Simbolik : Kultural : Semik : Analisis Comic Strip Panji Koming edisi 7 April 2013 Tabel 1

Ariakendor mengaku kalau dia yang membocorkan talang air tersebut. Panji tampak kaget sebab Ariakendor merupakan orang yang terpandang di kalangan keraton. Sedang tawa Pailul seakan ia telah lama mengetahui bahwa Ariakendor pelakunya, “Hehe, ngaku dia.” Koming dan Pailul masih melanjutkan perjalanannya hingga terhenti saat mereka bertemu Adipati. Adipati saat itu merasa malu hingga menenggelamkan dirinya di dalam lubang yang disebut Pailul sebagai kubangan. Penyebabnya karena ia telah memercayai Ariakendor yang dulunya merupakan orang yang memiliki posisi penting atau strategis, “Mereka yang mengaku itu ksatria.”

3. Simbolik :

• Talang air dan ember dari kayu menunjukkan waktu yang digunakan oleh Dwi Koen pada cerita ini, yaitu pada zaman dahulu sebab perkakas yang ada masih tradisional. • Panah berarti ancaman bagi masyarakat kecil namun dijadikan sebagai alat perlindungan bagi masyarakat dengan tingkat sosial yang lebih tinggi. • Tingkat sosial bisa dilihat dari pakaian seseorang, perbandingan jelas dapat dilihat dari cara berpakaian Koming dan Pailul versus Bayangkara Praja dan Denmas versus Adipati. Semakin banyak dan rumit pernik busana di tubuh seseorang, maka semakin tinggi tingkat sosialnya.

4. Kultural :

Budaya yang digunakan dalam comic strip ini, ialah Budaya Jawa yang terlihat jelas dari pakaian, penggunaan gelar Adipati, Denmas, Bayangkara, dan kata-kata. Penyandang gelar Adipati ialah putra raja, diikuti kata Denmas yang disingkat dari kata Raden Mas yang diberikan kepada cucu lelaki dari garis keturunan laki-laki lain, lalu gelar Bayangkara diberikan kepada prajurit keraton. Kata ingsun yang digunakan berasal dari Bahasa Jawa Krama halus dan bermakna ‘saya’. Kata ‘hwarakadah’ merupakan bentuk makian yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Sedangkan backgorund dan penggambaran unsur-unsur lain tidak begitu berpengaruh. Masyarakat Jawa menganut patriarki, ditandai dengan pejabat- pejabat istana yang ditampilkan serta tokoh utama yang kesemuanya berkelamin laki-laki. Peran serta pria dalam kehidupan sosial-politik di tengah masyarakat Jawa sangat berarti. Pria bertugas sebagai pengambil air, prajurit, pemangku jabatan, dan pemimpin kerajaan. Kebiasaan gotong-royong masyarakat Jawa pun dapat dilihat dari bingkai 1, saat Koming dan Pailul bersama-sama akan mengambil air di talang milik bersama. Untuk menghadapi musim kemarau, mereka bersama-sama berusaha untuk menyediakan air bersih bagi masyarakatnya.

5. Semik :

Dalam cerita Panji Koming, tongkat kepemimpinan tertinggi dipegang oleh Adipati. Selain sosok wajah raja yang tidak pernah ditampilkan, wajah Adipati pun dibuat semirip wajah SBY, Presiden Republik Indonesia yang menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia. Sebagai bentuk opini redaksi koran tempatnya bernaung, hal ini menjadi jelas bahwa cerita di komik ini merupakan cerminan kepemimpinan di Indonesia. Perjalanan Koming dan Pailul dapat diartikan sebagai masyarakat yang mencari sumber daya alam tidak hanya air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara sederhana ember kayu, berjalan kaki, talang air milik sendiri. Ketika rakyat kekurangan sumber daya yang dibutuhkan untuk melanjutkan hidup air, jalannya tidak dimudahkan sebab air berada di tanah milik pejabat prajurit yang bernama Bayangkara Praja. Di sini, para prajurit, yang dianggap sedikit lebih ‘berada’ dari rakyat disindir sebab mampu memiliki tanah pribadi. Selain itu, orang dengan tingkat sosial yang lebih tinggi biasanya bersifat kasar, tidak sopan dan berkata semaunya, “Hai monyet” untuk menegur orang yang di bawahnya. Memanggil manusia dengan nama hewan, ‘monyet’ misalnya merupakan sikap yang tidak beretika. Prajurit yang notabene orang dalam kerajaan seharusnya tidak berperilaku seperti itu. Dari kalimat itu, peneliti menyimpulkan terjadinya penurunan moral yang dialami oleh para pemangku jabatan. Panah merupakan lambang kemauan yang keras dalam perjuangan menuju masyarakat adil dan makmur. Tapi pada kenyataannya, panah tersebut digunakan untuk menyakiti rakyat yang seharusnya dilindungi, demi kepentingan pribadi pemiliknya. Orang yang kuat yang akan menang ialah makna dari hukum rimba, diperjelas oleh kata Koming, “Yang kuat bisa berbuat apa saja.” Kata kuat bisa bermakna kuat yang sebenarnya kekuatan, bisa juga kuat dalam hal uang, relasi, dan lain-lain. Koming menyindir Praja yang berbadan besar dan memiliki senjata serta pangkat ‘Bayangkara’ sebagai orang kuat yang menyusahkan rakyat kecil yaitu Koming dan Pailul. Akhirnya Praja mengakui kesalahannya dengan terpaksa setelah rakyat berani bicara bingkai 3 dan nyaris kehabisan panahnya seperti di bingkai 4. Kehabisan panah berarti ia telah kehabisan alat untuk melindungi dirinya sendiri. Pengakuan yang terpaksa itu terlihat dari wajahnya yang digambarkan seakan menggerutu. Garis-garis bayangan juga menambah kesan kesal dan suram dari Praja. Kurangnya sumber daya bingkai 6 membuat masyarakat berasumsi bahwa ada yang membocorkan talang tersebut dan berusaha mencari tahu pelakunya. Dapat diasumsikan, kejadian bocornya talang air milik rakyat mirip dengan korupsi Century yang mendapat banyak atensi dari masyarakat agar kasus tersebut segera diselesaikan. Ketika rakyat sudah banyak berkicau dan informasi mengenai sebuah kasus banyak dan sering ditampilkan di media massa, barulah sebuah masalah itu dianggap penting dan diperhatikan oleh orang-orang yang bersangkutan. Permohonan maaf Bayangkara Praja pun menjadi gambaran para pelaku korupsi yang mengatakan mereka sangat menyesal atas perbuatan mereka. Akhirnya, kebocoran itu disebabkan oleh salah satu bawahan tangan kanan kerabat Adipati Denmas Ariakendor yang mengaku. Pengakuan itu dilakukan sambil lalu, tanpa perasaan malu. Dilihat dari bingkai 7, Ariakendor jalan begitu saja melewati Koming dan Pailul representasi masyarakat sambil membawa embernya. Ember tersebut dimaknai sebagai ‘bagian’nya, atau keuntungan yang dia ambil dari bocornya talang milik rakyat. Hal tersebut yang membuat Adipati malu. Sebab, dahulunya, bawahan itu adalah orang penting kesatria bagi Adipati. Kesatria yang dimaksudkan dalam cerita ialah orang yang mau berjuang demi kepentingan Adipati baik positif maupun negatif. Penyesalan Adipati menjadi pelajaran agar berhati-hati dalam memilih orang kepercayaan kesatria agar tidak berakhir dalam tumpukan masalah yang dibuat dan tidak mengalami malu teramat sangat. Lihat posisi Adipati di bingkai terakhir yang berada di dalam lubang yaitu di bawah tanah atau lebih rendah dari tempat Koming dan Pailul berpijak dalam keadaan menunduk. Posisi Adipati yang lebih rendah menunjukkan kastanya menurun drastis, lebih rendah dari rakyat miskin yang ia pimpin.

IV.2.2 Analisis Semiotika Comic Strip Panji Koming edisi 14 April 2013 Tabel 2

Dokumen yang terkait

PEMILU 2009 DALAM KARTUN PANJI KOMING “Studi Analisis Semiotika dalam kartun Panji Koming pada Surat Kabar Harian Kompas Terkait Pelaksanaan Pemilu tahun 2009

0 17 94

Analisis Semiotika Komik Strip Panji Koming dengan Tema Renovasi Gedung Badan Anggaran DPR di Surat Kabar Harian Kompas Periode 29 Januari 2012.

0 4 10

Analisis Semiotika Komik Strip Panji Koming dengan Tema ANALISIS SEMIOTIKA KOMIK STRIP PANJI KOMING DENGAN TEMA RENOVASI GEDUNG BADAN ANGGARAN DPR DI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS PERIODE 29 JANUARI 2012.

0 4 14

PENDAHULUAN ANALISIS SEMIOTIKA KOMIK STRIP PANJI KOMING DENGAN TEMA RENOVASI GEDUNG BADAN ANGGARAN DPR DI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS PERIODE 29 JANUARI 2012.

0 4 36

KESIMPULAN ANALISIS SEMIOTIKA KOMIK STRIP PANJI KOMING DENGAN TEMA RENOVASI GEDUNG BADAN ANGGARAN DPR DI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS PERIODE 29 JANUARI 2012.

0 4 10

AN IMPLICATURE ANALYSIS ON “OH, BROTHER!” COMIC STRIP SERIALS An Implicature Analysis On “Oh, Brother!” Comic Strip Serials.

0 2 11

AN IMPLICATURE ANALYSIS ON “OH, BROTHER!” COMIC STRIP SERIALS An Implicature Analysis On “Oh, Brother!” Comic Strip Serials.

0 1 13

ANALISIS SEMIOTIK DALAM KOMIK STRIP KONPOPILAN TERBITAN HARIAN KOMPAS TAHUN 2016

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Konsep Kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip (analisis semiotika konsep kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip Panji Koming di Harian Kompas periode April-Mei 2013)

0 0 7

Konsep Kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip (analisis semiotika konsep kepemimpinan dalam Budaya Jawa di Comic Strip Panji Koming di Harian Kompas periode April-Mei 2013)

0 0 10