KERANGKA TEORI Dampak program sistem integrasi tanaman ternak terhadap alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani

III. KERANGKA TEORI

3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus dari sawah, jerami, sapi, pupuk organik dan kembali ke sawah lagi Haryanto et al., 1999. Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen dan dapat digunakan sebagai sumber pakan sapi. Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu dikembangkan inovasi teknologi peningkatan kualitas nutrisi jerami padi. Sapi berfungsi sebagai alat penghasil bahan dasar pupuk organik yang akan dipergunakan untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan. Dengan demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peternakan, dan pupuk organik sebagai hasil samping usaha peternakan. Hal tersebut dalam suatu sistem usahatani secara rinci disajikan pada Gambar 2. Produksi jerami padi dapat mencapai 6-8 ton per hektar per panen, meskipun bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun. Wilayah yang mampu panen 2 kali setahun dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi. Disamping jerami padi, dapat pula digunakan dedak padi sebagai salah satu komponen bahan pakan untuk menyusun ransum Haryanto et al., 2002. Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga kerja Haryanto et al., 2002. Dari sisi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan 4-5 kg per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar diharapkan mampu Jerami Padi Ternak Kompos Padi Pasar Input dan Output menghasilkan sekitar 7.3 sampai dengan 11 ton pupuk organik per tahun. Sementara itu, penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton per hektar untuk setiap kali tanam, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1.8 sampai dengan 2.7 Ha dengan dua kali tanam setahun Haryanto et al., 2002. 3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Pelaksanaan kegiatan sistem integrasi tanaman-ternak menerapkan suatu pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi. Hal ini berupa siklus produksi dimana padi memerlukan kotoran sapi sebagai bahan pupuk organik, limbah padi berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan sapi menghasilkan kotoran ternak. Penerapan introduksi sistem ini tentunya tidak sama untuk semua petani dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Suatu introduksi baru dapat diterapkan oleh petani apabila sangat relevan dengan kebutuhan utamanya. Keberadaan dan kecepatan mengadopsi suatu hal yang baru merupakan salah satu indikator dari keberhasilan inovasi tersebut melalui penerapannya yang sangat luas. Beberapa inovasi yang diintroduksikan kepada petani oleh lembaga- lembaga penelitian dan pengembangan banyak yang telah dilaksanakan dengan baik, namun ada pula yang tidak terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Phenomena ini menunjukkan bahwa penerapan inovasi baru tidak dapat digeneralisir pelaksanaannya, dimana hal ini memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang sangat mendalam terhadap interaksi lingkungan petani, lahan, kultur masyarakat dan teknologi. Implikasinya adalah penerapan suatu inovasi harus spesifik lokasi Francis and Hildebrand, 1989 dalam Noman and Douglas, 1994. Mengapa suatu inovasi dapat diadopsi oleh petani dan di pihak lain ditolak dapat menjadi suatu rujukan dalam membangun suatu inovasi untuk petani. Hal ini terkait dengan pendekatan usahatani yang tepat di lapang disamping kesadaran bagi para peneliti untuk mengetahui dengan pasti komunitas petani yang akan menjadi target sasaran. Berbagai faktor yang dapat diidentifikasi sebagai kemungkinan penyebab hal ini adalah: 1 kelayakan ekonomi dan penerimaan sosial dari inovasi yang diintroduksi, 2 derajat kepentingan pada sistem produksi, 3 kemudahan akses input akibat inovasi tersebut, 4 ketersediaan sarana waktu dan tenaga, serta 5 tingkat perbedaan sebelum dan sesudah penggunaan inovasi dari sisi permintaan Soedjana and Kristjanson, 2001. 3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga Rumahtangga dapat dipandang sebagai unit ekonomi yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Pengambilan keputusan di dalam rumahtangga petani tentang tujuan yang ingin dipenuhi dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang tersedia menjadi salah satu variabel utama dalam sistem usahatani. Perilaku rasional dapat dipelajari jika rumahtangga sebagai satu unit ekonomi mempunyai tujuan yang ingin dicapai berdasarkan sumberdaya yang terbatas. Pada dasarnya, tujuan yang ingin dicapai oleh suatu rumahtangga adalah memaksimumkan fungsi kepuasan atau fungsi utilitas dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam rumahtangga. Becker 1965 mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga dan merupakan dasar dari New Household Economics. Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh barang yang dapat dibeli, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan oleh rumahtangga. Beberapa asumsi lain yang dipakai dalam model tersebut adalah 1 waktu dan barang merupakan suatu unsur kepuasan, 2 waktu dan barang dapat dipergunakan sebagai faktor produksi dalam fungsi produksi, dan 3 rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Formulasi ini menyatakan bahwa terdapat dua proses dalam perilaku rumahtangga, yakni proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi unuk memilih barang dan waktu santai yang dikonsumsi. Rumahtangga diasumsikan akan mengkombinasikan waktu dengan sejumlah barang untuk menghasilkan suatu produk, yakni barang yang siap dikonsumsi Z. Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga dalam teori ekonomi rumahtangga menurut Becker 1965 adalah: U = u Z 1 , Z 2 , …Z n 3.1. dimana: Z i = produk yang siap dikonsumsi i = 1,2,…, n. Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditas Z i tersebut secara langsung akan menghasilkan utilitas tertentu. Sehingga fungsi utilitas yang akan dimaksimumkan rumahtangga adalah mengkombinasikan berbagai barang Z i yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Z i = z X i , T i 3.2 m ∑ p i .X i = I = w.T w + V 3.3 i = 1 m ∑ T i = T c = T – T w 3.4 i = 1 dimana: X i : barang ke-i yang dibeli di pasar T i : jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke-i p i : harga barang X ke-i yang dibeli T w : waktu yang dipakai untuk bekerja w : upah per unit T w T c : jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan rumahtangga T : jumlah waktu yang tersedia I : pendapatan total rumahtangga V : pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah Secara lebih praktis, memaksimumkan fungsi tujuan U = X 1 , X 2 , ... X n, T 1 , T 2 , ... T n dibatasi dengan kendala anggaran untuk pembelian barang dan kendala waktu yang tersedia dalam rumahtangga. Nilai pembelian barang dapat dirumuskan dengan Σ p i X i , yang nilainya harus sama dengan nilai penerimaan rumahtangga yang diperoleh dari aktivitas kerja w x T w dan pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah V. Sehingga, ∑ p i .X i = I = w.T w + V, dimana I adalah besaran nilai barang yang sama dengan nilai penerimaan uang rumahtangga, atau dalam hal ini dapat disebut sebagai pendapatan total rumahtangga. Kendala waktu dinyatakan dengan ∑ T i = T c = T – T w , dimana jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan dalam rumahtangga adalah selisih antara total waktu yang tersedia dalam rumahtangga dan waktu bekerja untuk memperoleh pendapatan. Evenson 1976 menyatakan bahwa model yang disusun oleh Becker 1965 secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tahapan, yakni 1 tahap pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga yang menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi, dan 2 tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi dengan anggota rumahtangga berperilaku sebagai perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada ekonomi rumahtangga pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan, dimana pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi. Formulasi Becker tersebut tidak memasukkan variabel waktu santai, sehingga Gronau 1977 mengembangkan model ekonomi rumahtangga dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga. Dengan asumsi bahwa perilaku rumahtangga untuk melaksanakan kegiatan rumahtangga dan waktu santai bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, Gronau berpendapat bahwa tidak adanya variabel waktu santai dalam formulasi Becker disebabkan oleh kesulitan dalam membedakan antara pekerjaan rumahtangga dan waktu santai. Sehingga, model ekonomi rumahtangga menjadi : Z = z X, X s 3.5 dimana : Z : rumahtangga memaksimumkan kepuasan X : total konsumsi barang X s : konsumsi waktu santai Total konsumsi barang terdiri dari konsumsi barang-barang yang dibeli X m dan konsumsi barang-barang yang diproduksi di rumahtangga X h . Karena berfungsi sebagai konsumen dan produsen sekaligus, maka X h yang dihasilkan dari bekerja di rumah H adalah sebagai berikut : X h = f H 3.6 X = X m + X h 3.7 Dalam memaksimumkan kepuasannya Z, rumahtangga dibatasi oleh kendala anggaran, yakni: X m = w N + V 3.8 dimana persamaan ini menunjukkan bahwa konsumsi barang yang dibeli di pasar X m sama dengan tingkat upah w dikalikan dengan waktu bekerja di pasar N dan ditambah penghasilan dari sumber lain V. Kendala lain yang membatasi kepuasan maksimum adalah kendala waktu, yaitu : T = S + H + N 3.9 dimana persamaan ini menunjukkan bahwa total waktu yang tersedia T sama dengan waktu santai S ditambah dengan waktu untuk bekerja dalam rumahtangga H dan waktu untuk bekerja di pasar N. Anggota rumahtangga bersikap rasional dalam mengalokasikan jam kerja dengan memaksimalkan utilitasnya. Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi dalam memaksimumkan kepuasan. Mangkuprawira 1985 menyatakan bahwa setiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja dan tidak bekerja, dimana pilihan bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya, pilihan tidak bekerja, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh. Kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi dalam mencapai kepuasan yang maksimum sebagaimana disajikan dalam Gambar 3. Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi X dan S untuk mendapatkan tingkat kepuasan U . Jika semakin banyak X dan S yang dikonsumsi, akan semakin tinggi tingkat kepuasan U yang dicapai. Gambar 3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga Agar diperoleh kombinasi yang optimum antara jumlah barang yang dikonsumsi dengan waktu santai untuk memperoleh tingkat kepuasan maksimum, maka anggota rumahtangga akan dihadapkan pada kendala anggaran. Hal ini Barang konsumsi Waktu santai U 2 U 1 U X X 1 X 2 S 2 S 1 S meliputi kendala waktu 24 jam sehari dan jumlah anggota rumahtangga dalam menawarkan jumlah jam kerja di pasar sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indifference. Seseorang cenderung meningkatkan konsumsi barang dan waktu santai lebih banyak, yang berarti terjadi pengurangan jam kerja, sehingga terjadi efek pendapatan. Kenaikan tingkat upah menunjukkan harga waktu santai menjadi mahal dan mendorong anggota rumahtangga mensubstitusi waktu santai lebih banyak bekerja untuk meningkatkan konsumsi barang, sehingga terjadi efek substitusi Gambar 4. Gambar 4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan Substitusi Upah Waktu santai W 1 W B E E 1 E 2 U 1 U B’ W’ S S 2 S 1 O S Apabila tingkat upah naik, maka garis anggaran berubah dari yang semula BW menjadi BW 1 sehingga pendapatan meningkat menjadi B’W’ yang sejajar dengan BW . Peningkatan pendapatan ini merupakan efek pendapatan yang mendorong anggota rumahtangga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari SS titik E menjadi SS 1 titik E 1 . Kenaikan tingkat upah menunjukkan perubahan harga waktu menjadi lebih mahal, sehingga mendorong rumahtangga mensubstitusi waktu santainya untuk bekerja lebih banyak guna dapat mengkonsumsi barang. Penambahan waktu bekerja ini merupakan efek substitusi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah jam kerja dari SS 1 titik E 1 ke SS 2 titik E 2 . Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek substitusi. Sebaliknya, kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja jika efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan. Pada mulanya anggota rumahtangga akan bekerja lebih lama pada saat tingkat upah naik, namun sekali tingkat pendapatan mencapai jumlah yang dirasa cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya, maka jam kerja akan dikurangi sehingga waktu santai akan bertambah. Kondisi seperti ini akan menghasilkan kurva penawaran tenaga kerja bersudut negatif, atau backward bending supply curve Nicholson, 2001. Fungsi Lagrangian G ditunjukkan pada persamaan 3.10 yang dapat menurunkan persamaan kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan sebagaimana berturut-turut disajikan pada persamaan 3.11 dan 3.12. Marjinal produk bekerja di rumah sama dengan tingkat marjinal substitusi antara konsumsi barang serta konsumsi waktu, dan sama dengan harga bayangan w seperti pada persamaan 3.11. Sedangkan apabila seseorang bekerja di pasar N0, maka w sama dengan tingkat upah riil w seperti pada persamaan 3.12, dimana µ dan λ masing-masing adalah kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan. G = Z{[X m + fh]L]} + λWN + V-X m + µT-S-H-N 3.10 ∂Z∂L = f΄= µ = w 3.11 ∂Z∂X λ ∂Z∂L = f΄= w = w 3.12 ∂Z∂X Singh et al., 1986 mengembangkan formulasi tersebut dengan model bahwa rumahtangga adalah pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi dalam hubungannya dengan alokasi waktu. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga U adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga X a , konsumsi barang yang dibeli di pasar X m dan konsumsi waktu santai X s . Sehingga, model dasar rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasan melalui konsumsi barang dan waktu menjadi : U = u X a , X m , X s 3.13 Kendala yang dihadapi dalam memaksimumkan kepuasan tersebut tetap kendala produksi, waktu dan pendapatan sebagaimana disajikan berturut-turut dalam persamaan 3.14, 3.15 dan 3.16, yakni: Kendala produksi : Q = Q L, A 3.14 Kendala waktu : T = X l + F 3.15 Kendala pendapatan : P m X m = P a Q-X a – w L-F 3.16 dimana: Q : jumlah produksi rumahtangga A : faktor produksi tetap dalam rumahtangga lahan Q-X a : surplus produksi untuk dijual di pasar P m : harga barang yang dihasilkan di pasar P a : harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga w : upah di tingkat pasar L : penggunaan total tenaga kerja F : penggunaan tenaga kerja rumahtangga w L-F : pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Jika L-F positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah, sedangkan jika negatif terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk bekerja diluar pertanian. Kendala-kendala tersebut dapat digabung dengan mensubstitusi kendala produksi dan waktu kedalam kendala pendapatan, sehingga menjadi bentuk persamaan kendala tunggal, yakni : P m X m + P a X a + w X l = w T + π 3.17 dimana π adalah keuntungan yang ditunjukkan sebagai berikut: π = P a Q L, A – w L 3.18 Sisi kiri persamaan 3.17 merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar dan yang diproduksi rumahtangga X m dan X a serta waktu X s yang dikonsumsi. Sisi kanan merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh model Becker dengan nilai waktu yang tersedia disajikan secara eksplisit. Pengembangan lainnya adalah memasukkan pengukuran keuntungan dengan tenaga kerja dihitung berdasarkan tingkat upah di pasar. Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli X m , barang yang diproduksi rumahtangga X h dan waktu yang dikonsumsi rumahtangga X l serta tenaga kerja L yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah: Pa ∂Q = w 3.19 ∂L Rumahtangga akan menyamakan penerimaan marjinal produksi dari tenaga kerja dengan upah pasar. Dari persamaan tersebut dapat diturunkan penggunaan input L sebagai fungsi dari w dan Pa, sebagai berikut: L = L w, Pa 3.20 Persamaan 3.17 menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan konsumsi komoditas yang dibeli di pasar P m X m , komoditas pertanian yang diproduksi rumahtangga P a X a dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga wX l . Sedangkan sisi kanan persamaan tersebut menunjukkan pendapatan yang diperoleh dari waktu bekerja dalam bentuk upah wT serta keuntungan produksi π yang merupakan total pendapatan rumahtangga. Maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan sebagai berikut: P m X m + P a X a + w X s = Y 3.21 dimana Y adalah pendapatan penuh potensial. Kondisi turunan pertama dalam memaksimumkan kepuasan dengan kendala persamaan 3.21 akan dapat diperoleh fungsi permintaan konsumsi barang dan waktu santai. Memaksimumkan kepuasan rumahtangga dengan fungsi Lagrangian akan diperoleh : Max U = u X m , X a , X s – λ P m X m - P a X a - w X s - Y 3.22 dimana λ adalah pengganda Lagrangian. Dari persamaan 3.22 dapat diturunkan persamaan permintaan konsumsi barang yang dibeli X m , barang pertanian yang diproduksi rumahtangga X a dan konsumsi waktu santai X s berdasarkan kondisi turunan pertamanya, yaitu : ∂U = λ P m 3.23a ∂X m ∂U = λ P a 3.23b ∂X a ∂U = λ w 3.23c ∂X s P m X m - P a X a - w X s = Y 3.23d Berdasarkan persamaan tersebut, fungsi permintaan konsumsi barang yang dibeli di pasar X m , barang pertanian yang diproduksi rumahtangga X a dan konsumsi waktu santai X s adalah sebagai berikut : X m = X m P m , P a , w, Y 3.24a X a = X a P a , P m , w, Y 3.24b X s = X s w, P a , P m , Y 3.24c 3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Singh et al ., 1986 memformulasikan sebuah model tentang perilaku rumahtangga petani yang bersifat dinamis. Secara teoritis, perilaku petani dapat didekati dengan teori produksi dimana fungsi produksi diasumsikan sebagai hubungan antara produksi dan faktor produksi secara kontinyu. Dalam Agricultural Household Model , Singh and Janakiram 1986; Barnum and Squire 1979; dan Bagi and Singh 1974 menganalis aspek produksi rumahtangga petani dengan model simultan dan parsial. Dalam penelitian ini keputusan produksi merupakan jumlah produksi pertanian kotor Q adalah fungsi dari penggunaan lahan dan ternak A, persediaan modal usaha K, tenaga kerja keluarga N f , tenaga kerja luar keluarga N o , dan teknologi T ek . Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, kegiatan produksi meliputi kegiatan produksi usaha padi Q P dan usaha sapi Q S , sehingga masing-masing fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai: Q P = f A, K, N f , N o , T ek 3.25 Q S = f A, K, N f , N o , T ek 3.26 Fungsi produksi usahatani yang dibuat merupakan penjabaran bentuk umum fungsi produksi dalam Agricultural Household Model, dimana produksi tergantung pada tingkat penggunaan input tetap, penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi. Penggunaan input tetap dapat berupa luas lahan dan modal usaha, sedangkan karakteristik produksi meliputi penggunaan teknologi dan kebutuhan kredit. Penggunaan input merupakan fungsi turunan dari fungsi kepuasan maksimum dengan kendala produksi, ketersediaan tenaga kerja dan pendapatan. Nilai optimal penggunaan faktor-faktor input ini merupakan permintaan dari rumahtangga terhadap faktor-faktor input tersebut, yang besarnya tergantung dari harga input dan tingkat produksinya. Dengan demikian fungsi permintaan faktor- faktor input adalah fungsi dari harga input dan tingkat produksi yang dapat dinyatakan sebagai Nicholson, 2001 X i = X i w 1 , …, w n , Q 3.27 Dengan asumsi Q, A, K dan N pada persamaan 3.25 dan 3.26 diperjual-belikan pada pasar persaingan sempurna dengan harga masing-masing P, r, v dan w, maka pada kondisi penerapan teknologi tertentu, untuk memperoleh keuntungan maksimum dari masing-masing faktor input perlu menurunkan first order condition dari fungsi Lagrangian dalam memaksimumkan keuntungan. Kondisi syarat minimum yang harus dipenuhi dari faktor input tersebut menjadi: ∂π = r – λ ∂f = r - MP A = 0 3.28a ∂A ∂A ∂π = v – λ ∂f = v - MP K = 3.28b ∂K ∂K ∂π = w – λ ∂f = w - MP Nf = 0 3.28c ∂N f ∂N f ∂π = w – λ ∂f = w - MP No = 0 3.28d ∂N o ∂N o Karena persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai biaya marjinal, maka persamaan diatas dapat diubah menjadi: r – MC. MP A = 3.29a v – MC. MP K = 0 3.29b w – MC. MP Nf = 3.29c w – MC. MP No = 0 3.29d Berdasarkan tujuan rumahtangga yang ingin memaksimumkan keuntungan, maka harus dipenuhi syarat dimana P = MC, sehingga diperoleh: r – P. MP A = 0 atau r = P. MP A 3.30a v – P. MP K = 0 atau v = P. MP K 3.30b w – P. MP Nf = 0 atau w = P. MP Nf 3.30c w – P. MP No = 0 atau w = P. MP No 3.30d Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga harus menggunakan faktor-faktor produksinya hingga batas saat mana nilai produktivitas marjinal faktor yang bersangkutan sama dengan tingkat harga satu unit faktor tersebut di pasar. 3.4. MODEL REKURSIF DAN NON REKURSIF Secara teoritis, saling ketergantungan antara proses produksi dan konsumsi menimbulkan dua pendekatan yang berbeda, yakni model rekursif dan non rekursif. Model rekursif berlaku atas dasar asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi ketergantungan secara sekuensial, dimana keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, bukan sebaliknya Singh et al., 1986; Coyle, 1994. Asumsi ini berlaku pada kondisi 1 pasar input dan pasar output bersaing, 2 tidak terdapat biaya transaksi dan pertukaran, 3 terjadi substitusi sempurna dalam kegiatan produksi antara tenaga kerja sewa dengan tenaga kerja keluarga, 4 terdapat substitusi sempurna antara penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani dan luar usahatani, dan 5 produktivitas usahatani tidak tergantung pada konsumsi usahatani. Jika asumsi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka model yang digunakan termasuk dalam kelompok model non rekursif.

3.4.1. Model Rekursif

Seandainya diumpamakan rumahtangga petani mengkonsumsi produk usahatani, X a , produk dibeli di pasar, X m , dan waktu santai, S, maka rumahtangga diasumsikan mempunyai fungsi utilitas dengan turunan parsial positif. U = u X a , X m , S 3.31 Dengan kendala anggaran sebagai faktor pembatas, dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, maka jumlah pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang X m pada harga P m akan memerlukan anggaran sebesar X m x P m , dimana besarnya harus sama dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga dari berbagai sumber. Persamaan fungsi anggaran menjadi: P m X m = P a Q a -X a + P c Q c – P v V– w L-F + n N + E 3.32 dmana: P m X m : total anggaran yang tersedia Q a , Q c : komoditas pertanian yang diproduksi sendiri P a , P c : harga komoditas pertanian Qa dan Qc P v : harga input variabel V L : tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada usahatani F : tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian N : tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar pertanian w : tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian n : tingkat upah tenaga kerja diluar sektor pertanian E : pendapatan keluarga diluar upah sewa, bunga, dll. Selisih antara L dan F merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan tenaga kerja pada usahatani sendiri. Jika nilai ini positif, maka penggunaan tenaga kerja pada usahatani sendiri, termasuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga, lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja keluarga pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pada usahatani sendiri terdapat pengeluaran upah sewa tenaga kerja. Apabila nilai ini negatif, berarti penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani sendiri, sehingga terdapat penerimaan upah tenaga kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian. Ketersediaan tenaga kerja keluarga juga menjadi salah satu kendala bagi rumahtangga petani dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, yang direpresentasikan oleh: T = F + N + S atau F = T – N – S 3.33 dimana: T : jumlah tenaga kerja potensial yang tersedia pada keluarga F : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian N : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar pertanian S : jumlah tenaga kerja potensial untuk bersantai Apabila kendala tenaga kerja ini disubstitusikan dengan kendala anggaran, maka akan diperoleh: P m X m = P a Q a -X a + P c Q c – P v V– w{L-T-N-S} + n N + E 3.34 atau: P m X m = P a Q a - P a X a + P c Q c – P v V– w L + w T– w N – w S + n N + E Dalam bentuk keseimbangan hal tersebut menjadi: P m X m + P a X a + w S = Y = P a Q a + P c Q c – P v V– w L + n – w N + w T + E 3.35 Sisi kiri persamaan tersebut menunjukkan nilai konsumsi produk yang dibeli di pasar, nilai produk pertanian hasil usahatani sendiri dan nilai waktu santai yang diukur dengan tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian. Sedangkan sisi kanan persamaan merupakan pendapatan petani sesuai konsep Becker 1965 yang terdiri dari nilai produksi dikurangi komponen biaya usahatani. Selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga diluar pertanian diukur dengan tingkat upah sektor pertanian dan non pertanian. Sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan tingkat upah sektor pertanian, sehingga jika tingkat upah diluar pertanian lebih besar daripada sektor pertanian akan menambah besarnya pendapatan petani, vice versa. Komponen input dan output dapat dihubungkan dengan suatu fungsi produksi sebagai berikut: G Q a , Q c , L, V, K = 0 3.36 dimana K adalah suatu input tetap. Persamaan ini merupakan bentuk fungsi produksi yang bersifat umum, sehingga memungkinkan untuk memisahkan fungsi produksi bagi output yang berbeda maupun yang sama. Dalam memaksimumkan utilitas, rumah tangga petani akan memaksimumkan pendapatan dengan kendala fungsi produksi, namun secara simultan juga dapat memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan. Sehingga, untuk memaksimumkan pendapatan akan sama dengan memaksimumkan nilai output dikurangi input atau keuntungan. Fungsi Lagrange untuk memaksimumkan fungsi utilitas ini menjadi: Π = U X a , S, M + λ {P a Q a + P c Q c – Pv V – w L + n – w N + w T + E – P m M – P a X a – w S} + µ G Q a , Q c , L, V, K 3.37 Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrangian maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol, sehingga fungsi turunan parsialnya adalah: ∂π = U X a – λ P a = 0 3.38a ∂X a ∂π = U S – λ w = 0 3.38b ∂S ∂π = U M – λ P m = 0 3.38c ∂M ∂π = P a Q a + P c Q c – Pv V – w L + n-w N + w T + E - P m M – P a X a ∂λ – w S = 0 3.38d ∂π = λ P a + µ G a = 0 3.38e ∂Q a Penyelesaian secara simultan persamaan tersebut akan diperoleh fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai merupakan fungsi dari tingkat upah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Di = Di P a , P c , w, Pv, Y 3.39 dimana i = X a , X c , S dan M. Dengan diketahuinya fungsi permintaan sebagaimana persamaan 3.39, maka dapat dirumuskan fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga baik didalam maupun diluar usahatani. Penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan total tenaga kerja keluarga dikurangi waktu santai, dimana fungsi ini juga merupakan fungsi dari faktor-faktor yang sama dengan fungsi permintaan waktu santai seperti berikut: Sj = Sj P a , P c , w, Pv, Y 3.40 dimana j = P, w. Turunan parsial persamaan tersebut akan diperoleh fungsi penawaran produk dan fungsi permintaan input usahatani, yang juga merupakan fungsi dari harga output dan harga input. Fungsi penawaran produk usahatani yang tidak dikonsumsi keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut : Q c = Q c P a , P c , w, P v 3.41 Fungsi penawaran produk yang sebagian dikonsumsi keluarga Q a merupakan marketed surplus , yang dapat dirumuskan sebagai berikut : M s = M s P a , P c , w, P v , Y 3.42 Sedangkan fungsi permintaan input usahatani dirumuskan sebagai : U k = U k P a , P c , w, P v , Y 3.43 dimana k = L, V. Efek pendapatan dapat berakibat postif maupun negatif, dimana jika X a barang normal, maka kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi X a . Jika terdapat bagian produk yang dijual, sehingga Q a – X a positif, maka efek pendapatan menjadi positif, sebaliknya jika sebagian besar produk dikonsumsi, dimana Q a – X a negatif, maka efek pendapatan menjadi negatif. Efek pendapatan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti : d X a ψ = ∂X a ψ – X a ∂X a 3.44 d P a ∂P a ∂Y atau: d X a = ∂X a ψ – X a ∂X a + ∂π ∂X a 3.45 d P a ∂P a ∂Y ∂P a ∂Y Persamaan ini menunjukkan adanya efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi X a pada kondisi keuntungan yang konstan, dimana terdapat kontribusi tertentu dari efek pendapatan. Persamaan ini merupakan persamaan Slutsky yang biasa diturunkan pada teori permintaan rumahtangga, dimana efek pendapatan sangat tergantung dari jenis barang yang dikonsumsi Koutsoyiannis, 1982. Efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi barang X a pada model ekonomi rumahtangga pertanian dapat dibedakan menjadi efek substitusi, efek pendapatan dan efek keuntungan. Efek keuntungan yang ada pada persamaan Slutsky terjadi karena kenaikan harga P a , sehingga petani lebih banyak menjual Q a dan berakibat pada peningkatan keuntungan usahatani. Keuntungan ini merupakan komponen pendapatan pada model Becker, dimana kenaikan harga P a dapat menyebabkan konsumsi X a meningkat, meskipun X a merupakan barang normal. Perilaku rumahtangga dalam mengkonsumsi waktu santai dapat dirumuskan sebagai berikut : d S = ∂S ψ + T – N – L – S ∂S 3.46 d w ∂w ∂Y Efek total perubahan upah tenaga kerja di sektor pertanian terhadap konsumsi waktu santai terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi bertanda negatif, sedangkan efek pendapatan dibobot dengan T – N – L – S yang merupakan selisih penawaran tenaga kerja dengan permintaannya, atau yang disebut dengan marketed surplus of labor Strauss, 1986. Perilaku permintaan rumahtangga terhadap komoditas yang dibeli di pasar dapat dirumuskan sebagai berikut: d M = ∂M ψ + M ∂M 3.47 d P m ∂P m ∂Y Karena komoditas M tidak dihasilkan sendiri oleh rumahtangga petani, perubahan konsumsi barang yang dibeli di pasar akibat perubahan harga sendiri identik dengan perilaku konsumsi waktu santai. Efek substitusi bertanda negatif, dan jika M adalah barang normal, maka efek pendapatan bertanda positif. Efek total akan tergantung pada besaran dari efek substitusi dan efek pendapatan. Perubahan konsumsi M dapat juga terjadi akibat perubahan harga komoditas yang dihasilkan oleh usahatani P a atau P c , sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : d M = ∂S ψ + Q a – X a ∂M 3.48 d P a ∂P a ∂Y d M = Q c ∂M 3.49 d P c ∂Y Efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi barang M terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan yang dibobot dengan marketed surplus komoditas Q a . Efek substitusi silang dapat bertanda positif maupun negatif, dimana jika barang M dan Q a merupakan komoditas substitusi, maka efek substitusi silang bertanda positif. Sebaliknya, jika kedua barang tersebut merupakan komoditas komplemen, maka efek substitusi silang bertanda negatif. Jika barang M adalah barang normal, maka efek pendapatan akan bertanda positif.

3.4.2. Model Non Rekursif

Pada model non rekursif terdapat saling ketergantungan antara aspek produksi dan konsumsi, dimana keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, sebaliknya keputusan konsumsi juga mempengaruhi keputusan produksi. Pengaruh keputusan produksi terhadap konsumsi terjadi melalui perubahan pendapatan rumahtangga, dimana rumahtangga dapat menentukan komposisi barang dan jasa yang dikonsumsi. Sebaliknya, pengaruh keputusan konsumsi terhadap produksi terjadi melalui perubahan peubah eksternal yang menyebabkan rumahtangga merealokasi komposisi barang dan jasa atau waktu santai. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada penggunaan tenaga kerja di sisi produksi, dimana terjadi pada rumahtangga yang tidak menggunakan tenaga kerja upah, atau rumahtangga yang mempunyai preferensi berbeda dalam penggunaan tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja upah. Alokasi tenaga kerja keluarga tidak didasarkan pada tingkat upah yang berlaku di pasar, tetapi pada keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja didalam rumahtangga. Hal ini tercermin pada tingkat upah internal atau harga bayangan tenaga kerja shadow wage. Jika diumpamakan rumahtangga petani mempunyai fungsi utilitas dengan mengkonsumsi barang yang dihasilkan dari usahatani X a , barang yang dibeli di pasar M dan waktu santai S. Kendala yang dihadapi petani adalah anggaran, ketersediaan tenaga kerja dan produksi usahatani. Jika tenaga kerja T i , tidak dibedakan atas tenaga kerja terampil maupun tidak terampil, dengan tingkat upah N i dan tenaga kerja upah H i dengan tingkat upah w i , maka fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai: U = U X a , M, T i – F i – N i 3.50 Jika tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk kegiatan dalam usahatani sendiri F i , kegiatan diluar usahatani N i dan waktu santai S i , maka alokasi tenaga kerja menjadi : T i = F i + N i + S i 3.51 dimana i = p, w. Kendala anggaran meliputi : P m M + P a X a ≤ Y 3.52 Y ≡ π + Σ n i N i + E 3.53 π ≡ P a Q a – Pv V – Σ w i H i 3.54 Kendala fungsi produksi adalah : Q a = G F i , H i , V, K 3.55 dimana X a Q a Kendala non negatif adalah : N j , F j , S j = T j – N j – F j , H i 3.56 dimana i = p, w dan j = u, s. Fungsi Lagrangian untuk memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala yang ada dirumuskan sebagai berikut: π = U X a , M, T i - F i - N i + λ {P a GF i , H i , V, K – Pv V - Σ w i H i + Σ n i N i + E - P m M – P a X a } + ΣΣ j N j + ΣΣ µ j F j + Σ φ i H i + ΣΣ j T j - N j - F j 3.57 dimana i = p,w dan j = s, u. λ, , φ, µ dan merupakan pengganda Lagrange dan peubah slack untuk masing-masing kendala non negatif, sehingga syarat Kuhn-Tucker untuk memaksimumkan fungsi tersebut menjadi: ∂π = ∂U – λ P a ≤ 3.58a ∂X a ∂X a ∂π = ∂U – λ P m ≤ 0 3.58b ∂M ∂M ∂π = - ∂U – λ P a ∂G + µ i - i ≤ 3.58c ∂F i ∂S i ∂F i ∂π = - ∂U + λ N i + i - i ≤ 3.58d ∂N i ∂N i ∂π = λ P a ∂G - λ w i + i ≤ 3.58e ∂H i ∂H i ∂π = {P a GF i ,H i ,V,K - Pv V- Σ w i H i + Σ n i N i ∂λ + E - P m M - P a X a } ≥ 0 3.58f Penyelesaian simultan terhadap sistem persamaan tersebut akan menghasilkan fungsi permintaan rumahtangga terhadap X a , M, S dan fungsi penawaran tenaga kerja keluarga dalam dan luar usahatani, F dan N. Dapat juga diturunkan fungsi penawaran produk usahatani Q a , dan permintaan input usahatani dengan input variabel V serta tenaga kerja F dan H. Fungsi penawaran maupun permintaan merupakan fungsi dari harga input dan output serta beberapa peubah lainnya dalam model. Dalam model ekonomi rumahtangga non rekursif, terdapat peubah harga bayangan upah tenaga kerja yang bersifat endogen dan diasumsikan terdapat solusi interior pada persamaan tersebut. Hasil yang akan diperoleh adalah : P a ∂G = n i - µ i 3.59 ∂F i λ dimana n i = n i + µ i merupakan harga bayangan tenaga kerja keluarga yang beker- λ ja di usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga bekerja dalam usahatani µ i = 0, tetapi tidak bekerja diluar usahatani, maka nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani sama dengan harga bayangan n i , dimana n i n i . Hal ini berarti bahwa upah tenaga kerja diluar usahatani menurut harga pasar tenaga kerja lebih rendah dari opportunity cost tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : P a ∂U ∂S i = n i = Pa ∂G 3.60 ∂U ∂X a ∂F i Persamaan 3.60 menunjukkan bahwa substitusi marjinal waktu santai terhadap komoditas X a sama dengan nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani, dimana sama dengan harga bayangan tenaga kerja keluarga. Keputusan penggunaan tenaga kerja upah dalam usahatani dapat diturunkan dengan mengasumsikan adanya solusi interior sesuai kaidah slack komplementer pada penggunaan tenaga kerja upah. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : Pa ∂G = w i 3.61 ∂H i Tenaga kerja upah dalam usahatani digunakan sampai terjadi keseimbangan antara nilai produk marjinal tenaga kerja upah dan tingkat upah yang dibayarkan. Adanya perbedaan tingkat upah yang berlaku, yakni n i w i , atau w i n i , dengan menggunakan solusi interior, akan diperoleh hubungan sebagai berikut: µ i = λ n i – w i + i + φ i 3.62 Jika tingkat upah tenaga kerja diluar usahatani lebih besar dari tingkat upah tenaga kerja yang dibayarkan rumah tangga, n i w i , maka tandanya menjadi positif µ i = 0 dan F i = 0. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat upah yang berlaku, tenaga kerja keluarga tidak pernah bekerja dalam usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka tenaga kerja keluarga tidak perlu bekerja diluar usahatani. Berdasarkan kaidah slack komplementer, jika H i 0 maka φ i = 0, dan jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka akan berlaku: ∂G = ∂G 3.63 ∂H i ∂F i Jika persamaan 3.63 disubstitusikan kedalam 3.61, akan diperoleh i = λ W i – n i + µ i 0, yang berarti N i = 0, dimana menunjukkan bahwa tidak ada tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar usahatani. Apabila terdapat tenaga kerja yang bekerja diluar usahatani, maka rumahtangga pertanian tidak akan mempekerjakan tenaga kerja upah. Artinya jika N i 0, maka i = 0, dan bila disubstitusikan akan diperoleh hasil φ i = λ w i – n i + µ i 0, yang berarti H i = 0. Kondisi ini berlaku jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna dengan tenaga kerja upah.

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian