90
di KTP, tidak semua juga masyarakat Parmalim mau mengikutinya, karena adanya kemungkinan kesulitan dalam akses layanan public.
5.2.2 Komunikasi
Sebelum suatu kebijakan diimplementasikan, pelaksana kebijakan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan perintah untuk
melaksanakannya telah dibuat. Salah satunya dapat dilihat dari komunikasi yang terjalin diantara pelaksana kebijakan dalam hal penyampaian keputusan serta
sosialisasi keputusan bagi subyek keputusan yang telah dibuat. Komunikasi yang terjali di antara pegawai di kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan menurut Bapak Arpian terjalin dengan baik. Ia mencontohkan subyek wawancara dalam penelitian yang
dilakukan penulis, dimana seharusnya yang diwawancarai adalah kepala dinas, namun karena rasa percaya antara kepala dinas dan kepala bidang, maka
wawancara antara penulis dapat dilakukan dengan kepala bidang, sebagai pengganti kepala dinas untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian
yang dilakukan penulis. Pengakuan yang senada juga disampaikan oleh Hendra Kurniawan, bahwa komunikasi antar pegawai memang berjalan baik, bahwa untuk
menjalankan tugas, semua pegawai harus tahu apa yang harus dikerjakan. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang baik dan kekompakan antar pegawai. Menurut
Hendra, kekompakan itu penting, agar tidak ada rasa canggung dalam bertanya jika ada informasi yang tidak jelas, yang akhirnya mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan.
Universitas Sumatera utara
91
Ibu Sri, selaku operator yang bertugas menerbitkan KTP di kecamatan Medan Denai juga mengakui bahwa komunikasi adalah hal yang mutlak dan
penting, sehingga perlu ada kejelasan. Menurutnya, komunikasi antar admin dan operator berjalan dengan baik. Admin yang bertugas ke dinas selalu memberikan
berita terbaru kepada operator yang memang bekerja sebagai pencetak KTP. Dan dalam hubungan antara admin dengan operator tidak ada sekat, sehingga
komunikasi terjalin hangat dan informasi pun dapat disampaikan dengan baik tanpa mengurangi makna.
Pernyataan ibu Sri ditimpali juga dengan Ibu Julina selaku admin yang selalu bertugas ke kantor dinas setiap Senin dan setiap ada keperluan. Ibu Julina
mengaku bahwa komunikasi terjalin dengan baik, baik antar pegawai di kecamatan maupun antar pegawai di kantor camat dengan kantor dinas. Jika ibu
Julina rapat di kantor dinas, ia selalu menyampaikan hasil rapat kepada kedua operatornya.
Komunikasi dalam organisasi memiliki dua bentuk, lisan dan tulisan. Dalam organisasi formal, komunikasi lisan dan tulisan tentu dipakai, apalagi
dengan berbagai kegiatan yang padat dan pertemuan yang intens. Komunikasi tulisan mungkin hal yang sudah biasa, lalu bagaimana dengan komunikasi lisan.
Dengan adanya telepon seluler sekarang ini, tampaknya komunikasi lisan menjadi sangat mudah. Bapak Arpian mengakui bahwa komunikasi lisan
telah menjadi cara paling efisien dalam penyampaian informasi, selain meningkatkan kekompakan antar pegawai. Komunikasi lisan ini bukan hanya
dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga dilakukan melalui telepon genggam. Artinya, informasi tidak lagi harus disampaikan dengan menemui
Universitas Sumatera utara
92
langsung, tentu ini akan memakan waktu yang cukup lama, jika dibandingkan dengan hanya melalui telepon saja. Sedangkan komunikasi tulisan saat ini hanya
digunakan untuk pihak eksternal saja, atau urusan surat-menyurat. Adanya telepon seluler ini tampaknya benar-benar sangat membantu
proses komunikasi di dalam pendelegasian tugas di dalam organisasi. Bapak Hendra Kurniawan mengatakan bahwa adanya teknologi komunikasi yang
canggih saat ini telah meninggalkan cara lama dalam berkomunikasi di dalam organisasi, baik melalui memo tulisan maupun urusa surat-menyurat di internal.
Saat ini, pemberitahuan tugas sudah sering dilakukan melalui telepon genggam, si bos bisa langsung menelepon bawahan untuk tugas tertentu. Menurut Hendra, cara
seperti itu sangat efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan organisasi luar.
Hubungan dengan organisasi luar tentu dilakukan dengan komunikasi juga, yaitu bentuk koordinasi. Menurut Bapak Arpian, koordinasi dengan pihak eksternal
terjalin dengan baik. Misalnya dalam hal pelayanan KTP yang menggunakan prinsip “jemput bola”, dimana saat ini pengurusan KTP telah selesai di kantor
camat, dimana sebelumnya pengurusan KTP wajib ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Hal ini dilakukan dengan
menempatkan pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan sebanyak 2 hingga 3 orang di setiap kantor camat yang ada di Kota Medan. Semua
pegawai tersebut merupakan pegawai yang memang secara khusus menangani pengurusan KTP. Untuk merealisasikan kebijakan “jemput bola” ini tentu
diperlukan koordinasi antara dinas dengan semua kecamatan yang ada di kota
Universitas Sumatera utara
93
Medan. Hal ini menunjukkan koordinasi antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan berlangsung dengan baik.
Dalam hal pelayanan KTP, khususnya bagi Parmalim, sesuai dengan undang-undang no 23 Tahun 2006 yang telah diperbaharui dengan undang-undang
no 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, apakah masyarakat mengetahu hak mereka akan diperbolehkannya mengosongkan kolom agama di
KTP. Hal ini berkaitan erat dengan komunikasi pelaksana kebijakan dengan masyarakat, khususnya Parmalim.
Selain koordinasi dengan pihak eksternal, bentuk lain dari komunikasi adalah sosialisasi, yaitu upaya pemberitahuan secara missal tentang suatu
kebijakan. Sosialisasi sangatlah penting, agar isi kebijakan tidak hanya diketahui oleh pelaksana tetapi juga diketahui oleh kepada siapa kebijakan akan
diimplementasikan. Dalam hal pelayanan KTP, adalah mutlak dilakukan sosialisasi oleh
pemerintah kepada masyarakat penganut aliran kepercayaan, khususnya substansi undang-undang tentang pengosongan kolom agama di KTP. Jangan sampai
masyarakat tidak mengetahui tentang hak mereka sebagai warga negara. Menurut Bapak Arpian, sosialisasi telah dilakukan dengan berbagai media, baik radio,
cetak, televise, juga tatap muka langsung. Ia mengatakan bahwa sosialisasi melalui radio merupakan cara yang paling sering dilakukan. Sedangkan cara lain,
seperti tatap muka langsung hanya dilakukan jika ada acara tertentu dan ada panggilan dari luar. Artinya, tidak ada program secara khusus dari dinas terkait
dengan sosialisasi tatap muka. Sosialisasi bagi masyarakat Parmalim juga pernah
Universitas Sumatera utara
94
dilakukan oleh dinas pada acara yang memang sengaja diselenggarakan oleh lembaga tertentu bagi Parmalim.
Terkait dengan sosialisasi UU No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Ibu Julina Silalahi sebagai admin penerbitan KTP di Kantor
Camat Medan Denai justru menyatakan tentang ketidaktahuannya tentang sosialisasi yang pernah dilakukan dinas. Menurutnya, sosialisasi mungkin pernah
dilakukan dinas karena masyarakat Parmalim telah mengetahui haknya, seperti
diperbolehkannya pengosongan kolom agama di KTP.
Jika pelaksana kebijakan memberikan pengakuan telah pernah melakukan sosialisasi kepada warga terkait dengan undang-undang no 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya tentang pengosongan kolom agama di KTP, Posan Sinaga, seorang karyawan swasta warga Parmalim
Kecamatan Medan Denai menyatakan pemahamannya tentang pengosongan kolom agama di KTP bahwa ia mengetahui kebijakan tersebut dari organisasi
kepemudaan Parmalim Kota Medan. Sedangkan usaha sosialisasi yang pernah dilakukan oleh pemerintah setempat, ia mengaku tidak pernah mengikuti atau
bahkan ia tidak tahu. Sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Renali Rumapea,
ketua organisasi pemuda Parmalim Kota Medan, yang menyatakan bahwa memang pernah dilakukan sosialisasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Medan. Namun, itu merupakan program dari organisasi pemuda Parmalim, bukan dari dinas. Menurut Renaldi, jika pun tidak dilakukan sosialisasi oleh
pemerintah setempat, mereka pasti mengetahui kebijakan pengosongan kolom agama tersebut. Karena ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan hasil dari
Universitas Sumatera utara
95
usaha tuntutan mereka kepada pemerintah. Meski belum dapat dikaui, minimal pengosongan kolom agama di KTP tersebut telah menjadi tanda bahwa mereka
bukan bagian dari enam agama yang diakui. Adapun sosialisasi yang mereka lakukan hanya untuk mencapai persamaan pemahaman saja, antara pegawai dinas
dengan masyarakat Parmalim, agar tidak berat sebelah.
5.2.3 Sumber Daya