digambarkan setengah badan saja tanpa ada efek lain. 5
Kedua tangan Mbah terangkat ke atas, seakan berdoa. Mulutnya terbuka, nampak sedang merapal sesuatu dengan mata tertutup. Anak-
anak yang tadi berlari, berhenti di depan Mbah dan memperhatikan Pailul. Kakinya tegak di tanah, tapi ia menunduk dan kepalanya sampai
di tanah, masih memperhatikan undur-undur yang mulai berantakan susunannya.
6 Tangan kiri Mbah terkepal, tangan kanannya menumpu posisi duduknya
yang sudah berubah. Kepalanya tunduk mengarah ke Pailul yang diapit oleh anak-anak tadi. Ketiganya masih mengamati undur-undur.
7 Tiba-tiba Pailul berteriak kegirangan. Setengah berjongkok kedua
tangannya digenggam ke atas, senyuman tersungging di wajahnya. Tangannya digoyang-goyangkan tanda kemenangan. Kedua anak
tersebut masih memperhatikan undur-undur. Mbah terkejut dengan sikap Pailul. Ekspresinya nampak heran, terlihat dari alisnya yang
mengkerut, posisi badan yang mundur ke belakang dan tangan yang tergantung di depan badannya.
Signifikasi Tahap Kedua Kode Pembacaan
1. Hermeneutika:
Pailul sedang memperhatikan undur-undur, larva yang berjalan mundur di tanah. Sambil memainkan undur-undur, ia mengajukan
pertanyaan filosofis tidak kepada siapa-siapa, “Hai undur-undur, kenapa kau selalu berjalan mundur?”. Sebelumnya, Mbah menegurnya, “Pailul
kau main-main terus.” Setelah itu Pailul menganalogikan undur-undur dengan Denmas Rakryan yang diminta mundur dari jabatan, namun malah
berjalan mundur, “Seperti juga Denmas Rakryan Pendidikan itu . Diminta mengundurkan diri kok malah berjalan mundur.”
Di bingkai berikutnya, Denmas tampak berjalan mundur, “Saya yang paling bertanggung jawab pada kekacauan padepokan seluruh
negeri.” Hampir saja ia menabrak Bujel dan Trinil, yang membawa buku di belakangnya. “Awas, kita bisa tertabrak kekacauannya,” kata Bujel.
Namun, Bujel dan Trinil malah dikejar kambing hitam, “Embaaaah.. Kami dikejar embek hitam,” teriak Bujel sambil berlari kencang. Trinil berada di
belakangnya, sedang kambing hitam berada di paling belakang, bersiap untuk menanduk mereka. Mereka pun sampai ke tempat Mbah dan Pailul
dan ikut memperhatikan undur-undur, Mbah lalu menasihati para pemangku jabatan, “Hai para pemangku jabatan. Kalian serba tergesa-gesa
mempersiapkan anak bangsa. Tanpa jiwa” Pailul menjawab nasihat Mbah masih dengan menganalogikan permasalahan dengan undur-undur,
“Seperti undur-undur ini malah saling tabrakan.” “Pailul, engkau asyik dengan undur-undurmu. Kau harus jujur
mengakui kesalahan, buka hati, dengarkan kebijakan alam sekitar,” lanjut Mbah. Bujel dan Trinil yang tadinya berada di samping Mbah, kini
mengapit Pailul dan makin fokus kepada undur-undur. “Satuhu, Mbah,” jawab Pailul.
Setelah lama memperhatikan, Pailul berteriak kesenangan karena undur-undurnya memakai mahkota, “Mbaah Undur-undurnya pakai
mahkota” Mbah terkejut, sedangkan anak-anak hanya diam saja.
2. Proairetik :
Pada bingkai pertama, merupakan bentuk penegasan sifat Pailul yang senang bermain-main dan konyol seperti kata Mbah
kepadanya, “Pailul kau main-main terus.” Lalu dilanjutkan oleh pertanyaan filosofis yang terkesan konyol, “Hai undur-undur kenapa kau
selalu berjalan mundur?” Terkesan konyol sebab undur-undur ialah serangga yang larvanya memang berjalan mundur.
Setelah itu, Pailul bertanya ke arah pejabat istana yang sedang berjalan mundur laiknya undur-undur, lakunya ditandai dengan badannya
yang dibalikkan namun tangannya masih berada dekat dengan undur- undur. Pertanyaan Pailul membuat Mbah tidak suka, sehingga bahunya
diangkat ke atas, tangannya bersedekap, alis dirapatkan dan mulutnya manyun.
Bujel dan Trinil diibaratkan masyarakat kecil yang hampir diinjak dirugikan, dilukai oleh pejabat Denmas Rakryan sebab ulah
pejabat itu sendiri, “Awas, kita bisa tertabrak kekacauannya,” ungkap Bujel. Setelah hampir diinjak, rakyat kecil pun dituduh penyebab semua
masalah. Entitas ini dihadirkan di bingkai 4, di mana kambing hitam mengejar Bujel dan Trinil.
Pada bingkai kelima Mbah nampak bersemangat memberi nasihat, namun Pailul masih serius memperhatikan undur-undur hingga
badannya setengah berdiri-setengah tunduk, kedua ponakan Koming pun memperhatikannya. Nasihat Mbah ditujukan kepada para pejabat yang
membuat peraturan prematur tanpa memikirkan esensi dari peraturannya, “..serba tergesa-gesa mempersiapkan anak bangsa. Tanpa jiwa” Pailul
menganggap kelakuan pejabat mengalami kemunduran sehingga seperti undur-undur dan bertabrakan kacau.
Di bingkai selanjutnya, nasihat Mbah ditujukan kepada Pailul yang juga dapat berarti nasihat kepada seluruh masyarakat. Maknanya,
masyarakat pun tidak boleh sibuk dengan urusan masing-masing saja. Tiap orang harus berani mengakui kesalahan dan membuka pikirannya untuk
berbagai masukan dari orang lain. Akhirnya Pailul bangkit, walau masih berjongkok sebab ia melihat
undur-undur yang mengenakan mahkota. Wajah Mbah kaget karena perkataan Pailul, “Mbaah Undur-undurnya pakai mahkota” disebabkan
perkataan Pailul yang tidak masuk akal. Di sini, Pailul menyindir Adipati pemimpin kerajaan dan satu-satunya orang yang menggunakan mahkota
di kerajaan berjalan mundur, atau pemerintahannya mengalami kemunduran.
3. Simbolik :