Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupu kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengatasi permasalahan dalam kehidupan. Hal ini dipertegas dalam tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa, ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Berdasarkan uraian di atas pendidikan memiliki dua tujuan utama yaitu membantu orang menjadi pintar dan lebih baik. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang pandai dan terampil, tetapi juga dapat menanamkan sikap dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat. Pendidikan dimaksudkan untuk menyiapkan manusia menjadi warga negara yang baik. Maksud pernyataan ini adalah agar manusia menjadi warga 2 negara yang dapat melaksanakan semua kewajiban dan memahami akan haknya secara baik. Maka dari itu untuk mencapai tujuan pendidikan diharapkan pembelajaran tidak hanya berpusat pada aspek kognitif pengetahuan saja melainkan mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif pengetahuan, aspek psikomotor keterampilan, dan aspek afektif sikapperilakukarakter. Hasil belajar ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan yang lebih sederhana sampai dengan kemampuan untuk memecahkan masalah. Hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara saraf dan otot. Sedangkan hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tidak berdiri sendiri atau lepas satu sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Ranah afektif sangat diperlukan dalam mencapai tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan karakter. Sejalan dengan pendidikan karakter, kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan sikap yang meliputi pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan. Salah satu ciri kurikulum 2013 adalah selalaui mengaitkan antar sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam satu kontek pembelajaran. Sekolah merupakan salah satu alternatif dalam menerapkan 3 pendidikan karakter. Asmani 2012: 43 mengemukakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan disekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan yang ada tidak hanya melahirkan seseorang yang ahli dalam bidang tertentu akan tetapi bagaimana seseorang mampu membawa diri dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Kemendiknas dalam Suyadi 2013:7 telah merumuskan 18 nilai karakter yang dapat ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Karakter yang dimaksud adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Karakter-karakter yang baik ini perlu ditanamkan kepada anak sejak dini. Sekolah Dasar menjadi salah satu tempat penanaman karakter bagi siswa. Siswa kelas III SD berada pada masa kanak-kanak akhir. Pada masa ini siswa kelas III seharusnya sudah memahami tentang aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut berbeda dengan hasil observasi pra penelitian yang dilakukan peneliti pada pembelajaran di kelas III SD Muhammadiyah Mutihan 4 Kulon Progo. Pada hasil observasi pra penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Pada saat proses belajar mengajar siswa juga sering tidak memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru, dan tidak jarang siswa ramai sendiri di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak fokus dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kondisi kelas yang cenderung tidak bersih menunjukkan bahwa tidak semua siswa melaksanakan tugas piket yang telah disusun di kelas. Berdasarkan hasil observasi ini, dapat diketahui bahwa tanggung jawab siswa kurang. Berdasarkan hasil wawancara guru kelas III di SD Muhammadiyah Mutihan Kulon Progo, masih ada siswa yang curang dalam mengerjakan tugas yaitu dengan mencontek atau bertanya dengan siswa lainnya. Menurut penuturan guru, kegiatan piket tidak dilaksanakan oleh semua siswa dan masih ada siswa yang datang terlambat ke sekolah. Selain itu, sering terjadi perkelahian antar siswa di dalam kelas dikarenakan hal yang kecil. Perkelahian ini dapat terjadi dikarenakan ada beberapa siswa yang sering menjahili teman sekelasnya dan tidak bersedia bila disalahkan atas perbuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukannya. Salah satu nilai karakter yang diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sikap tanggung jawab yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Menurut Mustari 2011: 21 tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, 5 negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab erat kaitanya dengan hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang. Dengan tertibnya penggunaan hak dan kewajiban timbulah rasa tanggung jawab. Sikap tanggung jawab yang baik berada pada penimbangan yang serasi antara perolehan hak dan penunaian kewajiban. Sikap tanggung jawab sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap peserta didik dalam pembentukan karakter yang baik. Sikap tanggung jawab merupakan perilaku sebagai perwujudan kesadaran dalam melaksanakan kewajiban. Terbentuknya sikap tanggung jawab dapat membantu kegiatan belajar, dapat menimbulkan rasa senang untuk belajar dan meningkatkan hubungan sosial. Sikap tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai pelajar di sekolah adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah, mentaati aturan dan tata tertib yang berlaku, serta bersedia menerima resiko atas perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu, sikap tanggung jawab menjadi salah satu prasyarat yang akan mengantarkan peserta didik sukses dalam belajar. Pembentukan sikap tanggung jawab sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap tanggung jawab adalah pendidikan. Dalam pendidikan terjadilah proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam kegitan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental, sebagai suatu wujud reaksi. Pikiran dan otot-ototnya harus dapat bekerja secara harmonis, sehingga subjek belajar itu 6 bertindak atau melakukannya. Belajar harus aktif tidak sekedar menerima pembelajaran, namun harus ada hubungan timbal balik yang terjadi antara guru dengan siswa. Selain itu pembelajaran hendaknya dapat membentuk karakter yang baik bagi setiap siswa. Mata pembelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan karakter yang baik sebagai warga negara. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 37, Pendidikan Kewarganegaraan PKn adalah salah satu muatan wajib kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Karakteristik mata pelajaran PKn menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Jadi, diharapkan dengan pembelajaran PKn sikap dan mental siswa dapat terbentuk dengan baik, sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang terjadi. Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang menurut guru sulit diajarkan kepada siswa. Guru memberikan pernyataan berikut karena materi yang diajarkan dalam pembelajaran PKn bukan hanya untuk mencapai nilai yang tinggi, namun juga menerapkan karakter pada siswa. Saat ini guru masih memusatkan pembelajaran PKn pada ranah kognitif saja sehingga belum sesuai dengan tujuan mata pelajaran PKn yaitu untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter. 7 Sebagai upaya untuk mencapai tujuan mata pelajaran PKn, perlu diadakan inovasi pembelajaran yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu proses pembelajaran pada satuan pendidikan dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Guru sebagai komponen pendidikan perlu melakukan pembaharuan terutama pada proses pembelajaran agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Pembaharuan yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan menerapkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa, agar siswa mampu belajar mandiri, tidak tergantung terus menerus pada guru dan aktif dalam proses belajar mengajar. Upaya yang dapat dilakukan guru agar pembelajaran Pkn menjadi efektif dan menyenangkan yaitu dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang bervariasi. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah kooperatif, menurut Taniredja, dkk 2011: 56 pada dasarnya kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antar sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk melatih kompetensi sikap, sosial, dan kepekaan terhadap orang lain, serta juga kolaborasi dengan orang lain. 8 Penerapan teknik pembelajaran kooperatif ini dapat memberikan manfaat antara lain meningkatkan kualitas hasil pembelajaran, prestasi akademik, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe pembelajaran. Model pembelajaran tersebut antara lain Jigsaw, Think Pair Share, Numbered Heads Together, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside Outside Circle, Bamboo Dancing, Point Countern Point, The Power of Two, Student Team Achievement Divisions, dan Snowball Throwing. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat mengembangkan sikap tanggung jawab siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Snowball throwing dapat melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas. Siswa dituntut untuk menyampaikan materi serta menjawab pertanyaan dari siswa lain. Model pembelajaran snowball throwing adalah model pembelajaran kelompok yang nantinya setiap anggota kelompok membuat pertanyaan pada selembar kertas dan membentuknya menyerupai bola, kemudian bola tersebut dilempar ke anggota kelompok lain sesuai waktu yang di tentukan dan selanjutnya masing- masing siswa menjawab pertanyaan yang ada dalam bola tersebut. Dengan penerapan metode ini, siswa dilatih untuk bertanggung jawab atas hasil belajarnya dan teman sekelompoknya. Model pembelajaran tipe snowball throwing ini belum pernah digunakan guru dalam pembelajaran di kelas III SD Muhammadiyah Mutihan Kulon Progo. Oleh karena itu, peneliti akan mengujicobakan model pembelajaran kooperatif 9 tipe snowball throwing ini dalam pembelajaran di kelas III SD Muhammadiyah Mutihan Kulon Progo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran tipe snowball throwing berpengaruh terhadap sikap tanggung jawab siswa dan perbedaan sikap tanggung jawab siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing dan pembelajaran tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing terhadap Sikap Tanggung Jawab Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas II I SD Muhammadiyah Mutihan Kulon Progo”.

B. Identifikasi Masalah