Pengusahaan telur penyu hijau

87 Dari monografi desa dilaporkan jumlah penduduk Desa Balikukup sebanyak 875 orang dengan jumlah laki-laki 500 orang dan perempuan 375 orang. Desa Balikukup baru terbentuk pada tahun 2003 merupakan desa pemekaran. Batas-batas Desa Balikukup adalah sebelah Utara berbatasan dengan Karang Takat Silonjongan; sebelah Selatan berbatasan dengan P. Manimbora; sebelah Barat berbatasan dengan P. Bilang-Bilang; sebelah Timur berbatasan dengan Karang Mangkalepai. Desa Balikukup memiliki Sekolah Dasar satu unit; Sekolah Menengah Pertama satu unit, dan Puskesmas Pembantu satu unit, sedangkan toko warung sebanyak 10 unit. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah nelayan 90, sisanya adalah PNS sebanyak 7 orang dan pedagang 5 orang.

4.2.5 Pengusahaan telur penyu hijau

Pada Gambar 35 dapat diketahui sebaran lokasi peneluran penyu hijau yang berada P. Derawan, P. Sangalaki, P. Bilang-Bilang, P. Mataha, P. Balembangan, P. Balikukup dan P. Sambit. Pemanenan telur penyu oleh masyarakat Kepulauan Derawan dilakukan sejak 50 tahun yang lalu. Gambar 35 . Peta sebaran daerah peneluran penyu di Kepulauan Derawan Sumber : Mahardika. N.,2004 88 Eksploitasi telur penyu semakin intensif dan berkembang untuk tujuan komersial. Perubahan eksploitasi telur penyu menjadi besar-besaran karena adanya kebijakan privatisasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dengan penunjukan perusahaan swasta. Sejarah eksploitasi telur penyu yang diprakarsai Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Sejarah pengusahaan telur penyu di Kepulauan Derawan PERIODE POLA PENGUSAHAAN Sebelum 1901 Eksploitasi secara komersial 1901 – 1934 Pelarangan menangkap penyu dewasa dan pengambilan telur penyu dengan perijinan di P. Sangalaki dan P. Derawan 1934 – 1945 Diberlakukan periode pemanenan dan pelarangan berselang- seling setiap tahun, hanya di P. Sangalaki 1945 – 1950 Eksploitasi sangat tinggi 1950 – 1997 Pelelangan berdasarkan Peraturan Daerah No. 30 tahun 1953 dan Peraturan Daerah No. 15 tahun 1983 1998 Pengusahaan selama enam bulan dan penunjukan melalui Surat Keputusan Bupati setiap enam bulan sekali. Pemberlakuan Undang-Undang tentang Pajak dan Retribusi sehingga Peraturan Daerah No. 15 tahun 1983 tidak berlaku. Adopsi sarang oleh pengusaha wisata di P. Derawan dan P. Sangalaki 1999 – 2000 Pelelangan, perolehan telur disisihkan 10 untuk dibiakkan dan ditebarkan ke laut S.K. Bupati No. 69 tahun 1999. Adopsi sarang oleh pengusaha wisata di P. Derawan dan P. Sangalaki 2001 Pelelangan, dibentuk tim monitoring dan konservasi S.K. Bupati No. 35 tahun 2001; kewajiban untuk menyisihkan untuk konservasi sejumlah 20 S.K. Bupati No. 44 tahun 2001, Adopsi sarang oleh pengusaha wisata di P. Derawan dan P. Sangalaki 2002 1. Pengusahaan P. Sangalaki dan P. Derawan melalui pelelangan Instruksi Bupati No. 66 tahun 2002. 2. Penunjukan langsung pihak swasta untuk memanfaatkan telur penyu pada pulau-pulau selain P. Sangalaki dan P. Derawan. Pembentukan tim pengamanan untuk P. Sangalaki dan P. Derawan S.K. Bupati No. 36 tahun 2002. Sumber : Data dari WWF-Wallacea 2000 89 Setiap minggu telur-telur penyu diangkut dengan tiga kapal langsung dibawa ke Tanjungredeb di Kabupetan Berau, Samarinda di Tarakan untuk disalurkan kepada para distributor dan kemudian disalurkan langsung ke pedagang eceran. Omzet penjualan di tiga kota ini mencapai Rp. 100.000.000,- sampai dengan Rp. 140.000.000,- per bulan Anonim, 2000. Gambar 36. Pengusahaan pemanenan telur penyu oleh CV. Derawan Penyu Lestari Untuk tujuan konservasi penyu Pemerintah Daerah menyisihkan telur penyu untuk restocking pada tahun 2000 sebanyak 10 dan meningkat 20 pada tahun 2001. Telur penyu 20 yang telah disisihkan tersebut diserahkan kepada pihak ketiga WWF, Kehati dan Turtle Foundation melalui Surat Keputusan Bupati Berau No. 35 tahun 2001. Sejak tanggal 1 Januari 2002, tidak ada lagi pengusahaan pemanenan telur penyu di P. Sangalaki. Pengelolaan penyu di P. Sangalaki diserahkan pada Lembaga Swadaya Masyarakat WWF, Kehati, dan Turtle Foundation melalui Surat Keputusan Bupati Berau No. 36 tahun 2002. Seiring dengan penutupan P. Sangalaki dari pemanenan telur penyu tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Berau menyerahkan pengusahaan telur penyu pada perorangan, yakni H. Saga. Haji Saga adalah penduduk Pulau Derawan yang beroperasi pada pulau-pulau kecil tidak berpenghuni, seperti : P. Bilang-Bilang, P. Balembangan, P. Mataha dan P. Sambit. Sumbangan PAD yang diberikan H. Saga pada Pemerintah Daerah Kabupaten Berau adalah sebesar Rp. 300.000.000,- tahun 2002; Rp. 375.000.000,- tahun 2003; dan Rp. 400.000.000,- tahun 2004 dengan ditambah satu unit long boat dengan mesin tempel. 90 Sebagian dari hasil pemanenan telur penyu dikirimkan ke Samarinda dengan frekuensi pengapalan sekali dalam dua minggu. Saat dilakukan pengamatan, memperlihatkan salah satu dari beberapa pedagang telur penyu di sepanjang Jalan Gajah Mada kota Samarinda Gambar 37. Gambar 37. Pedagang telur penyu di Jalan Gajah Mada Samarinda Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Propinsi Kalimantan Timur yang berkedudukan di Samarinda melalui Seksi Wilayah Konservasi Kabupaten Berau seharusnya mengelola penyu yang berada di wilayah kerjanya yakni : Pulau Sangalaki dan Pulau Semama. Namun dengan adanya kebijakan privatisasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Berau menjadikan eksploitasi telur penyu tidak terkontrol.

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kebijakan perlindungan penyu hijau diarahkan pada penilaian terhadap: efektivitas perlindungan penyu hijau, kinerja pengelolaan penyu hijau dan kondisi populasi penyu hijau.

5.1 Efektivitas Perlindungan Penyu Hijau

Di tingkat internasional penyu hijau dilindungi oleh berbagai negara karena status endangered species dan dikelompokkan dalam Appendix I – CITES. Endangered species adalah status konservasi dalam IUCN Red Data Book dimana spesies yang dalam waktu dekat sangat beresiko mengalami kepunahan. Dalam CITES penyu hijau telah dikelompokkan dalam Appendix I bersama lebih dari 800 spesies yang dilarang diperdagangkan secara komersial. Jenis yang dimasukkan dalam Appendix I adalah jenis yang jumlahnya di alam sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Di tingkat nasional penyu hijau telah dilindungi oleh pemerintah melalui penetapan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 bersama 236 jenis satwa dan 58 jenis tumbuhan lain. Setelah delapan tahun perlindungan penyu hijau, eksploitasi penyu di tingkat lokal tidak terkendali baik yang dilakukan oleh masyarakat lokal maupun pihak yang mendapat konsesi pemanenan telur penyu melalui Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Bupati dan Peraturan Daerah. Eksploitasi penyu hijau di berbagai wilayah Indonesia mengindikasikan kegagalan kebijakan perlindungan penyu hijau. Penangkapan penyu dan pemanenan telur penyu merupakan permasalahan utama yang dihadapi pihak pengelola. i Pemanenan telur penyu Dari rekapitulasi data dapat dilaporkan bahwa pemanenan telur penyu terjadi di 24 UPT, yakni: BKSDA Sumbar; BKSDA Riau; BKSDA Sumsel; BKSDA Lampung; BKSDA Bengkulu; BKSDA Jabar I; BKSDA Jabar II; BKSDA Jateng; BKSDA DIY; BKSDA Jatim I; BKSDA Jatim II; BKSDA Bali; BKSDA NTB; BKSDA NTT I; BKSDA Kalbar; BKSDA Kaltim;