19
peran guru sebagai pembimbing yang akan menjadi pendamping siswa ketika mengalami kekerasan maupun mendampingi pelaku, peran guru sebagai mediator
yang mendukung guru untuk melakukan tindakan preventif dan kuratif agar tercipta lingkungan yang berkualitas dengan mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial
yang baik tanpa adanya bullying, dan peran guru sebagai penasehat yang akan menangani kasus bullying dengan cara memberikan konseling maupun saran baik
pada pelaku ataupun korban.
B. Perilaku Bullying
1. Pengertian Bullying
Seluruh siswa yang berada di dalam sekolah dapat menjadi korban bullying. Korban kadang tidak menyadari perilaku ini terjadi pada dirinya karena bullying
dapat tersamarkan lewat bahan lelucon antar teman atau korban merasa terlalu sensitif dan berlebihan dalam menghadapi lelucon teman. Padahal nyatanya perilaku ini
termasuk sesuatu yang serius yang dilakukan oleh pelaku yang bisa jadi merupakan teman sekelas kakak kelas, guru, kepala sekolah atau bahkan orangtua itu sendiri.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga tedapat di negara lain. Bisa dikatakan bahwa bullying adalah fenomena yang meluas di berbagai belahan dunia
bahkan di negara maju sekalipun. Fenomena ini terjadi di semua sekolah. Bullying atau intimidasi merupakan masalah yang setiap sekolah memilikinya dengan
perbedaan pada seberapa meluasnya perilaku tersebut, tingkat penindasannya serta bagaimana sekolah memerangi dan mengatasi hal ini Parsons, 2009: 2.
20
Definisi bullying atau perilaku intimidasi diperlukan agar terdapat perbedaan yang jelas antara kegiatan bermain lelucon antar teman atau memang perilaku
bullying itu sendiri. Pendapat dari Peter Randall dalam Parsons, 2009: 9 merumuskan perilaku intimidasi sebagai perilku agresif yang muncul dari suatu
maksud yang disengaja untuk mengakibatkan tekanan kepada orang lain secara fisik dan psikologis. Tekanan yang dimaksud dapat berupa kata-kata verbal yang
merendahkan atau mengancam sampai berupa tindakan melukai anggota tubuh yang disengaja oleh pelaku agar orang terintimadasi. Pengertian bullying yang lainnya
didapatkan dari jurnal elementary school teachers perception of bullying and the need for bullying prevention programs yang mengatakan bahwa The term bullyingrefers to
a form of aggressive behavior with an imbalance of power; the dominant persons intentionally and repeatedly causes distress by tormenting or harassing another less
dominant persons atau bullying merujuk pada bentuk perilaku agresif dengan ketidakseimbangan kekuasaan; orang-orang yang dominan dengan sengaja dan
berulang kali menyebabkan kesulitan dengan menyiksa atau melecehkan orang kurang dominan lain Pepler Atlas dalam Gerend, 2007.
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa di dalam perilaku bullying terdapat ketidakseimbangan kekuatan dimana siswa yang memiliki power seperti kekuasaan,
kepopuleran dan kekuatan akan menindas siswa yang tidak memiliki hal tersebut powerless. Pendapat yang serupa mengenai juga perbandingan kekuatan
disampaikan pula oleh Surilena 2016: 35 bahwa perilaku bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan secara berulang oleh seseorang atau sekelompok
21
orang yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Di dalam buku
parent’s guide dari pihak SDIT LHI sendiri dikatakan bahwa perilaku bullying disebut juga dengan perilaku intimidasi
diantaranya membuat siswa lain tidak nyaman, termasuk kekerasan fisik dan kata- kata kotor. Siswa yang terkena atau melakukan bullying, dikatakan oleh Olweus
memiliki karakteristik yakni, a student is characterized as being bullied or victimized when he or she is exposed, repeatedly and over time, to negative actions on the part
of one or more other students dalam Eriksen, Nielsen Simonsen: 2012. Pendapat Olweus ini berarti seorang siswa dicirikan sebagai seseorang yang terintimidasi atau
seorang korban bullying apabila dirinya terkena berulangkali aksi negatif dari satu orang atau lebih siswa lain.
Aksi negatif yang dilakukan para pelaku biasanya menjadikan korban yang lemah sebagai objek lelucon yang sifatnya disengaja. Hal ini didukung oleh
pengertian bullying oleh Thomson 2011:10 yang mengatakan, bullying is basically when someone does or says something deliberately intended to cause hurt or
embarrassment to their target. Dari pengertian ini didapatkan faktor yang membedakan bullying dengan permainan lelucon antar siswa yang berlebihan adalah
dengan sengaja deliberately dan niat intended. Niat seseorang dalam melakukan sesuatu menentukan apakah perilaku tersebut termasuk ke dalam ranah intimidasi
atau bukan. Hal lain yang dapat dijadikan patokan apakah perilaku siswa masuk ke dalam kategori bullying menurut Thomson 2011:11 adalah bullying is aimed at
singling the target out, ruining the target confidence, making them feel depressed and
22
as though they don’t belong. Bullies enjoy watching their targets suffer yang memiliki arti intimidasi ditujukan untuk membuat target korban terasing, merusak
kepercayaan diri target, membuat mereka merasa tertekan dan seolah-olah tidak termasuk dalam kelompok teman sebaya manapun serta si pengintimidasi menikmati
menonton target menderita. Akan tetapi walaupun terdapat ketidaksengajaan, guru dapat menunjukkan
pada siswa bahwa walaupun siswa tidak sengaja dan tidak berniat untuk menyakiti teman lain hal itu tidak dapat dibenarkan dan guru harus membantu siswa untuk
memahami bahwa apa dia lakukan bukan perilaku yang seharusnya. Pengertian yang diberikan oleh guru dapat membuat siswa memahami definisi tentang intimidasi atau
bullying dengan lebih baik dan menghindarkan siswa dari perilaku ini. Penanganan yang sama juga dijelaskan oleh Parsons 2009: 43 bahwa tiap-tiap peristiwa harus
mendapatkan perhatian dan penanganan, khususnya insiden dimana pelaku dan korban mengaku bahwa mereka hanya bergurau. Parsons menjelaskan lebih lanjut
bahwa guru dapat memberi label pada perilaku tersebut alih-alih pada siswa yang mengatakannya. Perhatian dan penanganan dari guru juga perlu dilakukan apabila
terdapat anak dengan ciri-ciri yang Mayer Furlong sampaikan telah terkena bullying yakni adanya luka-luka ditubuh, atau dijumpai dampak mental seperti
mogok sekolah yang sering, sulit berkonsentrasi, prestasi yang menurun, adanya mimpi buruk, anak menjadi lebih cengeng atau pemarah, depresi, cemas dan lainnya
2010: 16-26. Untuk itulah, lingkungan kelas dan sekolah harus dibuat seaman mungkin bagi semua siswa.
23
Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat Eriksen, Nielsen Simonsen, Parsons, Gerend, Thomson, Surilena, Mayer Furlong serta pihak sekolah yakni
SDIT LHI adalah perilaku bullying merupakan perilaku agresif yang cenderung berulang, ditujukan untuk membuat korban merasa tidak nyaman secara fisik atau
mental, baik sengaja atau tidak sehingga menyebabkan korban menjadi lemah, tertekan dan terasing dari lingkungan pergaulan, dan perbuatan ini dapat dilakukan
oleh sekelompok orang atau individu serta perlu ditangani oleh guru apabila terdapat gejala siswa yang menjadi korban bullying.
2. Jenis bullying