Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output

cukup besar, yakni sekitar 13 persen, meskipun konstribusi pendapatan ini terhadap pendapatan total rumahtangga petani relatif kecil. Adanya perubahan dalam struktur pendapatan rumahtangga akan berdampak pada alokasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan meningkat, sehingga konsumsi total naik sekitar 1 persen. Demikian pula halnya dengan pengeluaran untuk investasi sumberdaya dan investasi produksi. Rumahtangga petani juga masih mampu untuk menyisihkan sebagian uang tunai untuk tabungan yang meningkat sekitar 1.8 persen. Demikian pula halnya dengan biaya untuk membayar cicilan usahatani, dimana peningkatannya pada usaha padi relatif lebih besar dibandingkan dengan usaha sapi. Hal ini cukup beralasan karena semakin tinggi jumlah kredit yang diterima petani, akan semakin besar biaya untuk membayar cicilan tersebut.

8.5 Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output

Sebagaimana diketahui bahwa dampak perubahan tingkat suku bunga akan terkait dengan biaya untuk membayar cicilan kredit yang secara langsung tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani. Hal ini akan mempengaruhi terhadap distribusi struktur pengeluaran rumahtangga petani, sedangkan di sisi lain perubahan harga output akan berdampak terhadap perubahan struktur pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis dampak dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dan harga output produksi secara simultan. Namun kenaikan tingkat suku bunga untuk usaha sapi tidak relevan untuk dibahas bagi petani bukan peserta program yang tidak memperoleh kredit usaha sapi. Oleh karenanya petani kelompok ini hanya akan dianalisis untuk dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga output. Hal ini masing-masing diterjemahkan dalam tiga skenario, yaitu 1 tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah naik sebesar 10 persen Skenario 9, 2 tingkat suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup naik sebesar 10 persen Skenario 10, serta 3 kenaikan kombinasi tingkat suku bunga serta harga gabah dan harga sapi hidup naik 10 persen Skenario 11. Skenario 10 dan 11 hanya berlaku bagi petani SITT. Kenaikan suku bunga usaha padi secara langsung menyebabkan kenaikan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha padi yang diterima oleh petani sampai 45 persen. Di sisi lain, kenaikan harga gabah secara langsung akan mempengaruhi terhadap produksi padi dan konsumsi gabah. Hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga kredit usaha padi akan direspon oleh peningkatan jumlah permintaan produksi padi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi padi sebesar 26.8 persen. Kenaikan produksi padi ini juga diakibatkan oleh kenaikan harga gabah, sehingga berdampak secara simultan dengan hubungan yang positif. Rata-rata permintaan input produksi padi meningkat dari kisaran 16 persen sampai 23 persen, yang mengakibatkan kenaikan biaya sarana padi sebesar 23.6 persen. Kenaikan harga gabah akan menyebabkan peningkatan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi meningkat sampai 49 persen. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani menjadi 22 persen Tabel 21. Hasil simulasi pada skenario 9 juga menunjukkan bahwa terjadi realokasi distribusi pengeluaran rumahtangga petani yang secara tidak langsung terkait dengan perubahan struktur pendapatan yang meningkat. Konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 10 persen dan 19 persen, sehingga konsumsi total naik menjadi 12.7 persen. Investasi sumberdaya naik sebesar 9.2 persen, sedangkan investasi produksi usahatani justru meningkat lebih besar, yakni mencapai 11 persen yang mengakibatkan investasi total meningkat sebesar 9.6 persen. Hal ini cukup beralasan karena investasi produksi dipengaruhi secara langsung oleh pendapatan usahatani, sehingga pada saat pendapatan usahatani meningkat akan direspon lebih besar. Dalam ukuran besaran, hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh bagi petani SITT lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT dengan arah yang sama. Dampak dari kenaikan suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup sebesar 10 persen Skenario 10 menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani dan buruh non pertanian. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi meningkat, sehingga alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha lain menjadi berkurang. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen. Tabel 21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen Skenario 9 Skenario 10 Skenario 11 SITT Non SITT SITT SITT Luas areal panen padi 19.540 15.349 11.748 35.345 Produksi padi 26.850 23.270 13.986 45.322 Produksi kompos 7.539 6.900 4.582 13.599 Produksi sapi 8.176 6.472 5.914 15.656 Penggunan TK keluarga padi 2.128 1.506 1.202 3.715 Penggunaan TK luar padi 7.293 5.221 4.372 13.061 Penggunan TK keluarga sapi 0.396 0.278 0.224 0.691 Curahan TK keluarga - 1.892 - 1.393 - 1.069 - 3.304 Jumlah benih padi 19.280 14.964 11.647 34.665 Jumlah pupuk urea 21.897 17.602 13.175 39.305 Jumlah pupuk SP-36 23.396 19.265 13.975 41.833 Jumlah pupuk KCl 16.359 12.321 9.689 29.143 Jumlah obatpestisida 21.977 17.694 13.156 39.316 Jumlah kompos 19.684 15.816 11.830 35.345 Jumlah bakalan sapi 6.647 4.619 3.986 11.906 Jumlah jerami segar 7.172 5.105 4.299 12.836 Jumlah konsentrat 7.751 6.939 4.689 13.876 Jumlah obat sapi 8.708 4.978 5.231 15.608 Biaya sarana padi 23.625 19.510 12.850 40.523 Biaya sarana sapi 6.981 5.303 4.544 12.858 Penerimaan usahatani 23.356 19.379 14.062 41.906 Pendapatan padi 49.154 47.705 15.935 73.353 Pendapatan sapi 9.326 7.431 24.252 37.116 Pendapatan kompos 16.797 12.408 10.242 30.243 Pendapatan usahatani 29.166 25.342 17.637 52.466 Pendapatan luar usahatani - 0.861 - 0.655 - 0.483 - 1.508 Pendapatan total 22.110 18.991 13.378 39.782 Konsumsi pangan 10.194 8.029 5.586 17.572 Konsumsi non pangan 19.073 16.089 11.024 33.633 Konsumsi total 12.655 10.126 7.094 22.025 Konsumsi gabah 0.247 0.086 9.360 11.084 Surplus gabah 33.678 31.422 15.107 53.623 Investasi sumberdaya 9.186 7.354 5.751 16.782 Investasi produksi 11.095 9.379 6.731 19.982 Investasi total 9.613 7.794 5.970 17.498 Tabungan 20.857 18.938 10.277 34.428 Cicilan kredit usahatani 44.940 45.712 13.856 63.234 Cicilan kredit usahasapi 3.980 - 11.042 15.795 Keterangan: Skenario 9: Kenaikan suku bunga usaha padi dan harga gabah sebesar 10 persen Skenario10: Kenaikan suku bunga usaha dan harga sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT Skenario11: Kenaikan kombinasi suku bunga dan harga gabah serta sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT Dari sisi pengeluaran, rumahtangga petani juga merealokasikan anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masing- masing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masing- masing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen. Dari sisi pengeluaran, rumahtangga petani juga merealokasikan anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masing- masing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masing- masing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Hasil simulasi pada skenario 11 yang merupakan kombinasi kenaikan tingkat suku bunga usahatani padi dan sapi serta harga gabah dan sapi hidup sebesar 10 persen secara umum tidak berbeda dengan skenario sebelumnya, dari segi arah. Besaran yang diperoleh pada skenario ini relatif lebih besar dibandingkan dengan dua skenario sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan yang cukup besar. Produksi padi meningkat sebesar 45 persen yang menyebabkan kenaikan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi naik sebesar 73.4 persen. Suatu kenaikan yang sangat berarti, sehingga pendapatan usahatani meningkat sebesar 52.5 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 39.8 persen. Hasil simulasi pada skenario 9, 10 dan 11 menunjukkan perubahan yang rasional di lapang, karena aplikasi dari kebijakan pemerintah pada umumnya tidak dilakukan secara tunggal. Pada saat pemerintah menerapkan harga pembelian untuk gabah, misalnya, terjadi juga pengaturan harga eceran tertinggi untuk pupuk. Oleh karena itu, perencanaan pembuatan kebijakan sebaiknya memang tidak dilakukan dengan instrument kebijakan tunggal, tetapi dilakukan dengan kombinasi secara simultan agar lebih mudah dalam implementasi di lapang.

8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani