Memperbandingkan setiap UPT dalam mengelola penyu hijau

100 Cluster 3 adalah sembilan UPT yang terdapat ancaman berat dimana semua UPT terdapat penangkapan induk, eksploitasi telur, konsumsi daging dan perdagangan opsetan. Ada dugaan pengelolaan penyu hijau berkaitan dengan P. Bali, dimana konsumsi daging penyu di P. Bali pernah menimbulkan protes internasional pada tahun 80-an. Karenanya peneliti melakukan pengukuran jarak antara ke-50 Tingkat Kedudukan TK UPT terhadap kota Denpasar. Hasil pengukuran dikelompokkan dalam tiga peringkat melalui prosedur recode pada software package SPSS version 13. Hasil pengelompokan dapat dilihat pada Gambar 44. Gambar 44. Pengelompokan UPT berdasarkan peringkat jarak dari Bali

5.2.3 Memperbandingkan setiap UPT dalam mengelola penyu hijau

Pengelolaan penyu hijau yang berada di 50 UPT lingkup Ditjen PHKA yang akan diperbandingkan satu sama lain dengan metode Multidimensional Scaling MDS. Pada Lampiran 3 dapat diperiksa hasil analisis Multidimensional Scaling MDS. Penggunaan dua jenis data, yakni: Matriks Distance tempat kedudukan UPT dan Matriks Dissimilarity UPT akan menghasilkan tampilan yang berbeda, antara lain: i Pemetaan permasalahan pengelolaan penyu hijau Pemetaan permasalahan pengelolaan penyu hijau menggunakan data distance antar Tempat Kedudukan TK UPT. Hasil analisis Multidimensional Scaling dari matriks distance antar TK-UPT menghasilkan koordinat TK-UPT dalam 2 dimensi. Dari nilai Stress 0,01 diketahui bahwa solusi 2 dimensi adalah terbaik karena penambahan Normalized Raw Stress terjadi pada iterasi dimensi 1 ke 2 sedangkan iterasi dimensi 2 ke 3 tidak ada lagi penambahan Normalized Raw Stress. Jika koordinat TK-UPT tersebut divisualisasikan 101 melalui prosedur 3D-plot pada software XLSTAT 2006 menghasilkan peta TK-UPT pada ruang euclidean yang menyerupai peta geometrik Gambar 45. Gambar 45. Visualisasi koordinat TK-UPT dalam dua dimensi Untuk memperbandingkan setiap UPT maka koordinat TK-UPT Gambar 45 dikombinasikan dengan karakteristik ancaman, karakteristik pengelolaan dan zona sehingga dihasilkan pemetaan pengelolaan penyu secara geometrik. 1. Jika koordinat TK-UPT dikombinasikan dengan karakteristik pengelolaan dan karakteristik ancaman . Gambar 46. Visualisasi koordinat TK-UPT yang dikombinasikan dengan preference karakteristik pengelolaan dan ancaman 102 Karakteristik ancaman dialokasikan pada sumbu z vertikal sebagai dimensi ke-3 dan Karakteristik pengelolaan menggunakan spektrum warna sebagai dimensi ke-4. Tabel 15 . Hubungan antara karakteristik pengelolaan dan karakteristik ancaman Tidak ada pengelolaan Pengelolaan berbasis pemerintah Pengelolaan berbasis masyarakat Proporsi Ancaman ringan 4 4 1 18 Ancaman sedang 7 9 1 34 Ancaman berat 15 7 2 48 Proporsi 52 40 8 Dari Gambar 46 dan Tabel 15 dapat diketahui bahwa: ‘Semakin berat ancaman terhadap populasi penyu, semakin banyak UPT yang tidak mengelola penyu’. Peningkatan kuantitas UPT yang mengelola penyu hijau dapat menurunkan ancaman. 2. Jika koordinat TK-UPT dikombinasikan dengan zona dan karakteristik ancaman Gambar 47. Visualisasi koordinat TK-UPT yang dikombinasikan dengan preference zona dan karakteristik pengelolaan 103 Karakteristik pengelolaan dialokasikan pada sumbu z vertikal sebagai dimensi ke-3 dan zona menggunakan spektrum warna sebagai dimensi ke-4. Tabel 16. Hubungan antara zona dan karakteristik pengelolaan Tidak ada pengelolaan Pengelolaan berbasis pemerintah Pengelolaan berbasis masyarakat Proporsi Zona 1 10 10 4 48 Zona 2 11 8 0 38 Zona 3 5 2 0 14 Proporsi 52 40 8 Setelah mempelajari Gambar 47 dan Tabel 16 dapat dinyatakan bahwa semakin dekat jarak UPT dengan P. Bali semakin banyak UPT yang mengelola penyu hijau. Pengelolaan penyu hijau dipengaruhi protes internasional yang berkaitan dengan isu pembantaian penyu yang pernah dialamatkan ke masyarakat adat Bali tahun 80-an. ii Penampilan lembaga UPT dalam mengelola penyu hijau Untuk penilaian kinerja UPT digunakan matriks Dissimilarity antar obyek berasal dari variabel-variabel input pengelolaan. Koordinat UPT yang ada pada ruang eucledian adalah penampilan performance lembaga UPT yang diwarnai oleh variabel Dana, SDM, Sarana-prasarana, Luas kawasan konservasi, Luas wilayah kerja, Tipe UPT, Jumlah nesting site dan Panjang garis pantai. Dari nilai stress 0,1 sd 0,4 diketahui bahwa solusi 2 dimensi masih cukup baik walaupun solusi terbaiknya 3 dimensi. Penambahan Normalized Raw Stress terjadi pada iterasi dimensi 1 ke 2 dan iterasi dimensi 2 ke 3, sedangkan iterasi dimensi ke 3 ke atas tidak ada lagi penambahan Normalized Raw Stress. Jika koordinat UPT dalam 2 dimensi divisualisasikan melalui prosedur 3D-plot pada software package XLSTAT 2006 akan menghasilkan tampilan performance institusi ke 50 UPT pada ruang euclidean pada Gambar 48. 104 Gambar 48. Visualisasi koordinat lembaga UPT dalam 2 dimensi Jika koordinat lembaga UPT Gambar 48 dikombinasikan dengan dua preference, yakni: Karakteristik pengelolaan dan karakteristik ancaman, maka akan diperoleh tampilan lembaga pengelolaan penyu hijau pada Gambar 49. Gambar 49. Visualisasi koordinat 4 dimensi dari lembaga UPT setelah dikombinasikan dengan karakteristik pengelolaan dan ancaman 105 Dengan mempelajari Gambar 49 dapat dilakukan penilaian kinerja UPT, sebagai berikut : − Ideal point adalah asumsi posisi ideal suatu UPT yang didasarkan pada pertimbangan Karakteristik pengelolaan dan Karakteristik ancaman. UPT Taka Bonerate menempati posisi ideal dimana pengelolaan penyu dilaksanakan berbasis masyarakat dan ancaman terhadap penyu yang tergolong ringan. − Posisi sebaliknya adalah: UPT BKSDA Jateng; BKSDA Jatim I; BKSDA Maluku dan BTN Siberut. Keempat UPT ini memerlukan perhatian khusus karena tidak ada pengelolaan penyu hijau walaupun terdapat ancaman yang berat.

5.3 Penilaian Kondisi Populasi Penyu Hijau