ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK

Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani. Pada kenyataannya, adopsi penerapan program ini masih belum dilaksanakan secara seimbang oleh sebagian besar petani. Di sisi lain, terdapat harapan bagi petani yang tidak terlibat dalam program sistem integrasi tanaman-ternak juga memperoleh dampak dari kegiatan dimaksud. Hal ini dapat diperoleh selain langsung dari petani juga berasal dari pihak lain seperti penyuluh, petugas dinas, penelitipengkaji, dan lain sebagainya. Bagian ini akan menyajikan faktor-faktor apa sebenarnya yang berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak tersebut. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, maka diharapkan dapat dijadikan landasan dalam upaya lebih memperluas tingkat adopsi program tersebut. Terdapat lima kelompok yang digunakan dalam analisis ini, yaitu kelompok karakteristik rumahtangga petani, kondisi usahatani, alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan usaha dan informasi teknologi. Peubah-peubah yang dipergunakan untuk merepresentasikan karakteristik rumahtangga petani adalah pendidikan suami ED dan pekerjaan suami PEK. Peubah-peubah yang dipergunakan untuk menggambarkan profil kondisi usahatani adalah jumlah sapi yang dipelihara saat ini JS dan penggunaan kompos JK. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dari suami untuk usaha padi TKDP1 dan alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dari suami TKDS1 dan istri TKDS2 pada usaha sapi merupakan peubah-peubah yang dianggap dapat merepresentasikan profil ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam penelitian ini. Pendapatan rumahtangga petani dari usaha sapi PDS dianggap relevan untuk dapat menggambarkan profil pendapatan rumahtangga petani yang dapat mempengaruhi terhadap keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Faktor informasi untuk menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak diwakili oleh peubah keikutsertaan anggota keluarga dalam organisasi pertanian ORG dan frekuensi kontak dengan petugas penyuluh PNL. Petugas ini dapat berasal dari berbagai instansi baik pemerintah daerah, pusat maupun swasta atau perorangan. Kelompok faktor informasi ini sudah merupakan kegiatan rutin yang ada sebelum program SITT ini berlangsung. Sebagai contoh, petani memang sudah ada yang terlibat dalam kelompok- kelompok maupun organisasi tani sebelum tahun 2002. Demikian pula halnya dengan kegiatan penyuluhan yang secara umum memang sudah dilaksanakan kepada seluruh petani yang ada di desa tersebut, tanpa dibedakan apakah petani tersebut terlibat atau tidak ikut dalam program SITT. Hasil pendugaan pada Tabel 9 memperoleh nilai p sebesar 0.001 dan uji goodness of fit untuk berbagai metoda memberikan nilai p yang sangat signifikan. Hal ini berarti model tersebut cukup baik dalam mengidentifikasi faktor-faktor karakteristik dan kondisi ekonomi rumahtangga petani yang relevan terhadap keputusan mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Berdasarkan total output yang diperoleh terdapat 15633 pasangan, dimana nilai concordant mencapai hampir 97 persen yang berarti bahwa peluang petani untuk mengadopsi program integrasi lebih besar dibandingkan dengan peluang petani untuk tidak mengadopsi program tersebut. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen, pendidikan dan pekerjaan suami cenderung tidak berpengaruh terhadap keputusan petani dalam menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini tidak berarti bahwa karakteristik rumahtangga petani tidak berpengaruh terhadap keputusan petani dalam proses adopsi program integrasi, namun kesadaran petani untuk menuju pada proses adopsi masih memerlukan upaya khusus. Tabel 9. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Peubah Koefisien Penduga Nilai p Odds ratio Konstanta - 11.583 0.000 - Pendidikan suami ED 0.02368 0.773 1.02 Pekerjaan suami PEK 0.8752 0.302 2.40 Jumlah sapi JS 0.1361 0.737 1.15 Penggunaan kompos JK 0.018953 0.017 1.02 TK keluarga usaha padi suami TKDP1 0.003531 0.601 1.00 TK keluarga usaha sapi suami TKDS1 0.018184 0.001 1.02 TK keluarga usaha sapi istri TKDS2 0.021077 0.010 1.02 Pendapatan usaha sapi PDS 0.00013215 0.078 1.00 Keikutsertaan organisasi tani ORG 3.0151 0.000 20.39 Frekuensi kontak penyuluh PNL 0.03516 0.396 1.00 Log-likelihood = - 53.621 G = 225.453 df = 10 p-value = 0.000 Hasil serupa disampaikan oleh Basit 1996 yang menyatakan bahwa pengalaman berusahatani, umur dan pendidikan petani tidak berpengaruh terhadap adopsi teknologi usahatani konservasi di wilayah hulu DAS Jratunseluna. Namun, hal ini belum dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut tidak akan mempengaruhi kesadaran petani untuk mengadopsi teknologi usahatani konservasi, tetapi ada kemungkinan bahwa faktor-faktor tersebut belum mengarah untuk menimbulkan kesadaran petani tentang pentingnya upaya konservasi lahan kering. Sedangkan Bulu et al., 2004 melaporkan bahwa karakteristik petani meliputi pendidikan, umur dan pengalaman beternak sapi mempunyai pengaruh terhadap tingkat adopsi komponen teknologi produksi usahatani terpadu. Pada kondisi usahatani rumahtangga, peubah penggunaan kompos cenderung berpeluang terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini sangat relevan dengan tujuan dari pelaksanaan program sistem integrasi tanaman-ternak yang salah satunya adalah meningkatkan produktivitas padi melalui penggunaan kompos sebagai pupuk organik. Petani padi menyadari pentingnya pupuk kompos dalam memperbaiki struktur lahan pertanian, sehingga penggunaan kompos menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keputusan petani untuk mengadopsi program tersebut. Hasil ini sesuai dengan harapan peneliti bahwa keterpaduan usaha padi dan sapi menjadi penting melalui pemanfaatan kompos secara optimal. Hanafi et al., 2004 melaporkan bahwa inovasi teknologi pengolahan kotoran ternak menjadi kompos dapat meningkatkan pengetahuan kognitif petani dan memiliki respon positif terhadap inovasi crop livestock systems di lahan kering kabupaten Gunung Kidul, DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani dalam menerima inovasi model pendekatan crop livestock systems mampu merubah kebiasaan berusaha ternak sapi dari sistem tradisional, dimana ternak hanya sebagai tabungan, menjadi sistem yang berorientasi bisnis. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi bagi KK dan istri cenderung berpeluang mempengaruhi terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, dengan masing-masing koefisien sebesar 0.0182 dan 0.021. Masing-masing nilai odds ratio adalah 1.02 yang mengindikasikan bahwa peubah ini mempunyai kecenderungan bagi petani dalam membuat keputusan untuk menerapkan program dimaksud. Hal ini cukup beralasan mengingat program sistem integrasi tanaman- ternak merupakan kegiatan terpadu, dimana untuk usaha sapi memerlukan input berupa pakan dari limbah usaha padi dan usaha ini juga menghasilkan output berupa kompos yang dapat dipergunakan untuk menyuburkan lahan pertanian. Proses ini memerlukan tenaga kerja yang harus tersedia, utamanya adalah dari dalam keluarga. Tidak berpengaruhnya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usaha padi tidak memberi arti bahwa peubah ini menjadi tidak penting. Hal ini diduga karena usaha padi merupakan usaha yang penting dan diutamakan, sehingga petani belum mengarah kepada usaha selain padi seperti sistem integrasi tanaman-ternak. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha sapi cenderung berpeluang mempengaruhi terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Koefisien dan odds ratio dari peubah ini masing-masing adalah 0.00001325 dan 1.00. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan dari usaha sapi mempunyai kecenderungan bagi petani dalam membuat keputusan untuk menerapkan program dimaksud. Sejalan dengan hasil analisis pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usaha sapi yang memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak, maka usaha sapi menjadi salah satu faktor penentu bagi petani dalam memutuskan untuk mengikuti program tersebut atau tidak. Hal senada juga dinyatakan oleh Bulu et al., 2004 bahwa pendapatan dari usahaternak sapi Bali merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting sehingga petani mampu mengadopsi teknologi produksi yang diintroduksikan oleh peneliti. Disamping itu, petani memerlukan sumber pendapatan lain guna memenuhi kebutuhan rumahtangga, seperti dari pengembangan usaha sapi maupun kompos. Program sistem integrasi tanaman-ternak, disamping berperan sebagai diversifikasi usaha, juga dapat meminimalkan resiko usaha dari usaha padi apabila mengalam gagal panen. Hasil analisis pada kelompok informasi teknologi menunjukkan bahwa keikutsertaan anggota keluarga dalam organisasi pertanian memberikan pengaruh terhadap keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman- ternak, dengan koefisien sebesar 3.0151 dengan nilai odds ratio sebesar 20.39. Peubah terkait dengan frekuensi kontak dengan penyuluh cenderung tidak mempengaruhi terhadap keputusan petani dalam mengadopsi program tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin banyak organisasi yang diikuti oleh petani akan semakin besar peluang petani untuk mengadopsi program tersebut. Oleh karenanya, dapat menjadi indikasi bahwa dengan pembentukan kelompok-kelompok tani mampu memberikan respon positif terhadap inovasi program sistem integrasi tanaman-ternak. Kelompok-kelompok tani yang diikuti adalah kelompok tani-ternak, kelompok pengairan, kelompok konservasi sumberdaya alam, kelompok kelembagaan KUAT, dan koperasi aneka tani. Kegiatan yang dilakukan adalah pertemuan rutin setiap bulan yang mendiskusikan tentang kegiatan yang telah dijalankan dan rencana kegiatan ke depan, disamping menghadirkan narasumber terkait dengan masing-masing bidang kelompok. Kelompok-kelompok tani ini pada umumnya menjadi target untuk menambah frekuensi kontak dengan petugas penyuluh, baik melalui peningkatan intensitas kegiatan maupun penambahan jumlah tenaga penyuluh sehingga dapat membantu mempercepat proses adopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Basit 1996 melaporkan bahwa faktor informasi teknologi konservasi usahatani melalui frekuensi kontak dengan tenaga penyuluh merupakan salah satu faktor penting dalam proses adopsi teknologi konservasi tersebut. Faktor-faktor lain sebagai media informasi teknologi seperti kontak antara petani dengan lembaga pemerintah maupun swasta dan kontak dengan tokoh informal tidak memberikan pengaruh yang nyata.

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI