istilah dalam perbankan syariah sebagai pengganti istilah kredit pada bank konvensional. Pembiayaan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil. Menurut Kadarsan 1992, pembiayaan pada dasarnya tergantung pada tiga hal, yaitu; 1 kepercayaan bahwa posisi materi dari si peminjam mampu
mengembalikan modal yang dipinjam tersebut; 2 kepercayaan bahwa peminjam akan mengembalikan uangnya; dan 3 kepercayaan bahwa hukum-hukum yang sah dapat
melindungi semua pihak yang terlibat dalam transaksi pembiayaan apabila ada yang dirugikan karena ada persyaratan yang dilanggar. Berdasarkan informasi ini dapat
disimpulkan bahwa landasan utama pembiayaan adalah kepercayaan. Menurut Kasmir 2004 Sebelum pembiayaan diberikan, untuk meyakinkan bank
bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka bank terlebih dahulu melakukan analisis pembiayaan. Analisis pembiayaan mencakup latar belakang nasabah, prospek
usaha, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar
bank yakin bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar aman. Pemberian pembiayaan tanpa dilakukan analisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank.
Akibatnya jika terjadi kesalahan dalam menganalisis, maka pembiayaan yang disalurkan akan sulit untuk dikembalikan atau disebut dengan pembiayaan bermasalah dalam
pengembalian angsurannya ataupun mengalami kemacetan pembayaran. Pemberian fasilitas pembiayaan tidak lepas dari unsur-unsur pembiayaan
tersebut. Menurut Kasmir 2004, unsur-unsur yang terkandung pemberian fasilitas pembiayaan Bank adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi pembiayaan bahwa pembiayaan yang diberikan berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa
yang akan datang. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum syariah serta hukum positif yang dapat melindungi kepentingan bank.
2. Kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Memiliki jangka waktu tertentu yang mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka
menengah atau jangka panjang. 4. Risiko yang ditimbulkan karena adanya tenggang waktu pengembalian pembiayaan
yang telah diberikan. 5. Adanya balas jasa yang ditentukan dengan bagi hasil dan keuntungan penjualan.
Menurut Sukandar 2004, pembiayaan sangat bermanfaat baik bagi nasabah sebagai penerima pembiayaan, maupun bagi bank yang menyalurkan pembiayaan.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari sudut pandang kepentingan nasabah adalah memungkinkan nasabah untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usahanya.
Sedangkan manfaat pembiayaan ditinjau dari kepentingan bank antara lain 1 memperoleh pendapatan berupa keuntungan penjualan dan bagi hasil atas pembiayaan
yang diberikan, 2 mempertahankan dan mengembangkan usaha bank dan 3 memperluas pasar dalam industri perbankan.
2.5.1. Pembiayaan Agribisnis
Kementrian Pertanian-Pusat Pembiayaan Pertanian, 2011 menjelaskan bahwa modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan
sangat berperan dalam perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Walaupun alokasi pembiayaan untuk kegiatan usaha agribisnis ini relatif kecil bila
dibandingkan dengan sektor lain, akan tetapi ketersediaan modal khususnya melalui kredit program yang telah diluncurkan sejak kredit pola Bimas ternyata
mampu mengantar Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Ketersediaan modal untuk pertanian khususnya kredit lunak saat ini menjadi
sangat terbatas setelah berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI letter of intent antara Pemerintah Indonesia dengan
IMF. Kebijaksanaan tersebut mengisyaratkan bahwa pembiayaan pertanian tidak dapat sepenuhnya bergantung pada KLBI, akan tetapi lebih banyak mengandalkan
ketersediaan modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di dalam negeri maupun luar negeri, dengan pola penyaluran yang
mengarah pada sistem pembiayaan komersial. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya dalam memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang ada
maupun pengembangan sumber pembiayaan baru bagi para pelaku agribisnis, mulai dari petani skala kecil, menengah, koperasi sampai skala besar. Sesuai
dengan konteks Revitaliasi Pertanian Kementrian Pertanian-Pusat Pembiayaan Pertanian, 2011 maka Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan
pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber
pembiayaan, 2. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit pertanian yang
mudah diakses oleh petani dan pelaku usaha pertanian lainnya, 3. Meningkatkan aksesibilitas petani atau pelaku pertanian lainnya terhadap
sumber-sumber pembiayaan yang tersedia, baik yang berasal dari perbankan maupun non perbankan,
4. Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan pertanian yang telah tersedia, 5. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar
negeri untuk pengembangan pembiayaan pertanian, 6. Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh
petani kecil di pedesaan, 7. Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha
mikro, kecil dan menengah pertanian, 8. Mengembangkan pembiayaan pola syariah untuk pembiayaan sektor pertanian,
9. Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro LKM pedesaan untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah
pertanian, 10. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang
mudah diakses oleh petani, 11. Mengembangkan konsep pendirian Lembaga Pembiayaan Agribisnis Indonesia,
dan 12. Mengembangkan konsep Asuransi Komoditas Pertanian dan pendirian Lembaga
Asuransi Pertanian.
2.6. Prinsip Pembiayaan Bank Syariah
Bank syariah dalam menentukan harga atau mencari keuntungan didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu prinsip jual beli murabahah, prinsip penyertaan modal
musyarakah, prinsip bagi hasil mudharabah, sewa murni tanpa pilihan kepemilikan ijarah dan sewa dengan pilihan kepemilikan ijarah muntahiya bittamlik Kasmir,
2004.
2.6.1. Prinsip Jual Beli Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antar bank dengan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Bank akan mengadakan barang
yang dibutuhkan dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk memberikan uang
muka untuk memastikan keseriusan nasabah membeli barang. Nasabah membayar kepada bank atas harga barang setelah dikurangi uang muka secara angsuran selama jangka
waktu tertentu yang disepakati dengan memperhatikan kemampuan mengangsur ataupun arus kas usahanya. Baik harga jual maupun besarnya angsuran yang telah disepakati tidak
berubah hingga akad pembiayaan berakhir. Terminologi jual beli adalah pemindahan hak milik barang atau harta kepada
pihak lain dengn menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Terdapat beberapa bentuk akad jual beli, dimana jual beli yang digunakan oleh bank syariah dalam melakukan
pembiayaan kepada nasabahnya adalah murabahah. Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan murabahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual beli
dimana bank membiayai atau membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang sepakati.
Pembayaran nasabah dilakukan secara mencicil angsur dalam jangka waktu yang
ditentukan. Berikut disajikan skema dari mekanisme pembiayaan dengan akad Murabahah.
Beli tunai
Bayar Tangguh Jual
Kirim Barang
Gambar 2. Skema pembiayaan dengan akad Murabahah
Sumber: Antonio 2001.
Berdasarkan Gambar 2 maka dapat dijelaskan sebagai berikut; 1.
Bank memberi pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang dengan membeli secara tunai kepada supplier. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya
penyimpangan penggunaan dana pembiayaan atau side streaming, yang biasanya terjadi apabila pemberian pembiayaan langsung diberikan dalam
bentuk uang tunai. 2.
Selanjutnya bank menjual barang tersebut ke nasabahnya dengan harga yang telah disepakati bersama, yaitu harga pembelian ditambah margin
keuntungan. Kesepakatan harga ini tidak boleh berubah hingga berakhirnya akad pembiayaan.
3. Nasabah membayar harga barang dengan cara angsur selama jangka waktu
yang disepakati. Angsuran atau pengembalian dari nasabah dilakukan sesuai dengan arus kas usahanya. Dengan melakukan angsuran atas pengembalian
seperti ini, maka pihak nasabah memungkinkan melakukan pola angsuran atau cicilan kepada bank secara rata, semakin lama semakin naik atau step up,
semakin lama semakin turun atau step down atau kombinasi menaik menurun atau step up
step down. Konsekuensi logis yang timbul dengan pola pembiayaan jual beli adalah:
a. Pembiayaan akan senantiasa berkaitan dengan sektor riil, karena harus menebus barang.
BANK SUPPLIER
NASABAH
b. Harga jual sudah ditetapkan dari awal dan tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.
c. Tidak ada peluang melipat gandakan. d. Tidak ada pinalti atas keterlambatan.
e. Pembiayaan yang ditujukan kepada pengadaan barang yang halal.
2.6.2. Prinsip Penyertaan Modal Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank secara bersama- sama dengan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan usaha dan baik bank maupun
nasabah menyertakan dana sesuai porsi yang disepakati. Pengelolaan kegiatan usaha dipercayakan kepada nasabah. Selaku pengelola, nasabah wajib menyampaikan laporan
berkala mengenai perkembangan usaha kepada bank sebagai pemilik dana. Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan nisbah yang
disepakati dan pengembalian modal usaha kepada pemilik dana dapat dilakukan pada akhir masa kerjasama atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk
usaha. Apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama secara proporsional. Bidayatul Mujtahid II,dalam Islamic banking dari teori ke praktik Antonio, 2001, Al-
musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak pemberikan kontribusi dana amal atau expertise
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Gambar 3. Skema pembiayaan akad Musyarakah
Sumber: Antonio 2001
Nasabah Bank Syariah
Proyek Usaha
Keuntungan
Bagi Hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi
modal nisbah
2.6.3. Prinsip Bagi Hasil Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank secara bersama-sama dengan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Bank akan
memberikan seluruh dana yang dibutuhkan nasabah, sedangkan nasabah bertanggung jawab terhadap pengelolaan usaha. Seperti halnya dengan prinsip penyertaan modal,
nasabah wajib menyampaikan laporan berkala mengenai perkembangan usaha kepada bank sebagai pemilik dana. Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan
nisbah yang disepakati dan pengembalian modal usaha kepada pemilik dana dapat dilakukan pada akhir masa kerjasama atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran
kas masuk usaha. Apabila terjadi kerugian maka nasabah yang menanggung semua kerugian.
Perjanjian Bagi hasil
Keahlian Keterampilan Modal 100
Nisbah X Nisbah Y
Pengambilan pokok modal
Gambar 4. Skema Pembiayaan dengan akad Mudharabah
Sumber: Antonio 2001
2.6.4. Sewa murni tanpa pilihan kepemilikan ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
2.6.5. Sewa dengan pilihan kepemilikan ijarah muntahiya bittamlik
Ijarah muntahiya bittamlik adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa dengan diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri diakhir periode sewa.
Nasabah Mudharib
Bank Shahibul Maal
ProyekUsaha
Pembagian Keuntungan
Modal
2.7. Metode Penilaian Risiko Kredit Bank Muamalat
Risk Assesment yang digunakan BMI untuk menilai risiko yang timbul akibat adanya permohonan usulan kredit nasabah, dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Judgement kualitatif : metode ini digunakan penilai untuk mengetahui
kelayakan dari usulan pembiayaan yang lebih banyak didasarkan pada menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu dalam
konteks tertentu, lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut mementingkan pada
proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan. b. Internal Rating System kuantitatif : Pendekatan kuantitatif mementingkan
adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variable masing-masing.
Dalam hal ini Internal Rating System digunakan BMI sebagai metode penilaian kredit yang di khususkan untuk menilai aspek financial dan non-finansial nasabah
yang di bentuk dalam sebuah rating yang didasarkan pada prinsip penilaian pembiayaan 6C character, capacity, capital, collateral, condition of economic
dan constraints atas dasar pemenuhan dari peraturan Bank Indonesia PBI : - PBI No.58PBI2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum. - PBI No.842006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum. - PBI No.8212006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.8. Agunan Pembiayaan dan Pengikatan Agunan