Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
100 I ini pengamat masih terlihat kurang serius, terlihat beberapa anggota ada
yang mengobrol dan membuat kelas menjadi gaduh. Pemeran masih sedikit malu-malu dan tegang, namun semua itu dapat teratasi. Secara keseluruhan
siswa dapat mengikuti dengan baik walaupun terdapat beberapa kendala. Tindakan II dilakukan dengan tema “Menolong”, pemeran pada
pertemuan ini adalah YKP, MKA, dan WN. Pemeran pada tindakan ini sudah mengalami peningkatan dari pada pertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini
suasana masih sedikit gaduh, namun sudah sedikit mengalami peningkatan yaitu setiap anak mampu mengutarakan pendapatnya. Tujuan dari pertemuan
ini adalah agar siswa mampu berempati terhadap orang lain, dan siswa mampu untuk menolong orang yang membutuhkan.
Tindakan III dilakukan dengan tema “Toleransi”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DeYa, SAJ, dan RHJ. Pemeran sudah terlihat siap
melakukan role playing dan terlihat lebih percaya diri dibandingkan tindakan sebelumnya. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Proses diskusi pun
berjalan lancar. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dan semua anggota dapat memahami tentang makna toleransi.
Tindakan IV dilakukan dengan tema “Komitmen”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Pertemuan ini terlihat seperti
pertemuan pertama, masih malu-malu dan tegang yang dialami salah satu pemeran. Sebab pemeran itu merupakan adik kelas dari dua pemeran lainnya.
Namun pertemuan ini dapat berjalan hingga role playing selesai. Diskusi
101 pada pertemuan ini sudah cukup baik. Dilihat dari munculnya beberapa
pendapat yang berbeda dari tiap anak. Peningkatan pada siklus I sudah baik, yaitu mencapai skor rata-rata
111,7 atau 78 dengan persentase peningkatan sebesar 4, serta terdapat peningkatan skor kohesivitas yang semula rendah menjadi sedang dan ada
beberapa yang mencapai kategori tinggi. Namun hasil tersebut belum mencapai target karena masih ada siswa yang berada pada kategori sedang,
sehingga penelitian ini dilanjutkan pada siklus II. Tema dari siklus II ini sama seperti siklus I yaitu membahas mengenai kerjasama, menolong, toleransi,
dan komitmen. Tindakan V berlangsung sangat baik, pemeran pada pertemuan ini
sudah tidak malu-malu lagi dan hafal alur cerita. Untuk siswa DPK menunjukkan peningkatan yang baik dengan berperan lebih santai.
Ditunjukkan oleh DPK dengan berperan penuh ekspresi dan penghayatan. Untuk anggota lain sudah menunjukkan sikap kerjasama mereka untuk tenang
dan membantu pemeran agar lebih berkonsentrasi dalam berperan. Tindakan VI berlangsung dengan baik, seolah-olah kelompok ini
berlomba-lomba dengan kelompok lainnya. Semua anggota sudah tidak merasa malu-malu lagi dalam berperan. WN yang lebih antusias untuk
menghayati dan berekspresi. Kelompok pengamat cukup mudah memahami isi cerita dan bahkan sangat mudah untuk memberikan komentar karena
paham dengan isi cerita. Kerjasama anggota semakin terlihat dengan saling
102 tolong menolong anggota dalam mempersiapkan kelas dan membersihkan
sebelum kegiatan dilakukan. Tindakan VII berjalan sangat baik. Pemeran sudah terlihat siap untuk
tampil. Mereka mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali ini mereka
seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya. Peningkatan drastis ditunjukkan oleh SAJ. Pada awalnya SAJ siswa yang malu-malu dan
cenderung diam dalam diskusi. Namun setelah pertemuan siklus I, SAJ mulai berani berbicara dan pada siklus II mampu berperan dengan santai dan
nyaman serta penuh percaya diri. Tindakan VIII sudah berjalan baik. Pada pertemuan ini sudah terlihat
adanya perubahan dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak sungkan lagi
untuk bermain peran dengan lawan main kakak kelasnya. DTS sudah berani memberikan masukan atau berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada
tindakan sebelumnya, DTS hanya diam dan malu-malu untuk menanggapi pendapat anggota lain dalam briefing.
Hasil peningkatan dari empat tindakan pada siklus II ini mencapai skor rata-rata 10,3 atau 7. Skor rata-rata yang diperoleh pada siklus II ini
sebesar 116,4 dengan persentase 81. Skor perbandingan pre test, post test I, dan post test II dapat dilihat pada tabel 15.
Hasil akhir dari pemberian tindakan dengan teknik role playing telah menghasilkan skor yang meningkat
pada seluruh siswa dengan kategori tinggi pada masing-masing siswa dan
103 melampaui kriteria keberhasilan yaitu dengan skor lebih dari sama dengan
108 atau pada kategori tinggi dengan rata-rata lebih dari 75. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas dalam
pengurus OSIS. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas
tugas, dan bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu, kerjasama juga ditunjukkan dalam persiapan sebelum kegiatan. Anggota
OSIS kerjasama dalam mempersiapkan ruangan yang nyaman untuk dilakukan tindakan.
Dalam sikap menolong juga ditunjukkan dengan kesadaran diri sendiri tanpa diminta. Pada awal pemberian pre test mereka terlihat malas untuk
meminjamkan barang karena siswa laki-laki kebanyakan merusak atau menghilangkan sesuatu seperti tutup bolpoin dan sebagainya. Namun
keikhlasan siswa dalam membantu juga ditunjukkan dengan saling membantu dengan meminjamkan penghapus atau bolpoin dari siswa perempuan ke siswa
laki-laki selama kegiatan. Pada aspek toleransi terdapat peningkatan yang cukup baik dengan
saling menghargai pendapat atau usaha orang lain selama pemberian tindakan. Toleransi ditunjukkan oleh pengurus saat pelaksanaan role playing
dan diskusi setelah tindakan. Pengurus mampu menghargai pendapat orang lain dalam diskusi dengan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk
menyelesaikan pendapatnya terlebih dahulu. Toleransi juga diberikan kepada anggota OSIS yang telat dalam mengikuti kegiatan karena dipanggil oleh
104 guru sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat siswa yang telat menjadi lebih
bersemangat dalam mengikuti kegiatan, sebab siswa tersebut merasa dihargai dengan kesibukan pada kegiatannya.
Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan
kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Hal tersebut senada dengan pendapat Shaw Sunarru Samsi Hariadi, 2011: 28
yaitu kelompok yang tingkat kohesinya tinggi akn lebih energik dalam aktivitas kelompok, jarang absen dalam pertemuan dan senang apabila
kelompok berhasil. Selain itu kenyamanan juga ditunjukkan anggota OSIS dalam sesi diskusi setelah tindakan. Anggota OSIS mampu mengutarakan
pendapatnya dengan santai namun jelas maksud yang disampaikan. Komitmen juga ditunjukkan dalam kehadiran. Pada awal tindakan di siklus I,
beberapa siswa masih merasa malas dan ingin cepat pulang. Beberapa kali siswa tersebut melihat jam. Namun pada siklus II, anggota OSIS sudah tidak
mempermasalahkan waktu. Mereka tidak pernah lagi merasa ingin cepat pulang. Pada kegiatan yang dilakukan setiap tindakan berjalan selama 40
menit. Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu
mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan
menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam kelompok. Selain itu, siswa juga mengaku bahwa mereka senang didalam
105 kelompok. Mereka khususnya anggota OSIS sebagai perwakilan kelas merasa
kelompok OSIS ini tidak sepenuhnya membosankan seperti kata orang-orang. Sebagian pengurus OSIS dapat mengutarakan bahwa dia merasa lebih dapat
menghargai pendapat orang lain dengan adanya pengetahuan tentang toleransi. Ketua OSIS mengungkapkan bahwa mungkin setelah kegiatan ini
kerja ketua menjadi lebih mudah, karena setiap anggota mampu mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dengan cara
mendengarkan terlebih dahulu. Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang
berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail 2006: 15 menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi
yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk
2009: 329 adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami
anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama.
Teknik ini secara tidak langsung juga melatih kepercayan diri siswa dan meningkatkan keeratan atau kohesivitas antar anggota.
Peran fasilitator juga sangat penting, terutama dalam pembuatan ide naskah dan mengkondisikan siswa ketika kegiatan berlangsung agar
terlaksana dengan baik. Akhir pelaksanaan tindakan, penelti bersama guru BK melakukan refleksi untuk mengetahui hasil dari tindakan, kekurangan
106 penelitian, perkembangan pada tingkat kohesivitas anggota, dan melakukan
perbaikan. Skor rata-rata hasil pre test siswa sebelum dilakukan tindakan adalah
106,1 atau 74. Setelah dilakukan penelitian siklus I yang terdiri dari empat tindakan, skor rata-rata meningkat menjadi 111,7 atau 78. Siklus II juga
terdiri dari empat tindakan dan skor rata-rata meningkat menjadi
116,4 81.
Peningkatan skor kohesivitas kelompok dalam pelaksanaan tindakan ini serta diperkuat dengan hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa teknik
role playing dapat meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan
kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS melalui teknik role playing di SMP Negeri 3 Sambit, Kab. Ponorogo.