2. Proairetik :
Ember dari kayu yang dibawa Koming dan Pailul akan digunakan untuk menampung air cadangan yang telah mereka persiapkan
sebelumnya sebagai langkah awal menghadapi musim kemarau. Kata tandon yang bermakna barang simpanan atau cadangan dalam Bahasa
Indonesia dimaknai berbeda oleh masyarakat Jawa, “Kita tandon air bersih,yuk.” Saat Koming mengucapkannya, kata tandon berubah makna
menjadi mengumpulkan atau mengambil. Selanjutnya, Koming berkata, “Kita lihat hasil di talang kita,” berarti mereka akan mengambil air di
tempat yang sudah mereka buat bersama atau talang tersebut sifatnya milik bersama.
Pada bingkai selanjutnya, yang terbagi menjadi dua panel, Bayangkara Praja berusaha memanah Koming dan Pailul karena
memasuki tanah miliknya. Badan tambunnya menunjukkan sifatnya yang tamak dan rakus. Pakaiannya yang berbeda dari rakyat biasa, menandakan
bahwa ia seorang hulubalang keraton. Sambil memaki, ia menarik busur panahnya dan mengenai pantat Pailul. Pailul yang kaget pun balik memaki
keheranan. Koming yang melihat hal tersebut membantu Pailul sambil mengeluh, “Yang kuat bisa berbuat apa saja.” Hukum rimba yang
dikatakan Pailul berarti setiap orang yang memiliki ‘kekuatan’ dapat berbuat apa saja, contohnya dengan memanggil orang lain dengan sebutan
‘monyet’. Keluhan mereka, tampaknya ditanggapi oleh Bayangkara Praja yang langsung meminta maaf dan merasa sangat menyesal. Efek garis di
tubuhnya memberikan kesan suram, bahasa tubuhnya yang membungkuk juga menegaskan kesan tersebut, ditambah rasa bersalah.
Pada bingkai kelima, Koming dan Pailul telah sampai di talang air mereka. Sayangnya, air yang keluar dari talang hanya berupa tetesan
yang untuk jatuh ke dalam ember mereka pun, sudah tidak bisa lagi karena saking sedikitnya. Mereka pun mencari tahu siapa yang
membocorkan talang air tersebut lihat balon kata pada bingkai 6. Di perjalanan, mereka bertemu dengan Denmas Ariakendor yang jalan
berbalik arah dengan congkaknya dan membawa ember seperti mereka.
Ariakendor mengaku kalau dia yang membocorkan talang air tersebut. Panji tampak kaget sebab Ariakendor merupakan orang yang terpandang
di kalangan keraton. Sedang tawa Pailul seakan ia telah lama mengetahui bahwa Ariakendor pelakunya, “Hehe, ngaku dia.”
Koming dan Pailul masih melanjutkan perjalanannya hingga terhenti saat mereka bertemu Adipati. Adipati saat itu merasa malu hingga
menenggelamkan dirinya di dalam lubang yang disebut Pailul sebagai kubangan. Penyebabnya karena ia telah memercayai Ariakendor yang
dulunya merupakan orang yang memiliki posisi penting atau strategis, “Mereka yang mengaku itu ksatria.”
3. Simbolik :