Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input

8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input

Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input. Hal ini sering terjadi pada komoditas beras dengan menentukan harga dasar atau harga pembelian pemerintah, maupun pengaturan harga pupuk. Pada sistem integrasi tanaman ternak, dihasilkan tiga produk utama yakni produksi gabah, produksi sapi dan produksi kompos. Pada bagian ini dilakukan simulasi dengan 3 skenario, yakni 1 kenaikan harga gabah, harga sapi hidup dan harga kompos sebesar 10 persen, 2 kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen, dan 3 kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen. Harga input produksi padi meliputi harga benih padi, harga pupuk urea, harga pupuk SP-36, harga pupuk KCl, harga kompos dan harga obatpestisida. Harga input produksi sapi adalah harga bakalan sapi, harga jerami segar, harga konsentrat dan harga obat. Harga input produksi kompos adalah harga kotoran ternak, harga probion, harga serbuk gergaji dan harga kapur. Dampak kenaikan ketiga harga output, harga input dan kombinasi keduanya antara petani SITT dan Non SITT disajikan pada Tabel 18. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengaruh kenaikan ketiga harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga disisi produksi, yaitu kegiatan usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan memperbaiki harga output usahatani merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usahatani. Tabel 18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 SITT Non SITT SITT Non SITT SITT Non SITT Luas areal panen padi 31.767 24.673 - 17.022 - 17.312 12.491 6.379 Produksi padi 41.413 34.982 - 20.282 - 21.698 18.440 12.057 Produksi kompos 12.934 11.856 - 5.174 - 5.902 6.282 4.762 Produksi sapi 14.854 12.171 - 15.548 - 16.696 0.163 - 5.543 Pnggnaan TK kel padi 3.493 2.463 - 4.131 - 3.826 1.387 - 1.570 Pnggnaan TK luar padi 12.346 8.896 - 8.960 - 8.393 2.087 - 0.317 Pnggunan TK kel sapi 0.650 0.455 - 0.168 - 0.341 0.752 0.593 Curahan TK keluarga - 3.106 - 2.278 7.260 7.085 4.468 4.998 Jumlah benih padi 32.843 25.751 - 14.242 - 14.026 14.854 9.106 Jumlah pupuk urea 38.438 31.625 - 16.688 - 16.972 16.279 10.165 Jumlah pupuk SP-36 39.529 32.742 - 21.803 - 23.351 13.577 6.389 Jumlah pupuk KCl 32.837 26.579 - 23.040 - 23.134 1.605 - 4.203 Jumlah obatpestisida 37.110 30.018 - 21.825 - 23.011 11.407 4.225 Jumlah kompos 24.761 16.981 - 22.222 - 23.751 7.663 0.721 Jumlah bakalan sapi 11.253 7.871 - 17.569 - 16.657 0.178 - 9.511 Jumlah jerami segar 12.133 8.687 - 13.760 - 13.359 0.402 - 5.476 Jumlah konsentrat 13.110 8.400 - 11.986 - 17.966 0.096 - 4.898 Jumlah obat sapi 14.756 8.645 - 7.124 - 8.663 6.078 4.934 Biaya sarana padi 38.117 30.760 - 14.177 - 14.727 21.692 14.692 Biaya sarana sapi 11.812 9.050 - 8.017 - 8.654 3.572 0.352 Penerimaan usahatani 39.625 33.120 - 16.314 - 17.124 19.131 12.924 Pendapatan padi 68.109 63.722 - 24.880 - 29.373 36.584 29.394 Pendapatan sapi 36.323 33.418 - 20.200 - 22.182 10.992 6.535 Pendapatan kompos 56.299 41.514 - 2.742 - 1.802 25.125 19.216 Pendapatan usahatani 49.716 43.650 - 20.200 - 22.775 23.300 16.415 Pendapatan luar usahatani - 1.417 - 1.073 8.354 7.843 6.956 7.971 Pendapatan total 37.699 32.724 - 13.891 - 14.999 19.459 14.352 Konsumsi pangan 16.465 12.845 - 6.589 - 6.390 8.313 5.481 Konsumsi non pangan 31.707 26.766 - 12.146 - 12.755 16.201 11.591 Konsumsi total 20.690 16.468 - 8.130 - 8.046 10.500 7.071 Konsumsi gabah 9.606 2.689 - 9.770 - 8.933 0.823 0.098 Surplus gabah 49.124 44.119 - 22.830 - 25.320 25.261 17.815 Investasi sumberdaya 15.966 13.021 - 5.913 - 6.010 8.102 5.549 Investasi produksi 18.941 16.189 - 3.224 - 3.233 13.463 11.230 Investasi total 16.632 13.710 - 5.311 - 5.406 9.303 6.783 Tabungan 31.873 28.186 - 11.375 - 12.398 18.136 14.421 Cicilan kredit ushatani 45.052 40.146 - 20.935 - 23.030 21.713 16.202 Cicilan kredit ushasapi 6.784 - - 2.828 - 3.179 - Keterangan: Skenario 1: Kenaikan harga gabah, sapi hidup dan kompos sebesar 10 persen Skenario 2: Kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen Skenario 3: Kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen Hasil simulasi pada skenario 1 bagi petani SITT menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, kompos dan sapi masing-masing meningkat sebesar 41 persen, 13 persen dan 14.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 31.8 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga akan meningkat masing-masing sebesar 3.4 persen, 0.65 persen dan 12.3 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 3.1 persen. Hal ini sangat relevan mengingat semakin tinggi luas areal panen padi yang diusahakan akan semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan. Bagi petani Non SITT hasil skenario ini menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, sapi dan kompos masing-masing meningkat sebesar 35 persen, 12.1 persen dan 11.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 24.6 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga meningkat masing-masing sebesar 2.5 persen, 0.4 persen dan 8.9 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 2.3 persen. Pendapatan usaha tani meningkat sebesar 43.6 persen yang diakibatkan karena meningkatnya pendapatan usaha padi, sapi dan kompos berturut-turut sebesar 63.7 persen, 33 persen dan 41.5 persen. Secara keseluruhan, pendapatan total keluarga petani meningkat sebesar 32.7 persen. Memperhatikan angka-angka tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak kenaikan 10 persen harga output usahatani pada petani peserta program sistem integrasi tanaman-ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani yang bukan peserta program. Hasil ini konsisten untuk seluruh aktivitas ekonomi rumahtangga petani, baik keputusan produksi maupun konsumsi. Pada struktur pengeluaran bagi petani SITT, skenario ini meningkatkan konsumsi pangan dan non pangan, masing-masing sebesar 16.5 persen dan 31.7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 16 persen dan 19 persen. Pengeluran rumahtangga petani berupa tabungan dan cicilan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi juga meningkat, masing-masing sebesar 31.8 persen, 45 persen dan 6.8 persen. Hasil serupa juga dinyatakan oleh Kusnadi 2005 bahwa pengaruh kenaikan harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga pada kegiatan usahatani. Sawit 1993 juga menyatakan bahwa kenaikan harga beras akan meningkatkan pendapatan keluarga, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah beras yang dijual di pasar. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada struktur pengeluaran menunjukkan bahwa konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 12.8 persen dan 26.8 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 13 persen dan 16.2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi sebagai dampak kenaikan harga output mengalami arah yang sesuai dengan kondisi yang terjadi pada petani peserta program sistem integrasi tanaman ternak, hanya besaran yang berbeda. Bagi petani SITT hasil simulasi pada skenario 2 yang merupakan perubahan dalam peningkatan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani maupun buruh non pertanian. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masing- masing sebesar 20.2 persen, 5.2 persen dan 15.5 persen, dimana penurunan produksi padi diakibatkan karena luas areal panen padi yang menurun sebesar 17 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan sapi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 4 persen, 0.2 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 13.9 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6.6 persen dan 12 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil serupa diperoleh bagi petani Non SITT. Pada skenario dimana harga input produksi padi, sapi dan kompos naik sebesar 10 persen juga mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain di luar usahataninya sendiri. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masing-masing sebesar 21.7 persen, 15.5 persen dan 5.2 persen, dimana penurunan produksi padi disebabkan menurunnya luas areal panen padi sebesar 17.3 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 3.8 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 15 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6 persen dan 12.8 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan harga input produk usahatani direspon lebih besar bagi petani Non SITT, sehingga kinerja ekonomi rumahtangga petani turun lebih besar dibandingkan dengan petani SITT. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peningkatan harga input akan menurunkan hampir semua peubah pada kegiatan produk usahatani sehingga menurunkan baik pendapatan maupun pengeluaran rumahtangga petani. Kusnadi 2005 menunjukkan bahwa pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, perubahan harga input atau harga output menghasilkan efek artikulasi pada ekonomi rumahtangga petani yang mengindikasikan adanya hubungan simultan yang kompleks antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Pada kondisi ini, perilaku ekonomi rumahtangga petani lebih responsif pada perubahan harga output dibandingkan terhadap perubahan harga input. Hasil simulasi pada skenario 3 yang menyajikan alternatif perubahan kombinasi dari kenaikan harga output dan kenaikan harga input produksi bagi petani SITT menunjukkan bahwa semua kegiatan rumahtangga petani mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa bagi petani SITT peningkatan harga input produksi yang sama dengan peningkatan harga output masih memberikan nilai positif bagi kegiatan rumahtangganya. Skenario ini menggambarkan upaya yang rasional karena peningkatan harga output di sisi produsen akan diimbangi juga dengan peningkatan harga input, sehingga terjadi trade off. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada skenario 3 ini belum memberikan hasil yang postif bagi seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Hasil simulasi menunjukkan bahwa produksi padi dan kompos meningkat masing- masing sebesar 12 persen dan 4.7 persen, dimana peningkatan produksi padi diakibatkan karena terjadinya peningkatan luas areal panen padi sebesar 6.4 persen. Sebaliknya, produksi sapi mengalami penurunan sebesar 5.5 persen, seiring dengan menurunnya jumlah permintaan input produksi sapi seperti jumlah bakalan sapi, jumlah jerami segar dan jumlah konsentrat masing-masing sebesar 9.5 persen, 5.5 persen dan 4.9 persen. Skenario ini menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi pada besaran yang sama bagi petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak belum memberikan hasil yang positif bagi usaha sapi, meskipun secara keseluruhan pendapatan total keluarga petani masih meningkat. Dapat dinyatakan bahwa kenaikan harga input produksi yang sama besarnya dengan kenaikan harga output belum memberikan hasil yang baik bagi kegiatan ekonomi rumahtangga petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman ternak. Heatubun 2001 menyatakan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Selanjutnya Basit 1996 melaporkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.

8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga