Siklus II 1 Tahap Persiapan

86 kendala apa yang dialami selama bermain peran. Masing- masing anak menceritakan perasaan dan kendala mereka mengenai kegiatan yang baru saja dilakukan. Peneliti kemudian memberikan pertanyaan kepada kelompok pengamat mengenai kekurangan atau kelebihan dalam proses role pleying. Bersama dengan siswa peneliti berdiskusi mengenai perasaan mereka jika dituntut untuk menjalani peran bekerjasama atau tidak dalam kehidupan sehari-hari. Setelah proses pemberian tindakan V selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan selanjutnya yaitu dengan tema menolong. Siswa yang belum terpilih menjadi pemeran akan dipilih pada tindakan selanjutnya b Pemberian tindakan VI: Menolong Tindakan V I dilaksanakan dengan tema “Menolong”. Pemberian tindakan VI ini bertujuan agar siswa mampu berempati dan mengerti pentingnya menolong orang lain. Pemeran pada tindakan VI ini adalah YKP, MKA, dan WN. Anggota yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pertemuan kedua juga mengalami peningkatan, seolah- olah kelompok ini berlomba-lomba dengan kelompok lainnya. Semua anggota sudah tidak merasa malu-malu lagi dalam berperan dan ada yang mencoba berekspresi dalam berperan. 87 WN yang lebih antusias untuk menghayati dan berekspresi. Pada awal cerita WN merasa peran yang dimainkan kurang, kemudian dia meminta dilangi. Saat bermain peran diulangi kelompok ini berjalan sangat baik. Anggota lain juga bermain dengan penuh ekspresi dan menghayati cerita. Kelompok pengamat cukup mudah memahami isi cerita dan bahkan sangat mudah untuk memberikan komentar karena paham dengan isi cerita. Selesai penampilan role playing dengan tema menolong, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Diskusi dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, karena semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai penampilan yang sudah dilakukan oleh temannya. Setelah pertemuan selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan berikutnya. Anggota yang belum dipilih akan tetap menjadi pengamat. c Pemberian tindakan VII: Toleransi Pemberian tindakan VII ini dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2015 dengan tema “Toleransi”. Kegiatan role playing ini diperankan oleh DeYA, SAJ, dan RHJ. Siswa yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat seperti biasanya. 88 Kelompok pada tindakan VII ini terlihat semakin membaik, pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Mereka mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali ini mereka seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya. Kelompok ini mencoba menyajikan penampilan yang sempurna. Pada tindakan sebelumnya SAJ sangat percaya diri. Pada kesempatan ini anggota lain juga menunjukkan sikap percaya diri tinggi dengan berperan lebih santai dan mampu mengekspresikan peran yang dijalani. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Dengan adanya tepuk tangan dan teriakan yang meriah menandakan bahwa pengamat memperhatikan kegiatan serta keberhasilan pemeran dalam menjalankan tugas. Tetapi untuk cerita yang diperankan, semua anggota mampu memahami toleransi itu seperti apa. Guru BK memimpin diskusi mengenai toleransi. Sebelum diskusi dimulai, seperti biasa peneliti menanyakan perasaan pemeran setelah memerankan tokoh yang ada dicerita. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diikuti dengan antusias oleh kelompok pengamat. Kelompok pengamat menyampaikan pendapat yang berbeda dari satu anak dengan anak lainnya. 89 d Pemberian tindakan VIII: Komitmen Pemberian tindakan VIII dengan tema “Komitmen”. Pemberian tindakan VIII ini bertujuan agar siswa mempunyai komitmen tinggi untuk tetap berada dalam kelompok meskipun banyak godaan atau konflik yang menyebabkan anggota berpikiran untuk meningalkan kelompok tersebut. Pemeran pada tindakan VIII ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Anggota lain yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pada pertemuan ini sudah terlihat adanya perubahan dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak sungkan lagi untuk bermain peran dengan lawan main kakak kelasnya. DTS sudah berani memberikan masukan atau berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada tindakan sebelumnya, DTS hanya diam dan malu-malu untuk menanggapi pendapat anggota lain dalam briefing. Selesai penampilan role playing dengan tema komitmen, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dipimpin guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemeran terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan dan pentingnya komitmen dalam organisasi. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai 90 penampilan yang sudah dilakukan. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan baik, guru BK bersama dengan peneliti mengajak para siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan. 3 Hasil Tindakan Hasil dari keempat tindakan yang diberikan dalam siklus II ini dapat dilihat dari observasi, wawancara, dan post test. Pemberian post test II dilakukan pada hari Sabtu 31 Oktober 2015. Berikut hasil post test II terhadap 26 anggota OSIS setelah diberikan tindakan: Tabel 14. Hasil Post Test II No Subjek Skor Persentase Kategori 1 AF 120 83 Tinggi 2 YLP 117 81 Tinggi 3 DPK 115 80 Tinggi 4 ER 118 82 Tinggi 5 MKA 122 85 Tinggi 6 TANS 117 81 Tinggi 7 DN 123 85 Tinggi 8 FP 116 81 Tinggi 9 DYA 114 79 Tinggi 10 FA 110 76 Tinggi 11 SS 117 81 Tinggi 12 RMP 121 84 Tinggi 13 HP 109 76 Tinggi 14 AR 119 83 Tinggi 15 DeYA 118 82 Tinggi 16 SAJ 117 81 Tinggi 17 VS 116 81 Tinggi 91 No Subjek Skor Persentase Kategori 18 RHJ 120 83 Tinggi 19 HA 114 79 Tinggi 20 PNE 126 88 Tinggi 21 DTS 111 77 Tinggi 22 WBS 120 83 Tinggi 23 SM 109 76 Tinggi 24 DTA 114 79 Tinggi 25 WTA 110 76 Tinggi 26 WN 114 79 Tinggi Rata-rata 116,4 81 Berdasarkan hasil pada post test II, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang lebih baik lagi mengenai kohesivitas kelompok. Data setelah dilakukan post test II dari 26 anggota OSIS diperoleh skor tertinggi adalah 126 dan skor terendah adalah 109. Peningkatan Kohesivitas didukung oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa anggota OSIS saling bekerjasama dan menolong antar anggota tanpa diminta. Hal tersebut terlihat sebelum pemberian tindakan ke II dalam siklus II. Anggota OSIS bekerjasama merapihkan meja dan kursi dalam ruangan tempat role playing dilakukan. Sebagian anggota lagi membantu dengan membersihkan lantai yang terdapat sobekan-sobekan kertas. Untuk aspek toleransi baru muncul pada diskusi setelah tindakan ke III pada siklus ke II. Siswa tersebut dapat mengontrol egonya dalam mengemukakan pendapat dan memberi kesempatan orang lain yang berpendapat supaya menyelesaikan apa yang sedang 92 diutarakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah tidak diragukan lagi. Angota OSIS sudah menunjukkan bahwa mereka ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kenyamanan siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, siswa sudah mampu mengungkapkan alasan mereka mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi, dan berkomitmen didalam kelompok. Dalam proses wawancara, peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya peningkatan melalui jawaban dari anggota OSIS yang berbeda-beda. Dalam wawancara, peneliti juga menyoroti siswa SAJ dan DTS. Awalnya SAJ dan DTS malu-malu dalam berperan maupun berpendapat dalam diskusi. Pada siklus II, SAJ dan DTS sudah tidak malu-malu lagi dalam berpendapat karena masih bersama teman-temannya. Ketika wawancara ternyata SAJ dan DTS mampu mengutarakan pendapatnya dengan jelas meskipun pada awalnya sedikit malu-malu. Pada dasarnya, semua anggota OSIS mampu mengutarakan pendapatnya dengan jelas dan tidak tegang. 4 Refleksi Akhir Refleksi dilakukan peneliti dengan guru BK. Dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan dan kekurangan yang ada dalam tindakan selama siklus II berlangsung. Pada dasarnya, siklus II sudah berjalang dengan baik. Terdapat peningkatan kohesivitas 93 pengurus OSIS yang ditunjukkan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pre test, post test I, dan post test II pada tabel berikut: Tabel 15. Skor Perbandingan Pre Test, Post test I, dan Post Test II. No Nama Subjek Pre Test Post Test I Post Test II Pening katan Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori 1 AF 122 Tinggi 120 Tinggi 120 Tinggi -2 -1 2 YLP 70 Rendah 88 Sedang 117 Tinggi 47 33 3 DPK 101 Sedang 112 Tinggi 115 Tinggi 14 10 4 ER 117 Tinggi 126 Tinggi 118 Tinggi 1 1 5 MKA 107 Sedang 117 Tinggi 122 Tinggi 15 10 6 TANS 117 Tinggi 110 Tinggi 117 Tinggi 7 DN 122 Tinggi 128 Tinggi 123 Tinggi 1 1 8 FP 108 Tinggi 120 Tinggi 116 Tinggi 8 6 9 DYA 99 Sedang 105 Sedang 114 Tinggi 15 10 10 FA 109 Tinggi 109 Tinggi 110 Tinggi 1 1 11 SS 117 Tinggi 117 Tinggi 117 Tinggi 12 RMP 112 Tinggi 115 Tinggi 121 Tinggi 9 6 13 HP 109 Tinggi 110 Tinggi 109 Tinggi 14 AR 103 Sedang 112 Tinggi 119 Tinggi 16 11 15 DeYA 107 Sedang 114 Tinggi 118 Tinggi 11 8 16 SAJ 106 Sedang 110 Tinggi 117 Tinggi 11 8 17 VS 112 Tinggi 112 Tinggi 116 Tinggi 4 3 18 RHJ 103 Sedang 113 Tinggi 120 Tinggi 17 12 19 HA 118 Tinggi 114 Tinggi 114 Tinggi -4 -3 20 PNE 116 Tinggi 118 Tinggi 126 Tinggi 10 7 21 DTS 98 Sedang 102 Sedang 111 Tinggi 13 9 22 WBS 111 Tinggi 109 Tinggi 120 Tinggi 9 6 23 SM 108 Tinggi 110 Tinggi 109 Tinggi 1 1 24 DTA 99 Sedang 106 Sedang 114 Tinggi 15 10 25 WTA 71 Rendah 90 Sedang 110 Tinggi 39 27 26 WN 101 Sedang 106 Sedang 114 Tinggi 13 9 Rata-rata 106,3 74 111,3 77 116,4 81 10,2 7 94 Berdasarkan hasil pre test, post test I, dan post test II menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas anggota kelompok dengan perolehan skor rata-rata 10,2 atau 7. Semua anggota OSIS sudah mencapai kategori tinggi pada siklus II dengan skor terendah 109 dan skor tertinggi 126. Perbandingan antara hasil pre test dengan post test II sudah mengalami peningkatan yang baik. Meskipun terdapat beberapa anggota yang mengalami penurunan skor, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kohesivitas anggota kelompok. Skor rata-rata kohesivitas anggota kelompok tetap mengalami peningkatan dibandingkan hasil pre test dan post test I. Artinya, skor terbesar dan terkecil dihitung berdasarkan jumlah skor peningkatan menunjukkan bahwa seluruh anggota OSIS sudah mengalami peningkatan skor dengan kategori tinggi yaitu skor lebih tinggi atau sama dengan 108 dengan persentase 75. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas dalam pengurus OSIS. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas tugas, dan bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu sikap menolong dengan kesadaran diri sendiri tanpa diminta juga ditunjukkan oleh anggota. Pada aspek toleransi terdapat peningkatan yang cukup baik dengan saling menghargai pendapat … 95 atau usaha orang lain selama pemberian tindakan.toleransi ditunjukkan oeh pengurus saat pelaksanaan role playing dan diskusi setelah tindakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam kelompok. Meskipun pada awalnya ada satu atau dua anak yang malu mengutarakan pendapat, tapi lama kelamaan merasa nyaman dan dengan santai mengungkapkan pendapatnya. Grafik hasil penelitian terhadap 26 anggota OSIS setelah pemberian tindakan dengan dua siklus menunjukkan adanya peningkatan skor kohesivitas anggota kelompok berdasarkan hasil pre test, post test I, dan post test II grafik terlampir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari perbandingan hasil pre test dengan post test I maupun post test II. Perbandingan hasil 96 peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari pre test dengan post test I maupun post test II berikut: Gambar 2. Grafik Peningkatan Skor Rata-rata Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu skor kohesivitas anggota kelompok mencapai lebih dari sama dengan 108 atau pada kategori tinggi dengan persentase rata-rata 75. Setelah refleksi, didapat hasil yang baik dalam peningkatan kohesivitas dengan tercapainya target yang sudah ditetapkan yaitu dengan perolehan skor terendah 109 atau rata-rata skor secara keseluruhan adalah 116,4 dengan persentase 81. Sehingga peneliti bersama guru BK bersepakat bahwa penelitian tindakan dapat dihentikan. Dapat disimpulkan bahwa kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit telah mengalami peningkatan setelah diberikan VIII tindakan menggunakan role playing. Pre Test Post Test I Post Test II 106.3 111.3 116.4 Grafik Peningkatan Skor Rata-rata 97

B. Pembahasan

Manusia merupakan makhluk sosial yang pada hakikatnya tidak bisa untuk hidup sendiri. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kelangsungan hidupnya tentu melibatkan orang lain. Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dan bekerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan bersosialisasi yang baik agar dapat terjalin hubungan yang baik. Untuk dapat memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah. Perlu adanya latihan atau proses yang lama untuk membentuknya. Membentuk kemampuan bersosialisasi lebih efektif jika dilakukan pada masa remaja. Seperti yang sudah dijelaskan Hall Santrock, 2007: 6 bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan. Apabila masa yang begitu labil antara pikiran dan perasaan dapat ditata rapi, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi remaja dapat berjalan dengan efektif. Pembelajaran sosialisasi perlu dipelajari di lingkungan keluarga, teman sebaya, atau lingkungan sekitarnya. Sebab remaja memiliki perkembangan peran sosial dimana remaja ingin diakui oleh orang lain. Peran sosial remaja dapat kearah positif maupun negatif, mereka ingin menonjolkan diri agar diakui orang lain. Pada remaja, paling mudah melatih kemampuan bersosialisasi pada jenjang SMP khususnya pada organisasi atau ekstrakurikuler. Pada 98 organisasi, siswa dilatih bagaimana cara bersosialisasi. Hal tersebut perlu mendapat pengawasan agar remaja mampu menonjolkan diri dalam rangka mencari identitas diri dengan hal yang positif. Dalam sosialisasi pada suatu kelompok tentu diperlukan juga keeratan antar anggota atau kohesivitas kelompok. Apabila kohesivitas terjalin dengan baik, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi akan berjalan dengan baik. Selain itu kohesivitas juga dapat menjadikan kelompok tersebut menjadi tahan lama dan lebih produktif dari sebelumnya. Kohesivitas kelompok yang kurang, dialami oleh OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Idealnya, suatu organisasi itu harus memiliki kerjasama, saling membantu, sikap solid, saling menghargai, tanggung jawab, dan juga sikap saling menyayangi antar anggota harus dapat tercipta didalam suatu kelompok tersebut. Seperti yang telah diungkapkan Carolina dan Jusman Abu Huraerah dan Purwanto, 2006: 44 bahwa kohesivitas kelompok dapat didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok. Dalam membantu menumbuhkan faktor dalam kohesivitas yang kurang pada pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit, peneliti menggunakan teknik role playing. Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail 2006: 15 menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk 99 2009: 329 adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama. Teknik role playing pada penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Pengurus OSIS merupakan organisasi yang sangat berperan banyak dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, seperti kegiatan lomba Class Meeting, pentas seni, panitia idul adha, dan sebagainya. Subjek dalam penelitian ini adalah semua pengurus OSIS dengan jumlah anggota 26 siswa. Namun anggota yang diamati adalah anggota dengan kategori rendah dan sedang yaitu sebanyak 12 anggota. Peneliti menentukan subjek melalui hasil pre test Tabel 10. Penelitian ini membahas mengenai empat aspek kohesivitas kelompok yaitu kerjasama, menolong, toleransi dan komitmen. Penelitian ini terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari empat tindakan. Siklus pertama pada tindakan I peneliti dan guru BK menyampaikan materi yang telah peneliti susun dengan isi bahasan pengertian dan makna organisasi, pengertian kohesivitas, aspek kohesivitas dan contoh dalam kehidupan sehari- hari. Setelah materi sudah disampaikan oleh guru BK, kegiatan dilanjutkan dengan praktik role playing dengan tema “Kerjasama”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DPK, DYA, dan AR. Anggota lain yang tidak tampil untuk menjadi pengamat selama berlangsungnya role playing. Pada tindakan 100 I ini pengamat masih terlihat kurang serius, terlihat beberapa anggota ada yang mengobrol dan membuat kelas menjadi gaduh. Pemeran masih sedikit malu-malu dan tegang, namun semua itu dapat teratasi. Secara keseluruhan siswa dapat mengikuti dengan baik walaupun terdapat beberapa kendala. Tindakan II dilakukan dengan tema “Menolong”, pemeran pada pertemuan ini adalah YKP, MKA, dan WN. Pemeran pada tindakan ini sudah mengalami peningkatan dari pada pertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini suasana masih sedikit gaduh, namun sudah sedikit mengalami peningkatan yaitu setiap anak mampu mengutarakan pendapatnya. Tujuan dari pertemuan ini adalah agar siswa mampu berempati terhadap orang lain, dan siswa mampu untuk menolong orang yang membutuhkan. Tindakan III dilakukan dengan tema “Toleransi”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DeYa, SAJ, dan RHJ. Pemeran sudah terlihat siap melakukan role playing dan terlihat lebih percaya diri dibandingkan tindakan sebelumnya. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Proses diskusi pun berjalan lancar. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dan semua anggota dapat memahami tentang makna toleransi. Tindakan IV dilakukan dengan tema “Komitmen”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Pertemuan ini terlihat seperti pertemuan pertama, masih malu-malu dan tegang yang dialami salah satu pemeran. Sebab pemeran itu merupakan adik kelas dari dua pemeran lainnya. Namun pertemuan ini dapat berjalan hingga role playing selesai. Diskusi