128 − Pengelolaan oleh pemerintah, jika sumberdaya dialokasikan sebagai
kepemilikan negara state property, maka diperlukan aturan ditetapkan oleh pemerintah.
− Pengelolaan oleh individu jika sumberdaya dialokasikan sebagai kepemilikan individual private property, maka aturan akan mengikuti
mekanisme pasar. − Pengelolaan oleh masyarakat jika sumberdaya dialokasikan sebagai
kepemilikan masyarakat communal property, maka aturan ditetapkan oleh masyarakat setempat.
6.4.3.1 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut oleh pemerintah
Untuk mengontrol sumberdaya yang berada di dalam Kawasan Konservasi Laut, umumnya pihak pengelola akan menghadapi kesulitan
penentuan batas delineate wilayah pengelolaannya karena:
−
Sumberdaya berada dalam masa cair yang senantiasa bergerak.
−
Dampak dari aktivitas manusia berada di daratan akan dengan mudah mengalir melewati batas kawasan.
−
Masyarakatnelayan lokal sulit mengenali batas kawasan karena samar- samar adanya. Nelayan sulit membedakan apakah berada di dalam atau
di luar kawasan. Seperti yang diusulkan Hardin untuk sumberdaya yang sulit ditetapkan
batas-batasnya agar dialokasikan sebagai kepemilikan negara Smith, 1981. Smith mencontohkan Marine Protected Area sebagai upaya perlindungan
spesies-spesies langka dan terancam kepunahan agar dialokasikan sebagai sumberdaya pesisir dan laut dalam kepemilikan negara state property.
Kepemilikan negara dan dikelola oleh pemerintah ternyata paling efektif dalam pengawasan aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya
dibandingkan dengan tipe kepemilikan lain, baik secara individu maupun secara komunal yang hanya terdiri dari satu kelompok masyarakat
Berkes et al. 2001. Dalam penelitian ini KKL Kepulauan Derawan diusulkan dalam
pengelolaan oleh pemerintah dengan aturan peraturan yang ditetapkan oleh
129
pemerintah. Namun berkaitan dengan penentuan otoritas pengelolaan KKL ada potensi konflik antar lembaga pemerintah Departemen Kehutanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Berau yang masing-masing memiliki landasan hukum yang sama kuat untuk
menetapkan dan mengelola Kawasan Konservasi Laut. Konflik antar lembaga Pemerintah ini harus diselesaikan agar memperjelas kewenangan lembaga
pemerintah mana yang akan mengelola KKL Kep. Derawan. 1 Departemen Kehutanan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1990
Pasal 2, 3 dan 4 UU No. 5 tahun 1990 memberi pengertian : Pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban melaksanakan konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya agar terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat
lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Pasal 8 tentang: Konservasi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: Perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pengawetan keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya dan Pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan ekosistemnya. Kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya telah menjadi kewenangan Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. Lembaga ini menangani konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya baik di Kawasan Suaka Alam Cagar Alam dan Suaka Margasatwa maupun Kawasan Pelestarian Alam Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Kawasan Konservasi Laut yang telah dimiliki Direktorat Jenderal PHKA, antara lain:
1. TWAL Pulau Weh
BKSDA NAD 2.
TWAL Kepulauan Banyak BKSDA NAD
3. TWAL Pulau Pieh
BKSDA SUMBAR 4.
CAL Pulau Anak Krakatau BKSDA Lampung
5. TNL Kep. Seribu
BTN Kep. Seribu 6.
CAL Pulau Sangiang BKSDA JABAR I
7. CAL Sancang
BKSDA JABAR II 8.
CAL Pangandaran BKSDA JABAR II
9. TNL Kep. Karimunjawa
BTN Kep. Karimunjawa 10. TWAL Pulau Moyo
BKSDA NTB 11. TWAL Gili Meno, G. Air, G. Trawangan
BKSDA NTB
130
12. TWAL Pulau Satonda BKSDA NTB
13. TWAL Teluk Kupang BKSDA NTT I
14. CAL Riung BKSDA NTT II
15. TWAL Teluk Maumere BKSDA NTT II
16. TWAL Tujuh Belas Pulau BKSDA NTT II
17. CAL Kep. Karimata BKSDA KALBAR
18. SML Pulau Semama BKSDA KALTIM
19. TWAL Pulau Sangalaki BKSDA KALTIM
20. TNL Bunaken BTN Bunaken
21. TWAL Kepulauan Kapoposang BKSDA SULSEL I
22. TNL Taka Bonerate BTN Taka Bonerate
23. TWAL Teluk Lasolo BKSDA SULTRA
24. TWAL Pulau Padamarang BKSDA SULTRA
25. CAL Kep. Aru Tenggara BKSDA Maluku
26. CAL Banda BKSDA Maluku
27. TWAL Pulau Pombo BKSDA Maluku
28. TWAL Taman Laut Banda BKSDA Maluku
29. TWAL Pulau Kassa BKSDA Maluku
30. TWAL Pulau Marsegu BKSDA Maluku
31. SML Kep. Raja Ampat BKSDA Papua II
32. SML Sabuda Tataruga BKSDA Papua II
33. TWAL Kep. Padaido BKSDA Papua II
34. TNL Teluk Cendrawasih BTN Teluk Cendrawasih
Di Kepulauan Derawan Direktorat Jenderal PHKA memiliki organisasi Seksi Konservasi Sumberdaya Alam yang membawahi SML Pulau Semama
dan TWAL Pulau Sangalaki. 2 Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Undang-Undang No. 31 tahun
2004 dan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 Dalam pasal 1 UU No. 31 tahun 2004 didefinisikan konservasi
sumberdaya ikan sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. Pasal 5
ayat 1 menyebutkan bahwa wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan dan atau pembudidayaan ikan, meliputi:
perairan Indonesia; ZEEI; sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang
potensial di wilayah Republik Indonesia.
131
Undang-undang No. 31 tahun 2004 memberi pemahaman bahwa: Perairan laut Kepulauan Derawan dan ZEEI merupakan wilayah
pengelolaan perikanan dalam kewenangan Pemerintah Departemen Kelautan dan Perikanan baik untuk penangkapan ikan maupun
pembudidayaan ikan. Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri DKP dapat menetapkan suaka perikanan, jenis
ikan dan kawasan perairan yang dilindungi, termasuk taman nasional laut untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata dan atau
kelestarian sumberdaya ikan dan atau lingkungannya Pasal 7 ayat 1 dan 5. Implementasi UU No. 31 tahun 2004 akan sulit dilaksanakan karena
DKP tidak memiliki kawasan dan organisasi secara vertikal di seluruh Indonesia. Dinas Perikanan dan Kelautan yang ada di daerah merupakan
organisasi dari Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten. Sementara perairan laut yang menjadi wilayah pengelolaan DKP telah menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah baik di tingkat kabupaten dan provinsi Pasal 18 ayat 2 dan 4 UU No. 32 tahun 2004. Jika Menteri DKP akan
menetapkan dan mengelola suaka perikanan dan taman nasional laut akan berbenturan dengan kewenangan Pemerintah Daerah.
Undang-undang No. 27 tahun 2007 menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil WP3K ditetapkan
oleh Peraturan Menteri pasal 28. Pengelolaan Kawasan Konservasi yang berada di dalam kewenangan Kabupaten dan Propinsi diintegrasikan dengan
kegiatan Pemerintah Daerah Pasal 6. Penetapan UU No. 27 tahun 2007 diharapkan dapat mengatasi konflik kepentingan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah. 3 Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dengan Undang-Undang No. 32
tahun 2004. Pasal 18 ayat 3 dan 4 UU No. 32 tahun 2004 memberi pemahaman
bahwa kewenangan Kabupaten Berau untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut paling jauh 4 mil dari garis pantai ke arah laut. Pengelolaan
sumberdaya di laut ini, melalui kegiatan: eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan kekayaan laut. Wilayah laut yang dimiliki Kabupaten Berau berada di
132
sekitar Kepulauan Derawan. Kegiatan pengelolaan sumberdaya laut yang menjadi kewenangan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau
berbeda dengan pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut KPL yang telah ditetapkan melalui Peraturan Bupati Perbup No. 31 tahun 2005 merupakan
implementasi dari konservasi pada pasal 18 ayat 1 dan 2. Jika memperhatikan Penjelasan UU No. 32 tahun 2004 menyebutkan
bahwa pemerintah pusat yang memiliki kewenangan menetapkan kawasan khusus di daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman
nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali,
pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah
eksploitasi, konservasi, bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumberdaya nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan
spesifik. Pasal 18 dan penjelasan UU No. 32 th 2004 menimbulkan kerancuan
kewenangan penetapan kawasan konservasi di Kepulauan Derawan oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat. Kerancuan kewenangan ini
menimbulkan konflik kepentingan di dalam penentuan lembaga pemerintah yang mengelola KKL Kepulauan Derawan.
Permasalahan lainnya adalah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dalam mengelola wilayah laut yang bersifat mendua. Dalam hal
konservasi Pemerintah Daerah Kabupaten Berau telah membentuk KPL melalui Peraturan Bupati No. 31 tahun 2005, di sisi lain Pemerintah Daerah
Kabupaten Berau melaksanakan privatisasi pengunduhan telur penyu oleh Haji Saga di tiga pulau yang tidak berpenghuni P. Bilang-Bilang,
P. Balembangan, P. Mataha, dan P. Sambit. Kasus Haji Saga merupakan contoh ketidakjelasan konsep konservasi yang dianut Pemerintah Daerah
Kabupaten Berau.
133
6.4.3.2 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut secara kolaboratif