107
surat pengantar dari kepala lingkungan. Selain itu, jika misalnya fotocopy kartu keluarga tiba-tiba ketinggalan atau tidak dibawa ke kantor camat, jika operator
mengenal si pemohon, penerbitan KTP tetap bisa dilaksanakan dengan metode wawancara. Hal ini menunjukkan keluwesan pegawai dalam menjalankan
tugasnya berjalan dengan baik.
6.1.2 Komunikasi
Sebuah kebijakan hanya akan menjadi keputusan dan dokumen yang tidak penting jika tidak dikomunikasikan kepada pelaksana kebijakan dan
penerima kebijakan. Sebelum sebuah kebijakaan diimplementasikan, implementor kebijakan harus mengetahui bahwa suatu keputusan dan perintah yang telah
dibuat untuk melaksanakannya telah dikeluarkan, dan mereka telah mengetahui tugas dan wewenang masing-masing. Nah, dalam hal ini, komunikasi sangat
berperan penting, yaitu mengkomunikasikan isi keputusan, dan juga apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing implementor. Komunikasi merupakan
proses penyampaian informasi yang jelas, akurat, konsisten dan menyeluruh serta adanya koordinasi antara intitusi-institusi terkait dalam proses implementasi, baik
itu secara horizontal, vertical, ataupun diagonal. Agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan efektif, semua
implementor sudah harus memahami secara keseluruhan isi kebijakan atau keputusan. Dalam pelayanan penerbitan KTP, komunikasi mencakup bagaimana
keputusan ditransmisikan, bagaimana kejelasan dan konsistensi informasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, komunikasi di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dan Kantor Camat Medan Denai
Universitas Sumatera utara
108
terjadi secara lisan dan tulisan. Secara lisan terjadi baik horizontal maupun vertical. Secara lisan, antar pegawai seringklai berkomunikasi secara tatap muka
maupun via telepon genggam. Bahkan komunikasi vertical juga terjadi dengan lisan, tatap muka langsung atapun via telepon genggam.
Kejelasan dan konsistensi informasi tentu hal yang sangat mutlak dalam komunikasi kebijakan. Karena bisa berakibat fatal jika terjadi perubahan
informasi karena komunikasi yang tidak tepat. Dalam hal ini, pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan cukup kompak sehingga jika ada
informasi yang kurang jelas tidak segan-segan untuk langsung bertanya kepada si pemberi informasi.
Dalam hal komunikasi tulisan, itu sering terjadi dengan intansi-instansi lain, di luar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Misalnya ketika
ditetapkan kebijakan pengurusan KTP bisa diselesaikan di kantor camat, yaitu dengan menempatkan pegawai dinas di setiap kantor camat, Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kota Medan memberikan surat kepada setiap camat yang ada di Kota Medan untuk hadir rapat membahas kebijakan tersebut. Hal ini menunjukkan
koordinasi yang dibangun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dengan instansi lain berjalan dengan baik. Demikian halnya dengan komunikasi
lisan dan tulisan dapat dikatakan berjalan dengan baik. Metode komunikasi di dalam internal dan eksternal dengan lisan dan
tulisan mungkin berjalan dengan baik. Namun, metode komunikasi dengan sosialisasi kurang berjalan dengan baik. Bagaimanapun, sosialisasi perlu
dilakukan untuk mentransmisikan kebijakan kepada seluruh penerima kebijakan. Memang sosialisasi telah dilakuan dari berbagai media, seperti radio, cetak,
Universitas Sumatera utara
109
televise, maupun tatap muka langsung. Namun, program sosialisasi secara khusus bagi penganut kepercayaan tidak pernah dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Medan. Adapun pernah dilakukan sosialisasi bagi penganut kepercayaan di Kota Medan itu karena diinisiasi oleh lembaga tertentu, yaitu
Aliansi Sumut Bersatu. Jika tidak, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sama sekali tidak punya anggaran dan pogram untuk itu. Padahal, sebenarnya itu sangat
penting, apalagi sosialisasi bagi pelaksana tingkat paling bawah, yaitu kepala lingkungan.
Selain itu, dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa warga, bahwa kenyataannya ada warga Parmalim yang kesulitan mengurus KTP jika
mengosongkan kolom agama di KTP-nya, dan ada yang mudah saja. Masalah ini terjadi pada tingkat yang paling bawah dalam pengurusan KTP, yaitu kepala
lingkungan. Dari wawancara yang medalam, peneliti menemukan bahwa ada kaitan antara hubungan kedekatan antara kepala lingungan dengan pemohon KTP
dengan proses pengurusan KTP. Jika pemohon KTP memiliki kedekatan dengan kepala lingkungan, pengurusan KTP akan berjalan seperti biasa dengan hak
pengosongan kolom agama di KTP bisa dipenuhi, atau tidak ada masalah sama sekali. Namun, jika pemohon KTP tidak memiliki hubungan dekat dengan kepala
lingkungan, maka pengurusan KTP terkesan dibuat lama jika pemohon menuntut haknya untuk mengosongkan kolom agama di KTP nya, sehingga sering terjadi
mereka terpaksa memilih salah satu agama resmi yang diakui agar proses berjalan dengan lancar dan cepat.
Nah, dalam hal ini, menurut peneliti, sosialisasi menjadi sangat penting dilakukan kepada semua subyek terkait dalam pengurusan KTP, agar semua
Universitas Sumatera utara
110
pelaksana kebijakan bekerja sesuai dengan rincian tugas dan prosedur yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur sikap pribadi.
6.1.3 Sumber Daya