Dinamika Ketimpangan Dinamika Kabupaten Tertinggal 1. Dinamika Pertumbuhan
65
Sumber: BPS 2009b, diolah Gambar 4.8. Rata-Rata Penurunan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten
Tertinggal, Tahun 2006-2009
Kondisi yang sama terjadi untuk Provinsi Kepulauan Riau, dimana capaian penurunan persentase penduduk miskin yang cukup besar 11,0 persen diikuti
dengan capaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi 23,63 persen. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau telah
mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang juga mampu menurunkan tingkat kemiskinan.
Indikator kemiskinan lainnya, yaitu rata-rata persentase penduduk miskin Gambar 4.9, mencatat bahwa provinsi yang memiliki rata-rata persentase penduduk
miskin kabupaten tertinggal tertinggi tahun 2009 adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY, yaitu sebesar 24,55 persen pada tahun 2009 Lampiran 6.
Ironisnya, pada tahun yang sama, Daerah Istimewa Yogyakarta juga tercatat sebagai provinsi di KBI yang memiliki angka indeks gini yang tinggi Gambar 4.6. Satu hal
yang menarik untuk dicermati pada Provinsi DIY adalah fakta bahwa pada tahun 2010 Provinsi DIY mencapai prestasi yang cukup baik dalam pengentasan kabupaten
tertinggal, dimana provinsi ini telah berhasil mengentaskan sebanyak 2 dua
7,5 9,7
5,3 7,6
5,1 8,8
6,8 5,4
3,9 11,0
4,9 7,8
3,9 6,0
3,9 3,1
6,9 5,9
7,9 4,44,8
7,4 3,9
5,8 3,2
6,4 11,3
5,65,9 3,3
5,6 5,6
0,0 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0
Nangroe Aceh
Da ru
ss a
la m
Sum atera
Utara Sum
ater a
Bar a
t Ri
au Ja
mb i
Su ma
te ra
Sela ta
n Ben
g kulu
Lamp un
g
Ban g
ka Belitu
n g
Ke pul
a uan
Ri au
Jaw a
Ba rat
Jaw a
Tengah D.I.
Yogyakarta Ja wa
Timur Ba nt
en Bal
i
Nusa Ten
ggar a
Ba rat
Nusa Ten
ggar a
Timur
Kaliman tan
Barat
Kaliman tan
Te n
g ah
K a
limant a
n Sela
tan
Kaliman tan
Ti m
u r
Sulawe si
Ut ar
a
Sulaw es
i Tengah
Sulawes i
Se latan
Su la
wesi Ten
g gara
Gor o
n talo
Sulaw es
i Ba
rat Maluku
Maluku Utara
Papua Barat Papua
66
kabupaten tertinggal di wilayahnya, sehingga pada tahun yang sama Provinsi DIY tidak lagi memiliki kabupaten tertinggal. Capaian yang cukup baik ini nyatanya tidak
diikuti dengan capaian yang baik pula pada indikator kemiskinan dan ketimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya sinkronisasi pada kebijakan pengentasan
kemiskinan di kabupaten tertinggal dengan kebijakan pengentasan kabupaten tertinggal. Faktor lain yang diduga menyebabkan terjadinya kondisi yang saling
bertolak belakang ini adalah faktor tidak dimasukkannya indikator kemiskinan sebagai salah satu kriteria kabupaten tertinggal.
Sumber: BPS 2009b, diolah Gambar 4.9. Perbandingan Rata-Rata Persentase Penduduk Miskin Kabupaten
Tertinggal KBI, menurut Provinsi Tahun 2006-2009
Indikator kemiskinan yang diwujudkan dalam rata-rata persentase penduduk miskin kabupaten tertinggal di KTI memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
KBI Gambar 4.10, dimana hampir di semua provinsi mengalami penurunan rata- rata persentase penduduk miskin. Rata-rata persentase penduduk miskin tertinggi baik
pada tahun 2006 maupun tahun 2009 di KTI adalah di Provinsi Papua, dengan rata-
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
Po 2006
Po 2009
67 rata persentase penduduk miskin kabupaten tertinggal tahun 2006 sebesar 41,95
persen dan turun menjadi sebesar 36,40 persen pada tahun 2009 Lampiran 6. Sama halnya dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua juga tercatat
sebagai provinsi dengan persentase penduduk miskin kabupaten tertinggal tertinggi dan diikuti dengan capaian tertinggi dalam hal ketimpangan distribusi pendapatan
Gambar 4.7.
Sumber: BPS 2009b, diolah Gambar 4.10. Perbandingan Rata-Rata Persentase Penduduk Miskin
Kabupaten Tertinggal KTI, menurut Provinsi Tahun 2006- 2009
Analisis lebih mendalam mengenai gambaran dinamika kemiskinan kabupaten tertinggal pada tingkat kabupaten dapat dilihat dengan membandingkan
kondisi pertumbuhan dan kemiskinan pada tahun 2006 dan 2009, melalui analisis kuadran. Kuadran 1 menunjukkan kondisi terbaik, yaitu apabila kabupaten tertinggal
memiliki karakteristik pertumbuhan diatas rata-rata dan kemiskinan yang rendah di bawah rata-rata. Kuadran 2 menunjukkan kondisi dimana kabupaten tertinggal
memiliki karakteristik pertumbuhan ekoomi yang tinggi namun diikuti dengan
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
Po 2006
Po 2009
68
persentase kemiskinan yang tinggi. Kuadran 3 menunjukkan kondisi terburuk dimana kabupaten tertinggal memiliki karakteristik pertumbuhan ekonomi yang rendah di
bawah rata-rata dengan persentase kemiskinan yang tinggi, sedangkan kuadran 4 menunjukkan kondisi dimana kabupaten tertinggal memiliki karakteristik
pertumbuhan ekonomi yang rendah namun dengan persentase kemiskinan yang rendah pula.
Hasil analisis kuadran menunjukkan bahwa kabupaten tertinggal di KBI tersebar secara merata di setiap kuadran, sedangkan kabupaten tertinggal di KTI
mengumpul di sekitar garis rata-rata dengan konsentrasi terbanyak di kuadran1 dan 4 Lampiran 7. Kondisi kabupaten tertinggal di KBI memiliki karakteristik yang
cukup baik, terlihat banyak kabupaten tertinggal yang pada tahun 2006 maupun 2009 berada pada kuadran 1 kuadran terbaik atau setidaknya berada pada kuadran 4
pertumbuhan rendah, kemiskinan rendah. Beberapa kabupaten tercatat berada pada kuadran terburuk kuadran 3 yaitu kabupaten tertinggal di provinsi NAD, yaitu;
Simelue, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah dan kabupaten tertinggal di wilayah Bengkulu yaitu, Bengkulu Selatan, Kaur
serta Seluma. Dari seluruh kabupaten yang disebutkan di atas hanya kabupaten Aceh Barat Daya yang memiliki catatan perbaikan, sedangkan yang lain tetap. Kabupaten
Aceh Barat Daya tersebut posisinya berubah dari kuadran 3 ke kuadran 2, artinya mengalami perbaikan karakteristik pertumbuhan ekonomi namun tidak dalam
karakteristik kemiskinan. Kabupaten tertinggal lainnya yang tercatat mengalami perbaikan kondisi
antara lain adalah Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Lahat, Musi Rawas dan Lampung Timur, dimana posisinya berubah dari kuadran 2 menuju kuadran 1.
Kondisi ini dapat diartikan sebagai perbaikan dalam hal penurunan persentase kemiskinan di kabupaten-kabupaten tersebut. Perbaikan dalam penurunan persentase
kemiskinan dialami oleh Kabupaten Lingga, yang posisinya berubah dari kuadran 3 ke kuadran 4, sedangkan perbaikan kondisi yang sangat signifikan dialami oleh
Kabupaten Banjarnegara yang posisinya berubah dari kuadran 4 pertumbuhan rendah, kemiskinan rendah ke kuadran 1 pertumbuhan tinggi, kemiskinan rendah.