Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga

Heatubun 2001 menyatakan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Selanjutnya Basit 1996 melaporkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.

8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga

Jumlah kredit yang diterima petani merupakan permintaan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi. Petani SITT menerima jumlah kredit untuk pembelian bakalan sapi selama tiga tahun. Jumlah kredit ini merupakan salah satu sumber dana bagi ekonomi rumahtangga petani yang pada umumnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sarana input produksi usaha padi dan pengadaan sapi bakalan. Biaya cicilan untuk membayar kredit ini, yang merupakan komponen pengeluaran rumahtangga petani, ternyata dipengaruhi oleh masing-masing tingkat suku bunga. Skenario 4 pada penelitian ini menganalisis dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Skenario 5 menganalisis dampak kenaikan masing-masing tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada peubah biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi menjadi tidak relevan. Hal ini disebabkan karena petani tersebut tidak memperoleh kredit usaha sapi, sehingga tidak membayar cicilan tersebut dan nilainya menjadi nol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kredit usahatani bagi petani SITT dan Non SITT akan meningkatkan kegiatan ekonomi rumahtangga petani baik produksi, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran Tabel 19. Curahan tenaga kerja keluarga turun dalam jumlah yang relatif kecil, masing- masing 0.1 persen dan 0.04 persen bagi petani SITT dan Non SITT. Menurunnya curahan kerja keluarga pada usaha lain direspon searah dengan menurunnya pendapatan dari luar usahatani sendiri, masing-masing sebesar 0.04 persen dan 0.02 persen bagi petani SITT dan Non SITT. Tabel 19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen Skenario 4 Skenario 5 SITT Non SITT SITT Non SITT Luas areal panen padi 1.247 0.763 - 0.240 - 0.191 Produksi padi 1.474 0.958 - 0.304 - 0.230 Produksi kompos 0.370 0.194 - 0.148 - 0.097 Produksi sapi 1.463 0.170 - 0.066 - 0.044 Penggunaan TK kel padi 0.107 0.043 - 0.031 - 0.019 Penggunaan TK luar padi 0.413 0.137 - 0.059 - 0.036 Penggunaan TK kel sapi 0.020 0.008 - 0.006 - 0.004 Curahan TK keluarga - 0.095 - 0.040 0.027 0.018 Jumlah benih padi 1.331 1.016 - 0.307 - 0.216 Jumlah pupuk urea 1.147 0.538 - 0.374 - 0.274 Jumlah pupuk SP-36 1.316 0.509 - 0.199 - 0.140 Jumlah pupuk KCl 1.205 0.861 - 0.154 - 0.100 Jumlah obatpestisida 1.521 0.968 - 0.152 - 0.088 Jumlah kompos 1.102 0.388 - 0.192 - 0.111 Jumlah bakalan sapi 0.412 0.121 - 0.054 - 0.032 Jumlah jerami segar 0.422 0.144 - 0.060 - 0.021 Jumlah konsentrat 3.349 0.221 - 0.096 - 0.056 Jumlah obat sapi 3.503 0.231 - 0.068 - 0.058 Biaya sarana padi 1.291 0.674 - 1.130 - 0.489 Biaya sarana sapi 1.172 0.139 - 0.789 - 0.037 Penerimaan usahatani 1.334 0.506 - 0.178 - 0.124 Pendapatan padi 1.642 1.203 - 0.688 - 0.752 Pendapatan sapi 1.646 0.190 - 0.293 - 0.049 Pendapatan kompos 0.882 0.325 - 0.275 - 0.182 Pendapatan usahatani 1.489 0.641 - 0.471 - 0.372 Pendapatan luar ushatani - 0.043 - 0.020 0.012 0.009 Pendapatan total 1.129 0.479 - 0.357 - 0.279 Konsumsi pangan 0.511 0.238 - 0.141 - 0.097 Konsumsi non pangan 0.965 0.440 - 0.287 - 0.216 Konsumsi total 0.637 0.291 - 0.181 - 0.128 Konsumsi gabah 0.739 0.260 - 0.246 - 0.173 Surplus gabah 1.632 1.156 - 0.318 - 0.246 Investasi sumberdaya 0.472 0.173 - 0.156 - 0.115 Investasi produksi 0.566 0.235 - 0.180 - 0.138 Investasi total 0.493 0.186 - 0.162 - 0.120 Tabungan 1.026 0.638 - 0.241 - 0.184 Cicilan kredit usahatani 1.498 1.050 13.756 16.895 Cicilan kredit usahasapi 0.203 - 8.571 - Keterangan: Skenario 4: Kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT Skenario 5: Kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT Peningkatan kinerja ekonomi rumahtangga petani pada skenario ini relatif kecil, bervariasi mulai dari 0.2 persen sampai 3.5 persen, dimana nilai-nilai yang diperoleh dari hasil simulasi bagi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Hasil ini cukup beralasan mengingat kenaikan jumlah kredit mempengaruhi terhadap jumlah permintaan input produksi usaha padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap masing-masing produksi. Secara empiris dapat dinyatakan bahwa produksi usaha ini relatif lebih besar pada petani SITT dibandingkan dengan petani Non SITT. Tingkat suku bunga kredit usaha padi dan usaha sapi secara langsung mempengaruhi terhadap biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dan tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit yang diterima oleh petani. Kenaikan tingkat suku bunga masing-masing sebesar 10 persen, sebagaimana disajikan dalam skenario 5, menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami penurunan kecuali pada curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain sebagai buruh tani maupun non pertanian dan biaya untuk membayar cicilan kredit tersebut. Kenaikan suku bunga kredit usaha padi akan meningkatkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dengan persentase yang cukup besar, yakni sekitar 13.7 persen dan 16.9 persen masing- masing bagi petani SITT dan Non SITT. Hal ini disebabkan karena peubah cicilan kredit usaha padi memang elastis terhadap suku bunga kredit usaha tersebut. Dampak yang paling nyata terlihat akibat kenaikan tingkat suku bunga kredit adalah menurunnya biaya sarana usaha padi dan usaha sapi karena menurunnya jumlah permintaan input produksi. Pendapatan total rumahtangga petani menurun karena produksi usaha padi rata-rata turun sebesar 0.3 persen. Dampak simultan dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani ternyata mampu menekan penggunaan input usahatani, sehingga pada gilirannya menyebabkan produksi usaha padi dan usaha sapi menurun. Hasil serupa diperoleh Kusnadi 2005 yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kredit akan menurunkan penggunaan pupuk urea dan SP-36, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produk usahatani tanaman pangan dan penerimaan total usahatani.

8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi