Pengaruh input pengelolaan UPT terhadap pengelolaan penyu hijau

96

5.2.1 Pengaruh input pengelolaan UPT terhadap pengelolaan penyu hijau

Setiap UPT merupakan suatu organisasi lembaga institusi yang mendapat alokasi dana dan memiliki sumberdaya manusia SDM dan beberapa input pengelolaan UPT yang lain diduga mempengaruhi pengelolaan penyu hijau, yakni: i Tipe UPT Tipe UPT dapat memberi gambaran tentang sarana-prasarana yang dimiliki suatu UPT. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186Kpts-II2002 dan No. 6187 Kpts-II2002 menyebutkan bahwa UPT terdiri dari tiga tipe, yakni: UPT tipe A, UPT tipe B, dan UPT tipe C yang dibedakan oleh susunan organisasi. Gambar 41. Struktur organisasi UPT tipe A, B, C ii Luas kawasan konservasi Setiap UPT memiliki kawasan konservasi yang berbeda-beda bentuknya, seperti: Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Taman Wisata Alam, Taman Nasional yang berisi potensi flora dan fauna serta ekosistem yang dikelola oleh suatu UPT. iii Luas wilayah kerja Luas wilayah kerja yang dapat dijadikan ukuran beban dan tanggung jawab pengelola UPT. Untuk UPT BTN diukur dari kawasan konservasi ditambah dengan wilayah teritori, sedangkan UPT BKSDA memiliki ukuran sama dengan luas wilayah admistratif. 97 iv Jumlah nesting site penyu hijau di suatu UPT v Panjang garis pantai nesting site penyu hijau di suatu UPT. Pengujian pengaruh input pengelolaan UPT terhadap pengelolaan penyu hijau digunakan Metode Categorical Regression CATREG. Pada Lampiran 1 dapat dilihat pengujian hubungan antara variabel response 50 UPT dengan sekelompok predictor 7 variabel dari input pengelolaan. Hasil pengujian dapat diketahui bahwa hubungan antara variabel response dengan sekelompok predictor dapat dijelaskan oleh model Regresi: Y = 0,48 X 1 + 0,425 X 2 – 0,304 X 3 – 0,253 X 4 -0, 172 X 5 + 0,114 X 6 + 0,09 X 7 dimana : Y = UPT X 3 = Dana X 6 = Panjang Garis pantai X 1 = Tipe UPT X 4 = SDM X 7 = Jumlah Nesting site X 2 = Luas KK X 5 = Luas Wilayah kerja Koefisien determinasi: R 2 = 0, 521, berarti 52,1 perbedaan UPT response yang mampu dijelaskan oleh regresi, sisanya 47,9 dipengaruhi oleh faktor yang tidak diketahui. Pengelolaan penyu hijau di 50 UPT tidak dipengaruhi oleh input pengelolaan suatu UPT. Jika akan meningkatkan kuantitas UPT yang mengelola penyu tidak dapat dilakukan dengan peningkatan input pengelolaan, seperti: Tipe UPT, Dana, Jumlah SDM, Luas Kawasan Konservasi, Luas Wilayah Kerja, Panjang Garis Pantai dan Jumlah Nesting Site. 5.2.2 Karakteristik pengelolaan dan ancaman terhadap penyu hijau Penentuan karakteristik pengelolaan dan ancaman terhadap penyu hijau menggunakan analisis Metode Hierarchical Clustering. Analisis cluster ini mengklasifikasikan data menjasi beberapa kelompok yang memiliki kesamaan similarityhomogeneous. Analisis Hierarchical Clustering dapat diperiksa pada Lampiran 2. Dendrogram merupakan hasil pengelompokan UPT yang menunjukkan karakteristik pengelolaan Gambar 42 dan karakteristik ancaman terhadap penyu hijau Gambar 43. 98 Gambar 42. Karakteristik pengelolaan penyu hijau Dari Gambar 42 dapat diketahui bahwa karakteristik pengelolaan terdiri dari tiga cluster, dimana: Cluster 1 adalah 26 UPT dimana sebagian UPT memiliki nesting site penyu dan tidak mengelola penyu. Cluster 2 adalah 20 UPT dimana semua UPT memiliki nesting site penyu dan pengelolaannya berbasis pemerintah. Cluster 3 adalah 4 UPT dimana semua UPT memiliki nesting site penyu dan pengelolaannya berbasis masyarakat. 99 Gambar 43. Karakteristik ancaman pengelolaan penyu hijau Pada Gambar 43 dapat diketahui bahwa karakteristik ancaman terhadap penyu hijau ada tiga cluster, yakni: Cluster 1 adalah 24 UPT yang terdapat ancaman ringan dimana sebagian kecil UPT terdapat penangkapan induk, eksploitasi telur, perdagangan opsetan dan tidak ada konsumsi daging. Cluster 2 adalah 17 UPT yang terdapat ancaman sedang dimana sebagian besar UPT terdapat penangkapan induk, eksploitasi telur dan konsumsi daging dan tidak ada perdagangan opsetan. 100 Cluster 3 adalah sembilan UPT yang terdapat ancaman berat dimana semua UPT terdapat penangkapan induk, eksploitasi telur, konsumsi daging dan perdagangan opsetan. Ada dugaan pengelolaan penyu hijau berkaitan dengan P. Bali, dimana konsumsi daging penyu di P. Bali pernah menimbulkan protes internasional pada tahun 80-an. Karenanya peneliti melakukan pengukuran jarak antara ke-50 Tingkat Kedudukan TK UPT terhadap kota Denpasar. Hasil pengukuran dikelompokkan dalam tiga peringkat melalui prosedur recode pada software package SPSS version 13. Hasil pengelompokan dapat dilihat pada Gambar 44. Gambar 44. Pengelompokan UPT berdasarkan peringkat jarak dari Bali

5.2.3 Memperbandingkan setiap UPT dalam mengelola penyu hijau