Konsep dan Kriteria Kabupaten Tertinggal

27

2.1.8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal P2IPDT

Instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal P2IPDT dilaksanakan di bawah tanggung jawab Deputi Bidang Peningkatan Infrastruktur Kementrian PDT. Deputi Bidang Peningkatan Infrastruktur selain sebagai penanggungjawab instrumen, juga melaksanakan fungsi operasionalisasi kebijakan di bidang infrastruktur pedesaan. P2IPDT dicanangkan dan dilaksanakan di kabupaten tertinggal sebagi solusi mengatasi ketimpangan infrastruktur. Instrumen ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pokok dari pemerintah kepada daerah tertinggal di bidang pembangunan infrastruktur pedesaan dan menjadi stimulan kegiatan pendukung atau pendorong dan pemicu pembangunan infrastruktur daerah melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi, informasi dan telekomunikasi, sosial, ekonomi dan energi, dalam membentuk bantuan sosial, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi lokal. Bantuan stimulan bersifat komplementer dan integral terhadap sektor terkait dan dengan program daerah yang bersangkutan. Instrumen P2IPDT dilaksanakan pada kabupaten tertinggal, dengan tujuan antara lain: a. Sebagai bahan dari implementasi kebijakan pengembangan infrastruktur pedesaan dalam bidang transportasi, informasi dan telekomunikasi, sosial, ekonomi dan energi di daerah tertinggal yang dapat difasilitasi oleh Kementrian PDT. b. Merupakan upaya Kementrian PDT dalam mengurangi keterisolasian daerah tertinggal agar menjadi daerah maju yang setara dengan daerah lainnya. c. Memberikan arah dan panduan teknis terhadap pelaksanaan program P2IPDT di daerah tertinggal. d. Menjamin terlaksananya koordinasi pusat dan kabupaten dalam pelaksanaan bantuan stimulan infrastruktur pedesaan. Ruang lingkup dari instrumen P2IPDT pada dasarnya adalah melaksanakan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan koordinasi, pemantauan, pengawasan, pelaksanaan koordinasi dan pelaporan yang meliputi: a. Bantuan peningkatan infrastruktur transportasi b. Bantuan peningkatan infrastruktur informasi dan telekomunikasi c. Bantuan peningkatan infrastruktur ekonomi d. Bantuan peningkatan infrastruktur energi.

2.1.9. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kemiskinan

Schiller 2004 menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang dapat menjadi penyebab kemiskinan, antara lain: 1. Kurangnya motivasi atau keterampilan individu 2. Adanya hambatan sosial terhadap akses pada kesempatan society’s barrier to opportunity 3. Kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan dan partisipasi kerja Hasil penelitian dari Siregar dan Wahyuniarti 2007 dalam penelitiannya mengunakan fixed effect model menyimpulkan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang didekati dari besaran Produk Domestik Regional Bruto PDRB, namun besarnya pengaruh tersebut relatif tidak besar. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruhnya masing-masing relatif kecil. Peningkatan pangsa sektor pertanian dan pangsa sektor industri terhadap PDRB juga cukup signifikan mengurangi kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan. Iradian 2005, dalam studi mengenai peranan pertumbuhan, ketimpangan dan pengeluaran pemerintah menunjukkan bahwa perubahan jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pertumbuhan PDB per kapita atas dasar harga konstan, perubahan ketimpangan pendapatan yang didekati dengan variabel indeks gini dan perubahan pengeluaran pemerintah yang diukur melalui persentasenya terhadap PDB. Iradian 2005 menggunakan dua metode ekonometrik, yakni Ordinary Least Square OLS dan Generalized Method of Moment GMM. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pertumbuhan PDB per kapita atas dasar harga konstan 29 dan perubahan ketimpangan pendapatan signifikan secara statistik dalam mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi akan mengurangi kemiskinan jika dibarengi dengan penurunan ketimpangan sedangkan penurunan kemiskinan akan sulit terjadi jika pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan adanya peningkatan ketimpangan pendapatan. Hajiji 2009 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Riau dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan, namun ketimpangan pendapatan tersebut tidak memiliki efek yang signifikan pada tingkat kemiskinan. Penelitian tersebut menggunakan analisis regresi data panel untuk melihat hubungan antara pertumbuhan, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa efek positif dari pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan mendominasi efek negatif dari adanya ketimpangan pendapatan. Fan, et al. 2002 menganalisis peranan pertumbuhan, ketimpangan dan pengeluaran pemerintah melalui investasi publik di daerah pedesaan Cina dalam mengurang kemiskinan. Fan, et al. mengembangkan model persamaan simultan untuk mengestimasi efek perbedaan jenis pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah berperan dalam mendorong investasi yang juga mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah dalam hal ini, tidak hanya berperan dalam meningkatkan pertumbuhan, namun juga mampu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di daerah pedesaan Cina. Seetanah, et al. 2009 membandingkan model panel data fixed effect dan GMM dinamis dalam melihat pengaruh investasi publik khususnya investasi infrastruktur dalam mengurangi kemiskinan di negara berkembang. Hasil penelitian menggunakan kedua model tersebut mendukung pernyataan bahwa infrastruktur transportasi dan komunikasi merupakan alat yang efisien dalam memerangi kemiskinan di pedesaan. Sehingga, kebijakan pemerintah seharusnya memperhatikan pentingnya perbaikan akses penduduk miskin pada infrastruktur transportasi dan komunikasi.