122
Gambar 69. Peta prioritas konservasi di Kepulauan Derawan dari hasil diskusi
secara partisipatif
6.4 Arahan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan
6.4.1 Status kawasan
Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan berada di perairan laut dalam kewenangan Pemerintah Kabupaten Berau. Rancangan KKL Kepulauan
Derawan seluas 660.211 hektar diusulkan sebagai re-design dari tumpang tindih empat Kawasan Konservasi Laut yang telah ada sebelumnya, yaitu : Suaka
Margasatwa Pulau Sangalaki dan Taman Wisata Alam Pulau Semama yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 604Kpts-
IIUm81982; Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Kakaban yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Berau No. 70 tahun 2004; dan
Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati Perbup No. 31 tahun 2005 seluas 1,2 juta hektar Gambar 70.
123
Gambar 70. Tumpang tindih Kawasan Konservasi Laut di Kep. Derawan
6.4.2 Rencana kegiatan pengelolaan
Prinsip dasar pengelolaan KKL Kepulauan Derawan adalah konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada di dalamnya, melalui :
pemulihan sumberdaya, pengurangan ancaman dan merubah ancaman menjadi peluang. Hasil diskusi secara partisipatif Lampiran 5 diketahui bahwa ada 12
sumberdaya yang mengalami tekanan, yakni: kelapa, penyu, kerapu, lobster, terumbu karang, tripang, ikan napoleon, kerang kima, tengiri, kepiting kenari,
kakap merah, persediaan air tawar. Kedua belas sumberdaya ini mengalami:
1. Penurunan produktivitas kelapa 2. Penurunan hasil tangkapan kerapu
3. Penurunan tangkapan lobster 4. Penurunan tangkapan tripang
5. Kerusakan terumbu karang 6. Penurunan jumlah induk penyu yang bertelur
7. Penurunan hasil tangkapan ikan napoleon 8. Penurunan hasil tangkapan kerang kima
124
9. Penurunan hasil tangkapan tengiri 10. Penurunan populasi kepiting kenari
11. Penurunan hasil tangkapan kakap merah 12. Kekurangan air tawar di musim kemarau
Dari hasil The Analytical Approach Lampiran 6 diketahui bahwa ada sembilan ancaman terhadap sumberdaya yang ada di Kepulauan Derawan,
antara lain: 1. Eksploitasi spesies-spesies langka dan dilindungi;
2. Penggunaan potasium, bom dan penambangan batu karang; 3. Tidak ada pengaturan eksploitasi jenis ekonomis tinggi;
4. Tidak ada pengawasan penegakan hukum; 5. Aktivitas ekspor ke Hongkong dan Taiwan;
6. Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat; 7. Kegiatan bekarang dengan intensitas yang tinggi siang-malam;
8. Invasi nelayan luar; 9. Pemukiman yang bertambah besar.
Strategi konservasi yang dihasilkan dari The Analytical Approach Lampiran 6 mengarahkan rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
Kepulauan Derawan. Pada Gambar 71 dapat dilihat apabila arahan rencana kegiatan dialokasikan pada peta Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan.
Secara garis besar rencana kegiatan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Derawan, antara lain:
1 Penataan batas kawasan Penataan batas KKL dengan mendirikan patok pada pulau-pulau yang
menjadi batas kawasan, yakni : P. Rabu-Rabu, P. Panjang, P. Maratua, P. Balembangan, P. Sambit, P. Bilang-Bilang, P. Mataha, dan P. Manimbora.
Dengan asumsi keberadaan ekosistem terumbu karang dan ekosistem lamun berada di perairan dangkal 50 meter hingga 100 meter dengan kedalaman
10 meter maka batas terluar kawasan ditentukan sejauh ± 100 meter dari garis pantai ke arah laut.
125
126
2 Pengalokasian wilayah yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan ada perubahan apa pun oleh kegiatan manusia pada :
−
Kr. Masimbung, Kr. Malalungan, Kr. Muaras dan Kr. Besar sebagai habitat biota langka dan dilindungi : penyu laut, ikan napoleon, dan
kima.
−
Pulau Kakaban sebagai habitat kepiting kenari.
−
Pantai peneluran penyu di P. Derawan, P. Semama, P. Sangalaki, P. Mataha, P. Balembangan, P. Bilang-Bilang, dan P. Sambit.
3 Pengembangan penangkaran, budidaya dan rumpon di perairan laut sekitar P. Maratua. Kondisi lingkungan P. Maratua yang paling mendukung untuk
dikembangkan ketiganya karena berbentuk atol seluas 690 km
2
dan tidak memiliki obyek wisata yang menarik. Pulau Maratua memiliki lima desa
Bohe Silian, Payung-Payung, Bohe Bukut, Teluk Alulu dan Tanjung Bahaba dengan ± 2.000 jiwa penduduk sehingga mampu menyediakan
tenaga kerja.
−
Penangkaran spesies langka untuk jenis penyu, ikan napoleon, kepiting kenari dan kima.
−
Budidaya ikan jenis ekonomis tinggi seperti kerapu, lobster, tripang, kerang.
−
Rumpon untuk jenis tongkol, tengiri dan kakap merah. 4 Rehabilitasi terumbu karang yang sebagian besar dengan kondisi rusak di Kr.
Masimbung, Kr. Malalungan, Kr. Muaras dan Kr. Besar. Rehabilitasi menggunakan teknologi transplantasi yakni usaha pemulihan terumbu karang
melalui pencangkokan karang hidup pada karang mati serta membiarkan tumbuh secara alami.
5 Meningkatkan daya tarik obyek wisata bahari yang telah ada di P. Derawan, P. Semama, dan P. Sangalaki dengan menyediakan akomodasi bagi
wisatawan dan peningkatan sanitasi lingkungan. 6 Mengumumkan beberapa larangan dalam pemasangan papan pengumuman
dan dipublikasikan pada kesempatan diadakan pertemuan dengan masyarakat nelayan. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan masyarakat antara
lain:
127
−
Larangan eksploitasi spesies langka dan dilindungi seperti : dugong, ikan napoleon, kima, kepiting kenari, lumba-lumba, penyu laut, hiu dan
paus.
−
Larangan penggunaan potasium, bom dan penambangan batu karang.
−
Larangan kegiatan bekarang dan penambangan batu karang. 7 Menghentikan ekspor ke Hongkong dan Taiwan karena menimbulkan
eksploitasi berlebihan jenis ekonomis tinggi seperti kerapu,napoleon, lobster, tripang dan kima.
8 Menghalangi invasi nelayan luar yang berkaitan dengan penggunaan pukat harimau, potasium dan penangkapan induk penyu.
9 Melaksanakan pendidikan dan pelatihan konservasi sumberdaya alam agar dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan sumberdaya laut secara lestari. 10 Bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat agar ditempatkan di
desa-desa untuk pendampingan masyarakat. 11 Mengatur lokasi pemukiman agar tidak berada di pinggir pantai, menanami
lahan kosong dengan tanaman setempat dan pengawetan air dengan membangun resapan air.
6.4.3 Kelembagaan