PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS V SD N SENDANGADI 1 MLATI.

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KARAKTER TANGGUNG JAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS V SD N SENDANGADI 1 MLATI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Widy Dyah Mulyani NIM 11108241089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Tindakan bukan berasal dari pemikiran, tapi kesediaan untuk memikul tanggung jawab.”

(Dietrich Bonhoeffer)

“Tak ada orang yang sukses jika tidak siap menghadapi dan menanggulangi kesulitan-kesulitan dan mempersiapkan diri memikul tanggung jawab”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya dengan ijin Allah SWT dapat saya selesaikan dan sebagai ungkapan rasa syukur serta terimakasih, karya ini dengan sepenuh hati dan keikhklasan kupersembahkan kepada:

1. Orangtua (Ayah dan Ibunda tercinta), yang senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, nasihat, dan doa di setiap langkahku.

2. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

vii

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KARAKTER TANGGUNG JAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS V SD N SENDANGADI 1 MLATI

Oleh

Widy Dyah Mulyani NIM 11108244039

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang dikembangkannya karakter tanggung jawab siswa, belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dalam mengembangkan sikap karakter tanggung jawab siswa, dan belum diketahuinya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas V SD N Sendangadi 1 Mlati.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan bentuk Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 1 Mlati yang berjumlah 58 siswa, terdiri dari 30 siswa kelas VA dan 28 siswa kelas VB. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan dua kelompok yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Sedangkan, kelas kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasanya dilaksanakan oleh guru. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan uji t, dengan SPSS 16.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 1 Mlati. Hasil ini dibuktikan dengan hal-hal berikut: rata-rata skor karakter tanggung jawab siswa kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan menunjukkan angka 26, hal ini berbeda jauh dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa setelah adanya perlakuan, yaitu mencapai skor 30,75. Data lain menunjukkan rata-rata skor kelas kontrol setelah diberi perlakuan hanya menunjukkan skor 27,13. Hal ini juga didukung dengan uji t sebagai analisis datanya. Dari hasil uji t antara hasil setelah perlakuan pada kedua kelompok diperoleh t hitung>t tabel yaitu 3,531>2,00324 dan nilai probabilitas signifikansi<0,05 yaitu 0,001.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatf tipe Jigsaw, karakter tanggung jawab, kelas V SD.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Koopertaif Tipe Jigsaw terhadap Karatakter Tanggung Jawab pada Pembelajaran PKn Siswa Kelas V SD N Sendangadi 1 Mlati” ini dengan baik.

Skripsi ini tersusun atas bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyusun skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk menuangkan gagasan dalam bentuk skripsi.

4. Bapak Dr. Ali Mustadi, M. Pd, Dosen Pembimbing Skripsi I yang selalu memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tugas skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Dr. Wuri Wuryandani M. Pd., Dosen Pembimbing Skripsi II yang juga selalu memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tugas skripsi ini dengan baik.


(9)

ix

6. Bapak Nur Suharyanto, S. Pd., Kepala Sekolah SD Negeri Sendangadi I yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

7. Bapak A. Agung Wibowo, S. Pd. SD., guru kelas VA SD Negeri Sendangadi I yang telah membantu dan bekerjasama dengan peneliti dalam melaksanakan penelitian.

8. Ibu Fitria Dian Pratiwi, S. Pd., guru kelas VB SD Negeri Sendangadi I yang juga telah membantu dan bekerjasama dengan peneliti dalam melaksanakan penelitian.

9. Seluruh siswa kelas V SD Negeri Sendangadi I atas kerjasama yang diberikan selama peneliti melakukan penelitian.

10.Kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis yang sedang mencari ilmu agar bermanfaat di dunia dan akhirat. 11.Kakakku Rosita Purnama Dewi yang selalu memberikan doa dan motivasi

demi terselesaikannya skripsi ini.

12.Keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

13.Sahabat-sahabatku Enggar Saraswati, Zuli Utami, Niken Kustanti, Fajarsih Darusuprapti, Aqila Darmata Syinta, dan Rizkawati Mustian, yang senantiasa memberikan doa, bantuan, motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.

14.Teman-teman PGSD UNY 2011 kelas B yang telah berjuang bersama dan saling memberikan motivasi.

15.Semua pihak yang memberikan bantuan, doa dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.


(10)

x

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa diharapkan oleh penulis. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 1 November 2015 Penulis,


(11)

xi DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PERNYATAAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... MOTTO ... PERSEMBAHAN ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL …... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii iv v vi vii viii xi xiv xv xvi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Identifikasi Masalah ……….…...

C. Batasan Masalah ……….……...

D. Rumusan Masalah ……….…...

E. Tujuan Penelitian ……….…...

F. Manfaat Penelitian ……….………...

1 9 10 10 11 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran ………... 13


(12)

xii

3. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar ... 4. Karakter Siswa Kelas V Sekolah Dasar ... 5. Model Pembelajaran Kooperatif ... 6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... B. Penelitian yang Relevan ... C. Kerangka Berpikir ... D. Hipotesis ...

24 27 29 38 43 44 46 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... B. Populasi Penelitian ... C. Tempat dan Waktu Penelitian ... D. Variabel Penelitian ... E. Definisi Operasional Variabel ... F. Teknik Pengumpulan Data ... G. Instrumen Penelitian ... H. Validitas Instrumen ... I. Teknik Analisis Data...

47 47 48 48 49 50 50 51 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Karakter Tanggung Jawab Siswa Sebelum Perlakuan ... 2. Deskripsi Data Karakter Tanggung Jawab Siswa Setelah

Perlakuan ... B. Analisis Data

1. Analisis Data Sebelum Perlakuan ... 2. Analisis Data Setelah Perlakuan ... 3. Pembahasan ... 4. Keterbatasan Penelitian ...

55 57 58 63 68 77


(13)

xiii

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ...

79 79 80 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

81 83


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Desain Penelitian ... 47

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 48

Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi ... 51

Tabel 4. Data Karakter Tanggung Jawab Siswa Sebelum Perlakuan ... 55

Tabel 5. Interval Skor Karakter Tanggung Jawab Sebelum Perlakuan ... .. 56

Tabel 6. Data Karakter Tanggung Jawab Siswa Setelah Perlakuan ... .. 57

Tabel 7. Interval Skor Karakter Tanggung Jawab Setelah Perlakuan ... .. 57

Tabel 8. Uji Normalitas Distribusi Data Karakter Tanggung Jawab Sebelum Perlakuan ... .. 59

Tabel 9. Uji Homogenitas Data Karakter Tanggung Jawab Sebelum Perlakuan ... .. 60

Tabel 10. Uji t Data Karakter Tanggung Jawab Sebelum Perlakuan ... .. 61

Tabel 11. Uji Normalitas Distribusi Data Karakter Tanggung Jawab Setelah Perlakuan ... .. 64

Tabel 12. Uji Homogenitas Data Karakter Tanggung Jawab Setelah Perlakuan ... .. 65


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Kerangka Berfikir ... 46


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Ruang Lingkup Pembelajaran PKN di SD ... 84

Lampiran 2. Validasi Ahli ... 85

Lampiran 3. Lembar Observasi ... 86

Lampiran 4. RPP Kelas Eksperimen ... 87

Lampiran 5. RPP Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 6. Skor Observasi Kelas Eksperimen Sebelum Perlakuan ... 112

Lampiran 7. Skor Observasi Kelas Eksperimen Setelah Perlakuan ... 113

Lampiran 8. Skor Observasi Kelas Kontrol Sebelum Perlakuan ... 114

Lampiran 9. Skor Observasi Kelas Kontrol Setelah Perlakuan ... 115

Lampiran 10. Tabel t ... 116

Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ... 117

Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian ... 119


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, menuntut peningkatan hidup masyarakat di segala bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi manusia, sehingga sistem pendidikan yang baik diharapkan dapat tumbuh dan berkembang membentuk generasi muda yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, suatu negara akan tertinggal dari bangsa lain dalam percaturan dan persaingan dunia global yang semakin kompetitif.

Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara berkesinambungan dan sampai saat ini terus dilaksanakan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mulai dari pembangunan gedung sekolah, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, merancang kurikulum, peningkatan tenaga kependidikan sampai pengesahan undang sistem pendidikan nasional, serta undang-undang guru dan dosen.

Dewasa ini, masalah yang cenderung menjadi perbincangan di dunia pendidikan adalah mengenai karakter. Tujuan pendidikan saat ini cederung hanya untuk mendapatkan nilai baik dan dapat masuk ke sekolah atau universitas yang diinginkan, menggapai cita-cita, dan duduk sebagai pemimpin tanpa adanya karakter yang tertanam dalam dirinya.


(18)

2

Melihat kondisi masyarakat saat ini yang cenderung degradasi karakter, tentu bangsa ini sangat memerlukan perubahan. Degradasi karakter tersebut ditandai dengan banyaknya tindakan korupsi dan maraknya penyimpangan-penyimpangan perilaku sosial masyarakat seperti penggunaan narkoba, perkelahian antar pelajar, pembunuhan, pornografi, sex bebas, pemerkosaan, pengguguran kandungan, pencemaran lingkungan, penebangan hutan yang merusak habitat asli, banjir, pelanggaran lalu lintas, mencontek, dan lain-lain.

Berbagai permasalahan di atas salah satunya disebabkan oleh lemahnya tanggung jawab manusia. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya sendiri, sesama, dan Tuhan Yang Maha Esa. Persoalan-persoalan tersebut sudah sepatutnya tidak bisa dianggap sepele dan harus disikapi dengan serius. Dalam menyikapi hal tersebut diperlukan perubahan, salah satunya melalui pendidikan. Siswa sebagai generasi penerus bangsa, perlu menjadi manusia yang berkarakter dalam membangun bangsa di masa mendatang.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2008: 1) Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaraan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai luhur tersebut


(19)

3

diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Pembelajaran PKn di sekolah dasar seharusnya menjadi aktivitas yang bermakna bagi peserta didik, yaitu peserta didik bebas untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Pembelajaran PKn juga menuntut siswa untuk bersikap baik, kreatif, dan bertanggung jawab. Guru memiliki peranan penting untuk mendidik siswa sedemikian rupa, sehingga siswa dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Potensi yang dikembangkan melalui proses pembelajaran di kelas tidak hanya kecerdasan intelektual saja, melainkan juga sikap dan keterampilan.

Upaya membangun karakter bangsa ke depan adalah dengan membangun karakter peserta didik kini, salah satunya melalui pendidikan. Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 sebagai berikut:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Sesuai dengan tujuan pendidikan di atas, pendidikan merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi manusia. Sistem pendidikan yang baik diharapkan dapat tumbuh dan berkembang membentuk generasi muda yang


(20)

4

berkualitas dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, serta berkarakter.

Sejauh ini proses pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada pembentukan karakter individu belum dapat dikatakan tercapai karena dalam prosesnya pendidikan di Indonesia terlalu mengedepankan penilaian pencapaian individu dengan tolak ukur tertentu terutama logik-matematik, sehingga menitikberatkan pada pencapaian aspek kognitif. Dalam proses pendidikan aspek afektif seperti karakter yang berorientasi pada moral dikesampingkan dan akibatnya banyak kegagalan nyata pada dimensi pembentukan karakter individu, sebagai contoh Indonesia terkenal di pentas dunia karena korupsi.

Pendidikan karakter merupakan aspek yang penting bagi generasi penerus. Seorang individu tidak cukup hanya diberi bekal pembelajaran dalam hal intelektual saja, tetapi juga harus diberi hal dalam segi moral dan spiritualnya. Seharusnya pendidikan karakter diberikan seiring dengan perkembangan intelektual seseorang, yang dalam hal ini harus dimulai sejak dini khususnya di lembaga pendidikan. Pendidikan karakter dapat membentuk penyempurnaan individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dalam membangun jati diri suatu bangsa. Memang dibutuhkan langkah dan strategi yang besar untuk menuju bangsa yang berkarakter, karena pendidikan karakter itu sangat penting untuk mendukung pembangunan bangsa.


(21)

5

Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting pendidikan karakter bagi siswa sebagai penerus bangsa. Pendidikan karakter haruslah mendapat dukungan dari setiap elemen yang ada di sekolah seperti kepala sekolah, guru, dan siswa itu sendiri terutama pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Dalam proses belajar, perubahan yang akan terjadi pada siswa berupa pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku. Adapun karakter yang dapat dibentuk pada proses belajar di sekolah adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Menanamkan sikap dan karakter yang baik, merupakan suatu kewajiban yang dimulai dari lingkungan keluarga dilanjutkan ke lingkungan sekolah, sehingga anak akan mampu dan terbiasa bersikap baik pada lingkungan yang lebih besar yaitu masyarakat. Hal yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai praktisi pendidikan adalah melalui peran sekolah. Sekolah memiliki peranan dalam mencetak generasi yang berkualitas baik secara kognitif maupun afektif.

Karakter tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang dapat dikembangkan melalui dunia pendidikan. Zubaedi (2011: 76) menyatakan bahwa, tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku yang mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen. Karakter tanggung jawab


(22)

6

dapat dibentuk melalui diskusi di dalam kelas, salah satunya melalui pembelajaran kooperatif. Namun, berdasarkan observasi awal yang dilaksanakan pada tanggal 9-12 Maret 2015 di SD Negeri Sedangadi 1 Mlati, sering kali pada proses diskusi, beberapa siswa cenderung pasif dan tidak menghiraukan proses diskusi. Sebagian besar siswa memberikan sepenuhnya tugas pada teman kelompoknya yang lebih aktif. Siswa cenderung melepaskan tanggung jawabnya pada proses diskusi karena dia merasa masih ada teman satu kelompok yang bisa menyelesaikan semua tugas yang diberikan.

Dampak seperti yang diuraikan di atas merupakan suatu hal yang paling mungkin muncul ketika kelompok memiliki tugas tunggal, seperti ketika mereka diminta mengumpulkan laporan tunggal, menyelesaikan lembar kegiatan tunggal, atau mengerjakan satu proyek saja. Penugasan seperti ini dapat menciptakan situasi di mana siswa yang dianggap kurang mampu tidak dipedulikan oleh anggota kelompok lainnya. Untuk mengantisipasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan membuat masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab atas unit yang berbeda dalam tugas kelompok, seperti dalam jigsaw, group investigation, dan metode-metode sejenis. Kedua, membuat siswa bertanggung jawab secara individual atas pembelajaran mereka. Kenyataan, metode-metode pembelajaran yang demikian belum banyak digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajarannya.

Pemilihan strategi dan pendekatan dalam mengajar merupakan bagian yang penting untuk dapat menciptakan pembelajaran yang optimal yang dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik. Namun,


(23)

7

sampai saat ini pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih banyak didominasi pada pendekatan konsep dan berpusat pada guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas yang dilaksanakan pada tanggal 9-12 Maret 2015 di SD Negeri Sendangadi 1 Mlati, penggunaan model dan metode pembelajaran yang dapat melibatkan keaktifan dan mengembangkan sikap siswa belum banyak diterapkan dalam proses pembelajaran. Demikian juga, penggunaan model dan metode pembelajaran yang sesuai untuk mengembangkan sikap karakter tanggung jawab belum diterapkan oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan sikap karakter tanggung jawab adalah model pembelajaran koopertif tipe

Jigsaw.

Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan siswa yang lain. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Cooper (Nur Asma, 2006:11) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang

heterogen dan siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerja sama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial. Dengan pelaksanaan pembelajaran kooperatif ini, masing-masing saling bekerjasama dan sekaligus bertanggung


(24)

8

jawab dengan aktivitas belajar dengan kelompoknya. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru atau pendidik, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam proses pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.

Metode pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam model ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi, melatih tanggung jawab, dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu model pembelajaran di mana siswa bekerja dalam tim-tim yang bersifat heterogen, yaitu memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Masing-masing anggota tim diberikan bab-bab atau unit-unit yang berisi topik-topik yang berbeda untuk dibaca. Jika setiap anggota tim telah selesai membaca, siswa dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka. Kelompok ahli tersebut kemudian kembali ke tim mereka masing-masing dan bergiliran mengajarkan teman-teman dalam tim tentang topik mereka. Setelah selesai penyampaian topik kepada tim, mereka melaksanakan assesmen pemahaman mereka yang mencangkup semua topik


(25)

9

(Nur Asma, 2006: 71). Dalam suasana yang demikian akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi yang demikian dapat mengembangkan dan melatih keterampilan dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.

Proses pembelajaran dengan menggunakan metode Jigsaw

dilaksanakan dengan cara membagi siswa kelas V SD Negeri sendangadi 1 Mlati menjadi kelompok-kelompok belajar heterogen. Harapannya, cara ini akan menjadikan siswa lebih berpartisipasi serta lebih interaktif. Sesuai 10 dengan karakteristik siswa kelas tinggi sekolah dasar yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan karakteristik siswa kelas rendah. Karakteristik siswa kelas V SD ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116-117) karakteristik siswa kelas tinggi sekolah dasar diantaranya, gemar membentuk kelompok sebaya dan mempunyai rasa ingin mengetahui serta ingin belajar. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas V SDN Sendangadi 1 Mlati.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang muncul adalah sebagai berikut.

1. Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter individu belum dapat dikatakan tercapai.


(26)

10

2. Proses pendidikan terlalu mengedepankan penilaian pencapaian individu pada aspek kogitif dan mengesampingkan aspek afektif.

3. Tanggung jawab belajar siswa dalam penyelesaian tugas masih kurang. 4. Belum diterapkannya model pembelajaran yang dapat mengembangkan

sikap karakter siswa.

5. Belum diketahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

terhadap karakter tanggung jawab belajar siswa. C.Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan dalam penelitian ini. Akan tetapi, agar penelitian lebih mendalam dan untuk mempermudah penelitian, penelitian ini hanya dibatasi pada kurang dikembangkannya karakter tanggung jawab siswa, belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam mengembangkan sikap karakter tanggung jawab siswa, dan belum diketahuinya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab belajar siswa.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah yang diuraikan di atas, serta dengan berbagai pertimbangan untuk mempermudah jalannya penelitian, maka rumusan masalah yang diambil adalah “Adakah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas V SDN Sendangadi 1 Mlati?”


(27)

11 E.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab pada pembelajaran PKn siswa kelas V SDN Sendangadi 1 Mlati.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat Teroritis

Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam variasi penggunaan model pembelajaran dan mengembangkan karakter tanggung jawab siswa dalam belajar. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam mengembangakan wawasan tentang pembelajaran kooperatif, khususnya adalah tipe Jigsaw.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dengan bertukar pengetahuan dan sekaligus dapat melatih siswa untuk bersosialisasi aktif dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembelajaran.


(28)

12 b. Bagi Guru

Dapat menambah pengetahuan guru tentang variasi strategi pembelajaran yang dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan karakter tanggung jawab belajar siswa.

c. Bagi Sekolah

Dengan karakter tanggung jawab belajar siswa yang baik, maka akan meningkatkan mutu sekolah.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman kepada peneliti dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw, yang nantinya dapat digunakan sebagai refleksi untuk terus mencari dan mengembangkan inovasi pembelajaran menuju hasil yang lebih baik.


(29)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Kegiatan pembelajaran sesunggunhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Maka dari itu harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika guru dapat memahami proses memperoleh pengetahuan, maka guru akan dapat memutuskan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya.

Kemampuan manusia dalam menggunakan akalnya dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia belajar. Dengan belajar manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas belajar. Dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari adanya kegiatan belajar, karena belajar merupakan kunci dasar dalam kegiatan tersebut. Tanpa belajar, kegiatan pendidikan tidak memiliki makna atau bahkan kegiatan pendidikan bisa tidak ada.

Banyak definisi tentang belajar, seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli berikut ini. Menurut Oemar Hamalik (2008: 27), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar bukan


(30)

14

hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Dengan belajar melalui mengalami, sesuatu yang dipelajari akan lebih bermakna dan ingatan tentang hal tersebut akan lebih lama dari pada belajar hanya dengan mengingat.

Sugihartono, dkk (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam buku yang sama, Reber mendefinisikan belajar menjadi 2 pengertian, yaitu: pertama,

belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan, dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Sejalan dengan itu, Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Gagne (Ratna Wilis Dahar, 1996: 11-12), belajar dapat didefiniksikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Hal ini berarti bahwa belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, di mana terjadi hubungan antara stimulus-stimulus dan respinden. Sejalan dengan Gagne, Vygotsky (Sugihartono, 2007: 113) menyatakan bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Menurut Vygotsky ada tiga istilah yang sering digunakan, yaitu interaksi sosial, Scaffolding, Zona of proximal development (ZDP). Interaksi sosial dipelajari anak dari


(31)

15

orang yang kemampuan intelektualnya di atas kemampuan anak seperti anak lain di atas umurnya atau orang dewasa disekitarnya. Pembelajaran berdasarkan scaffolding yaitu memberikan keterampilan yang penting untuk pemecahan masalah secara mandiri seperti berdiskusi dengan siswa, praktek langsung, dan memberikan penguatan. Zona of proximal development (ZDP) adalah wilayah di mana anak mampu untuk belajar dengan bantuan yang kompeten, area ini berada antara kemampuan anak belajar sendiri dan apa yang masih mampu diupayakan dengan bantuan orang lain.

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan sumber belajar. Dalam interaksi tersebut akan terjadi suatu proses pembelajaran. Pembelajaran menurut Dimiyati dan Mudjiono (2002: 297) adalah kegitan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, dimana guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak belajar yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sejalan dengan pendapat Dimiyati dan Mudjiono, menurut Sugihartono, dkk (2007: 80) pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidik secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasikan, dan menciptakan suatu sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dalam melakukan kegiatan belajar secara optimal.


(32)

16

Perubahan tingkah laku dalam belajar merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, tidak semua tingkah laku dapat dikategorikan sebagai aktivitas belajar. Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar menurut Sugihartono, dkk (2007: 74-76) memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Suatu perilaku digolongkan

sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya, misalnya sadar pengetahuannya bertambah.

2) Perubahan bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis, artinya satu perubahan akan menyebabkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.

3) Perubahan bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dan perubahan bersifat aktif artinya perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. 4) Perubahan bersifat permanen. Perubahan bersifat permanen artinya

perubahan tersebut bersifat menetap, atau dengan kata lain tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih.


(33)

17

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku. Hasil dari belajar pelaku belajar akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud tingkah laku yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal. Guru sebagai tenaga pendidik dituntut mampu melaksanakan tugasnya dalam bentuk peran-peran tertentu dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran dan mengembangkan potensi siswa.

a. Teori Belajar

Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika kegiatan belajar berlangsung. Sugihartono, dkk (2007: 89) menjelaskan bahwa, teori belajar merupakan seperangkat pernyataan umum yang digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, para ahli teori belajar berusaha merumuskan pengertian belajar. Berikut adalah teori belajar yang dirumuskan oleh para ahli dikutip dari Sugihartono, dkk (2007: 127).


(34)

18 1) Teori Belajar Behavioristik

Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons. Adapun akibat adanya interaksi stimulus dengan respons, siswa memiliki pengalaman baru yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru.

2) Teori Belajar Kontruktivistik

Teori belajar kontruktivistik menyatakan bahwa belajar merupakan proses seseorang memperoleh pengetahuan dengan merekonstruksi sendiri pengetahuan yang ada dalam diri individu. Teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berfikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.

3) Teori Belajar Kognitif

Belajar menurut teori kognitif selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Psikologi Gestalt berpendapat bahwa proses memperoleh pengetahuan didapat dengan memandang sensasi secara keseluruhan sebagai suatu obyek yang memiliki stuktur secara keseluruhan sebagai suatu obyek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu, dengan demikian tingkah laku seseorang bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.


(35)

19 4) Teori belajar Humanistik

Teori belajar humanistik menyatakan bahwa tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.

b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan kegiatan manusia untuk merubah dirinya dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari kesamaran menjadi jelas. Tentunya dalam proses belajar tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh stimulus yang dapat merangsang cepat atau lambatnya bahkan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar. Sugihartono, dkk (2007: 76-77) menjelaskan, terdapat dua faktor yang mempenaruhi belajar seperti berikut ini.

1) Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu peserta didik. Faktor ini diantaranya meliputi: a) faktor jasmaniah, yang meliputi: faktor kesehatan dan cacat tubuh, dan b) faktor psikologis, yang meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. 2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal ini meliputi: a) faktor keluarga, antara lain adalah cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan


(36)

20

ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan, b)faktor sekolah, antara lain adalah metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, dan c) faktor masyarakat, diantaranya adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.

Dalam bukunya, Muhibbin Syah (2008: 132) menjelaskan bahwa, selain dua faktor seperti yang disebutkan oleh Sugihartono di atas, terdapat faktor lain yang mempengaruhi proses belajar, faktor tersebut adalah faktor pendekatan belajar. Faktor pendekatan belajar tersebut merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi belajar, faktor-faktor tersebut ialah 1) faktor internal, yang meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis, 2) eksternal, yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat, dan 3) faktor pendekatan, yang meliputi strategi dan metode pembelajaran. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar yang dicapai.

2. Karakter Tanggung Jawab

Pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif siswa, melainkan juga aspek afektif. Hal tersebut bertujuan agar siswa sebagai


(37)

21

generasi penerus, tidak hanya memiliki kemampuan kogitif yang tinggi, melainkan juga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter yang kuat. Karakter tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan di sekolah termasuk dalam proses pembelajaran.

Karakter tanggung jawab memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Karakter tanggung jawab perlu dimiliki oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam kegiatan berkelompok, siswa diharapkan memiliki karakter tanggung jawab dengan membiasakan diri untuk dapat ikut berkontribusi dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas bersama.

Karakter tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang dapat dikembangkan melalui dunia pendidikan. Diane Tillman (2004: 141) menyatakan bahwa, tanggung jawab berarti menerima apa yang diwajibkan dan melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan kemampuan. Seseorang yang memiliki sikap tanggung jawab, mereka akan mewujudkannya dengan menerima suatu kewajiban yang diberikan, dan juga melaksanakan kewajiban tersebut dengan baik.

Pendapat lain menurut Zubaedi (2011: 76), tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku yang mampu mempertanggungjawabkan


(38)

22

serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen.

Ivonna Indah, dkk (2003: 119) menyatakan bahwa, tanggung jawab adalah kewajiban untuk menanggung segala sesuatu atas tugas dan perbuatannya. Seorang individu dikatakan bertanggung jawab apabila dirinya dengan sadar mengambil suatu keputusan, menjalani keputusan tersebut, dan mau menghadapi serta menerima konsekuesi apa pun adanya.

Karakter tanggung jawab sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu untuk menjalani kehidupannya, sehingga sikap tersebut sangat penting untuk ditanamkan sejak dini pada peserta didik di lingkungan sekolah. Dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar, siswa dituntut untuk memiliki karakter tanggung jawab dalam belajar.

Seseorang dikatakan tanggung jawab apabila berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Karakter tanggung jawab merupakan sikap yang penting untuk dimiliki siswa sebagai subyek belajar, siswa yang memiliki sikap tanggung jawab akan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam belajar sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Tanggung jawab belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dapat dilihat dari beberapa hal seperti yang dijelaskan oleh ahli berikut ini. Diane Tillman (2004: 138) menyebutkan berbagai sikap dan perilaku yang mencerminkan tanggung jawab yaitu: 1) menyadari kebutuhan


(39)

23

sendiri dan melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, 2) menerima apa yang diwajibkan dan melaksanakan hal yang menjadi tugasnya, 3) berlaku adil agar setiap orang mendapatkan bagiannya, dan 4) menggunakan seluruh daya untuk perubahan yang positif.

Zubaedi (2011, 320-322) menyebutkan bahwa, ciri-ciri perilaku tanggung jawab antara lain: 1) menunjukkan kemampuan belajar sesuai dengan potensinya, 2) menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan berkarya, 3) memahami hak dan kewajiban diri dalam pergaulan dengan lingkungannya, 4) menunjukkan sikap percaya diri dan mampu menanggung hasil atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaan, 5) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab. Dilain pihak, Nurul Zuriah (2011: 232) menyatakan bahwa, tanggung jawab diwujudkan dengan: 1) menyerahkan tugas dengan tepat waktu, 2) mengerjakan tugas yang diberikan dengan usaha atau hasil karya sendiri, dan 3) mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen. Tanggung jawab siswa dalam pembelajaran PKn adalah perilaku siswa yang melaksanakan tugas dan kewajiban dalam pembelajaran PKn yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa dengan


(40)

24

dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.

Berdasarkan simpulan di atas terdapat lima aspek karakter tanggung jawab, yaitu diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan. Aspek dalam penelitian ini yaitu diri sendiri, masyarakat kelas, dan lingkungan kelas. Ketiga aspek tersebut diambil karena muncul dalam pembelajaran di kelas sehingga mudah untuk diamati, sedangkan aspek negara belum muncul dalam pembelajaran di kelas dan aspek Tuhan tidak dapat diamati karena berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa secara langsung. Adapun indikator karakter tanggung jawab dalam penelitian ini dikonstruksi dari perwujudan sikap dan perilaku tanggung jawab yang dikemukakan oleh pendapat beberapa ahli di atas ke dalam tiga aspek yang telah ditentukan, yaitu: 1) aspek diri sendiri, indikatornya meliputi: a) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, b) menunjukkan sikap percaya diri; 2) aspek masyarakat kelas, indikatornya meliputi: a) memberikan perlakuan yang sama/seimbang, b) menggunakan seluruh daya untuk perubahan yang positif; dan 3) aspek lingkungan kelas indikatornya yaitu menjaga lingkungan kelas dengan sebaik-baiknya.

3. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembelajaran


(41)

25

Pkn di sekolah dasar memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik (good citizen).

Pembelajaran PKn dalam paradigma baru memiliki tugas untuk mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelegence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsinility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation). Melalui mata pelajaran PKn diharapkan siswa memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk menjadi warga negara yang baik yang dapat mempertahankan NKRI.

a. Tujuan Pembelajaran PKn SD

Tujuan dari mata pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Wuri Wuryandani dan Fathurrohman (2012: 9) adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut.

1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,

2) berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, 3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, dan

4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Dari tujuan yang telah dijabarkan di atas, dapat dilihat ada tiga aspek yang hendak diwujudkan dan dikembangkan melalui mata pelajaran PKn, yaitu: menjadi warga negara yang baik yang yaitu warga negara yang cerdas dan berilmu yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan, terampil dapat


(42)

26

berpikir kritis dan berpartisipasi dalam lingkungan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keterampilan dalam berperilaku sesuai dengan ketentuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran PKn di sekolah dasar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

b. Ruang Lingkup PKn SD

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki ruang lingkup yang cukup banyak. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan dalam Wuri Wuryandani dan Fathurrohman (2012: 10-11) dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan ruang lingkup tersebut, penelitian ini difokuskan pada ruang lingkup nomor 1, yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, yang meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dan pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indoneia, keterbukaan dan jaminan keadilan. Lebih khususnya ialah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mendiskusikan materi tersebut, diharapkan siswa dapat mendiskripsikan dan menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta dapat menunjukkan contoh sikap dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia


(43)

27

4. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar adalah masa dimulainya masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan-rangsangan intelektual, dan melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan menghitung), berbeda dengan masa pra sekolah. Pada masa pra sekolah daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan suka berkhayal, sedangkan pada usia sekolah dasar daya pikirnya sudah mulai berkembang kearah berpikir konkrit dan rasional (dapat diterima akal sehat). Piaget menamakan tahap ini sebagai tahap operasi konkrit atau masa berakhirnya daya khayal dan mulai berpikir konkrit (berkaitan dengan dunia nyata). Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty, 2008: 105) perkembangan kognitif masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasional konkret dalam berfikir (usia 7-12), dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi konkret. Untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret anak sudah mampu menggunakan kemampuan mentalnya.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh C.Asri Budiningsih (2003: 38-39) yang menjelaskan bahwa pada tahap operasional konkret ini anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah dalam berpikir abstrak.


(44)

28

Rata-rata anak kelas kelas V sekolah dasar berusia antara 10-11 tahun. Berdasarkan dua fase tersebut maka anak kelas V sekolah dasar termasuk dalam masa usia kelas tinggi. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116- 117) mengemukakan bahwa, karakteristik anak kelas tinggi di sekolah dasar adalah sebagai berikut.

a. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis, kehidupan sehari-hari anak,

b. Anak menjadi realistis, ingin tahu dan ingin belajar hal yang baru, c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus,

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah, dan

e. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Anak kelas V SD berusia antara 10-11 tahun, berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret anak berpikir atas dasar pengalaman konkret/nyata. Kemampuannya untuk sedikit berpikir abstrak selalu harus didahului dengan pengalaman konkret.

Sifat egosentris pada usia 11 tahun mulai berkurang. Anak sudah mulai memperhatikan dan menerima pendapat orang lain. Pembicaraannya sudah mulai kepada lingkungan sosial, anak malas, mucul pengertian tentang jumlah, panjang, luas, besar, dan ia telah mampu berpikir dari banyak arah/dimensi untuk satu objek tertentu. Anak telah mengalami kemajuan dalam pengembangan konsep dan pengalaman langsung.

Dengan demikian, dalam proses pembelajaran siswa kelas V sekolah dasar perlu didahului dengan pengalaman konkret. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh para guru PKn sekolah dasar bahwa, anak masih


(45)

29

membutuhkan hal-hal yang nyata sebagai perantara untuk membantu pengembangan intelektualnya dalam proses pembelajaran.

5. Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam kegiatan belajar mengajar guru sebagai pihak yang menentukan jalannya pembelajaran, mempunyai kebebasan dalam memilih model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelasnya. Dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih bervariasi yang dapat melibatkan peran serta siswa dalam proses pembelajaran, guru dapat merancang dan menciptakan suasana kelas yang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk memperoleh pengetahuan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, diantaranya yaitu: Student Teams Achievement Division (STAD), Teams Gamse Turnamen (TGT), Jigsaw, Grup Investigation, Cooperative integrated Reading Composition, Number Heads Together (NHT), Teams Assisted Individualization (TAI), dan lain sebagainya.

Kooperatif memiliki arti mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain. Terdapat beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli. Robert E. Slavin (2008: 4) menyatakan bahwa, dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang yang

heterogen untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dengan kelompok yang heterogen maka dibutuhkan sikap


(46)

30

yang saling menghargai dan menghormati antaranggota dalam satu kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Sikap tersebut harus dimiliki oleh setiap anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Etin dan Raharjo (2007: 4) mengemukakan bahwa:

Cooperative learning merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri atau dengan kata lain suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.”

Dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok dan sekaligus masing-masing siswa bertanggungjawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Dengan demikian pembelajaran kooperatif dirangkai bertujuan untuk melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil untuk dapat meningkatkan kecakapan individu.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran ini dapat membantu guru mengatasi permasalahan seperti kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, siswa tidak dapat bekerjasama, siswa tidak peduli dengan temannya, dan siswa yang kurang menghargai temannya. Penggunaan model pembelajaran ini menekankan pada kerja sama antarsiswa dalam proses pembelajaran untuk


(47)

31

mempelajari suatu materi pelajaran. Dengan belajar bersama-sama selain dapat memperoleh pengetahuan, siswa juga diharapkan dapat mengembangkan sikap sosial dengan baik melalui model pembelajaran trsebut.

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif pada hakikatnya adalah mewujudkan kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa dalam kelompok tersebut, sehingga dapat meningkatkan kecapakan individu. Pembelajaran kooperatif menyangkut pengelompokan siswa untuk dapat belajar secara aktif dalam kelompok sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa kelompok kecil, yang dalam satu kelompok kecil tersebut terdiri dari 4-6 orang dan anggota kelompoknya bersifat

heterogen.

a. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif di dalam kelas. Adapun prinsip dasar dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif menurut Sthal (Etin & Raharjo, 2007: 7-9) adalah sebagai berikut. 1) Perumusan tujuan belajar harus jelas

Tujuan pembelajaran dirumuskan secara jelas dan spesifik dan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Tujuan harus dirumuskan dengan bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.


(48)

32

2) Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar

Tujuan pembelajaran dapat diterima secara menyeluruh oleh siswa dari sudut pandang kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, peserta didik dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerjasama dalam memperlajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.

3) Ketergantungan yang bersifat positif

Setiap siswa belajar untuk mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran, hal ini memungkinkan siswa merasa tergantung secara positif terhadap anggota kelompok lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

4) Interaksi yang bersifat terbuka

Kegiatan pembelajaran dirancang agar siswa berinteraksi secara langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Siswa saling memberi dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.

5) Tanggung jawab individu

Dalam belajar secara kooperatif siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.


(49)

33 6) Kelompok bersifat heterogen

Anggota kelompok terdiri dari siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Dalam suasana yang demikian akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi yang demikian dapat mengembangkan dan melatih keterampilan dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.

7) Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif

Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerjasama dalam kelompok. Dalam interaksi yang seperti ini, siswa tidak begitu saja menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok yang lain, melainkan, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok.

8) Tindak lanjut

Adanya evaluasi dan masukan terhadap hasil dan aktivitas belajar, seperti: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan; (b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas; (c) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interkasi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompok belajarnya; dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompoknya dikemudian hari. Dalam hal ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan saran, baik


(50)

34

kepada sesama siswa maupun guru dalam rangka perbaikan belajar dari hasil belajarnya dikemudian hari.

9) Kepuasan dalam belajar

Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya.

Sedangkan Nur Azma (2006: 14) mengemukakan bahwa, belajar kooperatif setidaknya mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.

1) Belajar siswa aktif

pembelajaran berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan oleh siswa, pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar bersama-sama anggota kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi.

2) Belajar bekerjasama

Proses belajar dengan model pembelajaran kooperatif dilalui dengan bekerjasama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang dipelajari. Seluruh siswa terlibat aktif dalam diskusi untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk pengetahuan baru dari hasil kerjasama tersebut.

3) Pembelajaran partisipatorik

Siswa belajar dengan melakukan sesuatu secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.


(51)

35 4) Mengajar reaktif

Guru menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswa akan manfaat mempelajari pelajaran yang berlangsung untuk masa depannya.

5) Pembelajaran yang menyenangkan

Suasana belajar yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku guru baik di luar maupun di dalam kelas. Guru harus memiliki sikap yang ramah dengan tutur bahasa yang membuat siswa merasa disayangi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif menekankan pada pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan adanya kerjasama kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif perlu diperhatikan dalam proses pelaksanaannya, agar tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai secara optimal.

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2004: 31-35) yaitu sebagai berikut.

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Begitu juga dalam kegiatan pembelajaran kelompok, keberhasilan


(52)

36

kelompok dalam mencapai tujuan sangat bergantung pada usaha setiap anggota kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Sehingga setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Hal ini akan menciptakan kondisi yang saling ketergantungan yang positif antar anggota kelompok agar tujuan kelompok dapat tercapai. Penilaian tidak hanya didasarkan pada nilai individu melainkan juga nilai kelompok, di mana nilai kelompok merupakan sumbangan dari setiap anggota. Dengan demikian setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari adanya unsur saling ketergantungan yang positif. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri dan kelompoknya.kunci dari keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Dengan demikian, rekan-rekan dalam satu kelompok akan


(53)

37

menuntut masing-masing anggota untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lain.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Interaksi ini akan memberikan sinergi yang menguntungkan pada semua anggota. Hasil pemikiran beberapa siswa akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu siswa saja. Inti dari kegiatan ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap kelompok memiliki latar belakang yang berbeda, perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota kelompok.

4) Komunikasi antaranggota

Tidak setiap siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara, maka dari itu, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses yang panjang, siswa tidak dapat diharapkan langsung menjadi komunikator yang baik. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan membina perkembangan mental dan emosional siswa.


(54)

38 5) Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini dapat dilaksanakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran, tidak harus diadakan setiap kali ada kerja kelompok.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa juga dituntut saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman-temannnya, kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-temannya. Menurut Robert E. Slavin (2008: 237), model pembelajaran

Jigsaw, siswa bekerja dalam tim-tim yang bersifat heterogen. Siswa diberi

bab atau unit untuk dibaca, dan diberi “lembar ahli” yang berisi topik-topik

yang berbeda bagi masing-masing anggota tim untuk dijadikan fokus ketika membaca. Setelah setiap anggota telah selesai membaca, siswa dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali ke tim mereka masing-masing dan bergiliran mengajari teman dalam stu tim tentang topik mereka. Akhirnya, siswa menerima penilaian yang mencangkup semua


(55)

39

topik, dan skor kuis menjadi skor tim. Kunci keberhasilan dari model pembelajaran Jigsaw ialah kesalingtergantungan, yaitu setiap siswa tergantung pada teman-teman dalam tim untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mendapatkan penilaian baik atas pekerjaan mereka.

Model pembelajaran Jigsaw dapat mendorong siswa untuk saling bekerjasama dalam mempelajari materi. Selain itu, siswa juga didorong untuk dapat meningkatkan rasa tanggung jawabnya terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Mereka tidak hanya mempelajari materinya sendiri, melainkan juga harus siap mengajarkan materi yang dia pelajari tersebut kepada teman yang lain dalam satu kelompok.

Model pembelajaran Jigsaw, pengelompokan siswa bersifat heterogen yang beranggotakan empat atau lima orang. Sifat heterogen ini, siswa dibagi dalam kelompok secara acak, dimana dalam satu kelompok tersebut terdiri dari siswa yang prestasinya tinggi, sedang, dan rendah. Jika jumlah siswa lebih dari dua puluh empat, kelompok pakar dibuat menjadi dua untuk masing-masing topik, karena kelompok pakar yang anggotanya lebih dari enam anak sangat tidak efektif (Nur Azma, 2006: 74).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dikelompokkan menjadi kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang. Kelompok tersebut terdiri dari siswa yang

heterogen. Masing-masing siswa dituntut bertanggungjawab terhadap kelompoknya (kelompok asal) untuk menjelaskan atau menyampaikan topik yang telah didiskusikan bersama kelompok ahli. Dalam Jigsaw terdapat


(56)

40

kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal terdiri dari siswa yang memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda, sedangkan kelompok ahli terdiri dari siswa yang berasal dari masing-masing kelompok asal yang memiliki topik yang sama untuk didiskusikan. Setelah melakukan diskusi dengan kelompok ahli, masing-masing siswa kembali kepada kelompok asal untuk menyampaikan materi atau topik yang telah didiskusikan dengan kelompok pakar.

a. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya, seperti halnya dengan model kooperatif tipe Jigsaw. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut Robert E. Slavin (2008: 238-241) adalah sebagai berikut.

1) Persiapan

a) Mempersiapkan bahan materi

Langkah-langkah dalam mempersiapkan bahan materi adalah sebagai berikut.

(i) memilih satu atau dua bab, cerita, atau unit-unit lainnya, yang masing-masing mencangkup materi untuk dua atau tiga hari;

(ii) membuat lembar ahli untuk masing-masing unit. Lembar ini akan memberitahu siswa apa yang harus dikonsetrasikan dalam membaca. Lembar ahli ini akan mengindentifikasi masalah menjadi empat topik yang sangat penting;


(57)

41

(iii)Membuat kuis, tes berupa esai atau bentuk penilaian lainnya untuk masing-masing unit. Kuis minimal harus terdiri dari delapan pertanyaan, dua untuk setiap topik, sedangkan kelipatannya empat, sehingga pertanyaan untuk tiap-tiap topik jumlahnya sama; dan

(iv) menggunakan skema diskusi. Skema diskusi untuk tiap topik dapat membantu mengarahkan diskusi dalam kelompok-kelompok ahli. b) Membagi siswa ke dalam tim

Siswa ditempatkan dalam kelompok secara heterogen yang terdiri dari latar belakang yang berbeda. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota. c) Penempatan siswa pada kelompok ahli

Dalam memutuskan siswa mana yang akan masuk ke dalam kelompok ahli, dipastikan dalam setiap kelompok harus terdapat siswa yang memiliki prestasi tinggi, sedang, dan rendah.

d) Penempatan skor dasar awal

Skor dasar merupakan skor rata-rata pada kuis sebelumnya. Jika sebelumnya tidak menggunakan Jigsaw maka skor tes pengetahuan awal, nilai siswa pada semester sebelumnya yang dapat digunakan sebagai skor dasar.

2) Jadwal Kegiatan a) Membaca

Siswa menerima topik-topik pakar dan membaca bahan yang diberikan untuk memperoleh informasi.


(58)

42 b) Diskusi Kelas Pakar

Siswa yang mendapatkan atau memiliki topik-topik pakar yang sama, bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok pakar. c) Laporan Kelompok

Para pakar kembali kepada tim-tim mereka untuk mengajarkan topik-topik tersebut kepada teman-teman dalam tim mereka.

d) Tes

Semua siswa mengambil kuis individu yang mencangkup semua topik.

e) Penghargaan Kelompok

Penghargaan yang diberikan berupa sertifikat, papan bulletin, dan atau berbagai penghargaan lain diberikan sebagai penghargaan terhadap kelompok-kelompok yang sukses.

b. Kelebihan dan Kekurangan Jigsaw

Setiap model maupun metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelekurangan, begitu juga dengan model kooperatif tipe

Jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh model kooperatif tipe Jigsaw menurut Yunus Abidin (2014: 257-258) adalah sebagai berikut.

1) Kelebihan model kooperatif tipe Jigsaw

Kelebihan dari model kooperatif tipe Jigsaw antara lain:

a) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan berlatih berkomunikasi;


(59)

43

b) adanya interaksi sosial yang baik dalam kelompok; c) membuat siswa lebih aktif dan kreatif, dan

d) dengan adanya penghargaan yang diberikan kepada kelompok mencapai prestasi yang baik.

2) Kelemahan model kooperatif tipe Jigsaw

Kelemahan dari model kooperatif tipe Jigsaw antara lain:

a) diperlukan kesadaran siswa untuk memaksimalkan kinerjanya,

b) memerlukan waktu yang cukup lama dan persiapan yang matang dalam pembuatan bahan ajar, dan

c) membutuhkan biaya yang cukup besar. B. Penelitian yang Relevan

Penelitian oleh Sukamti dengan judul “Peningkatan Tanggung Jawab Belajar Pendidikan Kewarganegaraan melalui Model Pembelajaran Jigsaw

pada Siswa Kelas V Semester I SD Negeri 1 Gosono Kecamatan Wonosegoro

Kabupaten Boyolali Tahun 2012/2013”. Penelitian ini menunjukkan bahwa

model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan tanggung jawab belajar PKn yang dibuktikan dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dalam proses pembelajaran, tanggung jawab siswa meningkat menjadi 11 siswa (55%) pada siklus I dan 18 siswa (90%) pada siklus II dari sebelumnya yang tidak menggunakan model pembelajaran Jigsaw hanya 3 siswa (15%).

Penelitian oleh Kundari Agustianingsih dengan judul “Meningkatkan Tanggung Jawab Siswa melalui Model Jigsaw dalam Pembelajaran IPS di Kelas VIII-12 SMP Negeri Bandung”. Hasil penelitian ini menunjukkan


(60)

44

bahwa (1) penerapan model Jigsaw untuk meningkatkan tanggung jawab siswa telah mencapai kategori baik dengan langkah-langkah yang benar, (2) gambaran tanggung jawab siswa setelah diterapkannya model Jigsaw

mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi tanggung jawab siswa yang meningkat pada setiap siklusnya.

Penelitian oleh Desi A. Situngkir dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Tanggung Jawab dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Matriks di Kelas XII IPA SMA RK Serdang Murni Lubukpakam Tahun ajaran 2013/2014”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan model kooperatif tipe Jigsaw

menunjukkan banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 13 dari 40 siswa (32%) dengan rata-rata kelas 56,95 dan rata-rata tanggung jawab siswa adalah 53,17 pada siklus I dan banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 35 siswa (87,5%) dengan rata-rata kelas 72,4 dan rata-rata tanggung jawab siswa 82 pada siklus II.

C. Kerangka Berfikir

Dewasa ini, masalah yang cenderung menjadi perbincangan di dunia pendidikan adalah mengenai karakter. Melihat kondisi masyarakat saat ini yang cenderung degradasi karakter, tentu bangsa ini sangat memerlukan perubahan. Perubahan tersebut salah satunya melalui pendidikan, di mana seseorang akan banyak memperoleh ilmu dan membentuk kebiasaan atau karakternya dalam kehidupan sehari-harinya. Siswa sebagai generasi penerus bangsa, perlu menjadi manusia yang berkarakter dalam membangun bangsa


(61)

45

di masa mendatang. Adapun karakter yang dapat dibentuk pada proses belajar di sekolah adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Karakter tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan. Tanggung jawab berarti menerima apa yang diwajibkan dan melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan kemampuan. Karakter tanggung jawab dapat dibentuk melalui diskusi di dalam kelas, salah satunya melalui pembelajaran kooperatif. Namun, kebanyakan siswa cenderung melepaskan tanggung jawabnya pada proses diskusi kelas. Hal ini terjadi dapat dikarenakan kegiatan pembelajaran kooperatif kurang dirancang dengan tepat.

Pembelajaran PKn di sekolah dasar seharusnya menjadi aktivitas yang bermakna bagi peserta didik, yaitu peserta didik bebas untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Pembelajaran PKn bertujuan membentuk siswa untuk bersikap baik, kreatif, dan bertanggung jawab. Namun, praktik kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran PKn, sering kali adanya anggapan bahwa keberhasilan pembelajaran ditandai dengan tingginya nilai yang diperoleh siswa. Proses pendidikan terlalu mengedepankan penilaian pencapaian individu dengan tolak ukur tertentu terutama logik-matematik sebagai ukuran utama. Selain


(62)

46

itu, penilaian cenderung dititikberatkan pada hasil kognitif dan melupakan aspek afektif.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran PKn adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Selain hasil belajar kognitif, hasil belajar afektif akan diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran PKn dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran ini memiliki keistimewaan yaitu siswa selain dapat mengembangkan kecakapan individu juga mengembangkan kecakapan berkelompok, yaitu siswa diajarkan bertanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain.

Dari uraian di atas, dalam penelitian ini dipilih metode Jigsaw yang merupakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dipilih dalam penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana pengaruh model tersebut terhadap karakter tanggung jawab dalam pembelajaran PKn siswa kelas V SDN Sedangadi 1 Mlati.

Gambar 1. Kerangka Berfikir D. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir di atas, maka

dapat diajukan hipotesis adalah “ada pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw terhadap karakter tanggung jawab dalam pembelajaran PKn siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 1 Mlati.

Karakter tanggung jawab dalam pembelajaran PKn. Model pembelajaran


(63)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ekperimen digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat antarvariabel. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sukardi (2011: 190) bahwa, penelitian eksperimen merupakan salah satu metode yang memerlukan persyaratan paling ketat, guna mencapai tujuan penelitian khususnya menentukan hubungan sebab akibat. Penelitian ekperimen memiliki tiga ciri penting, yaitu 1) adanya manipulasi secara terencana, 2) kontrol terhadap variabel, dan 3) observasi terhadap eksperimen.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

ekperimental dengan bentuk Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design. Berikut tabel dari Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design.

Tabel 1. Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design

Grup Pretes Variabel terikat Postes Eksperimen

Kontrol

Y1

Y2

X -

Y2

Y2

B. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini, yang dijadikan sebagai populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 1 Mlati yang berjumlah


(64)

48

58 siswa. Siswa kelas V SD Negeri Sendangadi 1 Mlati terdiri dari dua kelas yaitu kelas VA berjumlah 30 siswa dan kelas VB berjumlah 28 siswa.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sendangadi 1, Mlati, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Agustus– September 2015. Pelaksanaan penelitian dalat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

Kegiataan Tanggal Pelaksanaan

Kelas Eksperimen Kelas Kontol Observasi sebelum

perlakuan 31 Agustus 2015 31 Agustus 2015

Pertemuan I 7 September 2015 7 September 2015 Pertemuan II 14 September 2015 14 September 2015 Pertemuan III 21 September 2015 21 September 2015 Pertemuan IV dan

observasi setelah Perlakuan

28 September 2015 28 September 2015

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakter tanggung jawab siswa pada pembelajaran Pkn. Karakter tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat kelas, dan lingkungan kelas. Aspek dan indikator tanggung jawab dalam penelitian ini yaitu: 1) aspek diri sendiri, indikatornya meliputi: a) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, b) menunjukkan sikap percaya diri; 2) aspek masyarakat kelas, indikatornya meliputi: a) memberikan


(65)

49

perlakuan yang sama/seimbang, b) menggunakan seluruh daya untuk perubahan yang positif; dan 3) aspek lingkungan kelas indikatornya yaitu menjaga lingkungan kelas dengan sebaik-baiknya.

2. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelompok eksperimen. Model pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran diskusi, satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok asal yang kemudian melakukan diskusi dalam kelompok ahli. Kelompok asal merupakan kelompok yang dibentuk oleh guru dengan anggota yang heterogen (memiliki berbagai karakteristik yang berbeda), sedangkan kelompok ahli merupakan kelompok yang beranggotakan siswa yang mempelajari materi yang sama.

E. Definisi Operasional Variabel

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran diskusi, di mana satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok asal yang kemudian melakukan diskusi dalam kelompok ahli. Kelompok asal merupakan kelompok yang dibentuk oleh guru dengan anggota yang heterogen, sedangkan kelompok ahli merupakan kelompok yang beranggotakan siswa yang mempelajari materi yang sama.

2. Karakter tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat kelas, dan lingkungan kelas. Aspek dan indikator tanggung jawab dalam penelitian ini yaitu: 1) aspek


(66)

50

diri sendiri, indikatornya meliputi: a) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, b) menunjukkan sikap percaya diri; 2) aspek masyarakat kelas, indikatornya meliputi: a) memberikan perlakuan yang sama/seimbang, b) menggunakan seluruh daya untuk perubahan yang positif; dan 3) aspek lingkungan kelas indikatornya yaitu menjaga lingkungan kelas dengan sebaik-baiknya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dengan observasi. Sugiyono (2008: 145) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Observasi yang dilakukan berupa observasi berperan serta dan terstruktur. Observasi berperan serta maksudnya adalah peneliti terlibat secara langsung dengan aktivitas orang-orang yang di amati sebagai sumber data penelitian. Terstruktur maksudnya adalah observasi dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap karakter tanggung jawab siswa dalam pembelajaran PKn

menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi rating scale karakter tanggung jawab siswa. Instrumen dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pre-observation dan


(1)

117

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Kontrol

Pembukaan dan Apersepsi Penjelasan oleh guru

Siswa melakukan diskusi kelompok Presentasi hasil diskusi kelompok


(2)

118

Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Eksperimen

Pembukaan dan Apersepsi Diskusi kelompok ahli

Penyampaian materi pada kelompok asal Kuis


(3)

119 Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)

122


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS V Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Pembelajaran PKn Siswa Kelas V SD Negeri 03 Wonorejo, Gondan

0 0 15

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA PEMBELAJARAN PKn SISWA KELAS V Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Pembelajaran PKn Siswa Kelas V SD Negeri 03 Wonorejo, Gondan

0 1 16

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKn DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Peningkatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pkn Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Bentangan Tahun

0 2 16

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKn DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Peningkatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pkn Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Bentangan Tahun

0 1 15

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP SIKAP TANGGUNG JAWAB SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN KELAS III SD MUHAMMADIYAH MUTIHAN KULON PROGO.

8 121 182

MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SD N SAPEN MANISRENGGO KLATEN TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 3 136

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI SENDANGADI 1 MLATI.

0 0 223

TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW ... JURNAL UNS 1 SM

0 0 14

TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW ... JURNAL UNESA 2 PB

0 0 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

0 1 10