bank yakin bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar aman. Pemberian pembiayaan tanpa dilakukan analisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank.
Akibatnya jika terjadi kesalahan dalam menganalisis, maka pembiayaan yang disalurkan akan sulit untuk dikembalikan atau disebut dengan pembiayaan bermasalah dalam
pengembalian angsurannya ataupun mengalami kemacetan pembayaran. Pemberian fasilitas pembiayaan tidak lepas dari unsur-unsur pembiayaan
tersebut. Menurut Kasmir 2004, unsur-unsur yang terkandung pemberian fasilitas pembiayaan Bank adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi pembiayaan bahwa pembiayaan yang diberikan berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa
yang akan datang. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum syariah serta hukum positif yang dapat melindungi kepentingan bank.
2. Kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Memiliki jangka waktu tertentu yang mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka
menengah atau jangka panjang. 4. Risiko yang ditimbulkan karena adanya tenggang waktu pengembalian pembiayaan
yang telah diberikan. 5. Adanya balas jasa yang ditentukan dengan bagi hasil dan keuntungan penjualan.
Menurut Sukandar 2004, pembiayaan sangat bermanfaat baik bagi nasabah sebagai penerima pembiayaan, maupun bagi bank yang menyalurkan pembiayaan.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari sudut pandang kepentingan nasabah adalah memungkinkan nasabah untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usahanya.
Sedangkan manfaat pembiayaan ditinjau dari kepentingan bank antara lain 1 memperoleh pendapatan berupa keuntungan penjualan dan bagi hasil atas pembiayaan
yang diberikan, 2 mempertahankan dan mengembangkan usaha bank dan 3 memperluas pasar dalam industri perbankan.
2.5.1. Pembiayaan Agribisnis
Kementrian Pertanian-Pusat Pembiayaan Pertanian, 2011 menjelaskan bahwa modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan
sangat berperan dalam perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Walaupun alokasi pembiayaan untuk kegiatan usaha agribisnis ini relatif kecil bila
dibandingkan dengan sektor lain, akan tetapi ketersediaan modal khususnya melalui kredit program yang telah diluncurkan sejak kredit pola Bimas ternyata
mampu mengantar Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Ketersediaan modal untuk pertanian khususnya kredit lunak saat ini menjadi
sangat terbatas setelah berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI letter of intent antara Pemerintah Indonesia dengan
IMF. Kebijaksanaan tersebut mengisyaratkan bahwa pembiayaan pertanian tidak dapat sepenuhnya bergantung pada KLBI, akan tetapi lebih banyak mengandalkan
ketersediaan modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di dalam negeri maupun luar negeri, dengan pola penyaluran yang
mengarah pada sistem pembiayaan komersial. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya dalam memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang ada
maupun pengembangan sumber pembiayaan baru bagi para pelaku agribisnis, mulai dari petani skala kecil, menengah, koperasi sampai skala besar. Sesuai
dengan konteks Revitaliasi Pertanian Kementrian Pertanian-Pusat Pembiayaan Pertanian, 2011 maka Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan
pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber
pembiayaan, 2. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit pertanian yang
mudah diakses oleh petani dan pelaku usaha pertanian lainnya, 3. Meningkatkan aksesibilitas petani atau pelaku pertanian lainnya terhadap
sumber-sumber pembiayaan yang tersedia, baik yang berasal dari perbankan maupun non perbankan,
4. Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan pertanian yang telah tersedia, 5. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar
negeri untuk pengembangan pembiayaan pertanian, 6. Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh
petani kecil di pedesaan, 7. Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha
mikro, kecil dan menengah pertanian, 8. Mengembangkan pembiayaan pola syariah untuk pembiayaan sektor pertanian,
9. Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro LKM pedesaan untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah
pertanian, 10. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang
mudah diakses oleh petani, 11. Mengembangkan konsep pendirian Lembaga Pembiayaan Agribisnis Indonesia,
dan 12. Mengembangkan konsep Asuransi Komoditas Pertanian dan pendirian Lembaga
Asuransi Pertanian.
2.6. Prinsip Pembiayaan Bank Syariah