3. Sintaktik, berkenaan dengan keterpaduan dan keseragaman, studi ini
mempelajari mengenai hubungan antara tanda. Tanda dilihat sebagai bagian dari sistem tanda yang lebih besar atau kelompok yang diorganisir.
Menurut pandangan semiotika, tanda selalu dipahami dalam hubungan dengan tanda lainnya Morrisan, 2009:29.
Kunci semiotika ialah bagaimana pencipta sebuah citra membuatnya bermakna sesuatu dan bagaimana kita, sebagai pembaca, mendapatkan maknanya.
Walau tidak berarti setiap pembaca pasti mendapatkan makna sesungguhnya. Oleh karena itu, analisis semiotik biasanya diterapkan pada citra atau teks visual.
Metode ini melibatkan pernyataan dalam kata-kata tentang bagaimana citra bekerja, dengan mengaitkan mereka pada struktur ideologis yang mengorganisasi
makna. Dampaknya, hasil penelitian semiotika sangat subjektif sehingga peneliti lain yang mempelajari hal yang sama dapat menghasilkan makna yang berbeda.
II.4 Semiotika Roland Barthes
Semiologi, sesuai istilah Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to
signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya informasi,
dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda Kurniawan, 2001: 53. Dalam bukunya,
Mythologies, karakteristik semiotika Roland Barthes ialah adanya dua tataran sistem pemaknaan atau dua tingkatan bahasa. Tataran pertama disebut denotatif
dan yang kedua ialah konotatif.
Kedua hal tersebut menjadi kunci penting dari semiotika Bhartes. Ia mendefinisikan sebuah tanda sign sebagai sebuah sistem yang terdiri dari E
sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya R dengan content atau signified C: ERC Wibowo, 2011: 16. Sebuah sistem tanda primer primary
sign system dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula.
Gambar 2 Sistem Tanda Primer
E
2
= E
1
R
1
C
1
R
2
C
2
Sumber: Wibowo, 2011: 16
Tanda denotatif terdiri atas penanda signifier dan petanda signified. Akan tetapi, pada saat yang sama, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif.
Sehingga, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Sebagai sifat asli tanda, tanda konotatif membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Peran pembaca dalam semiotika Barthes
merupakan penemuan terpenting dari perkembangan semiotika. Ada perbedan mendasar antara penegertian denotasi dan konotasi secara
umum dengan pengertian yang dimaksud oleh Bhartes. Pengertian umum denotasi mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti sesuai apa yang terucaptertuliskan.
Sedangkan makna konotasi berarti sebaliknya. Namun dalam semiotika Bhartes, denotasi menjadi sistem signifikasi tingkat pertama, yang merupakan hubungan
antara signifier ekspresi dan signified content di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Bhartes mengatakan bahwa entitas ini ialah makna paling nyata
dari tanda. Denotasi diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian, sensor atau represi politis Sobur, 2004: 70.
Budiman 2001: 28 memaparkan, dalam kerangka Roland Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan
berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalamnya juga terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya,
atau dengan kata lain, mitos adalah suatu pemaknaan tataran kedua. Tanda konotasi bermakna subjektif. Sebab menggambarkan interaksi yang
terjadi saat tanda bertemu dengan emosi dan nilai-nilai kebudayaan pembaca. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut
‘mitos’ olehnya. Fiske 1990 mengatakan bahwa mitos ialah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam Wibowo, 2011: 17. Mitos hadir melalui anggapan berdasar pada
observasi kasar yang digeneralisasikan. Salah satu contohnya ialah pemaknaan pita kuning yellow ribbon bagi Warga Amerika.
Barthes menempatkan ideologi dengan mitos karena hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Buku SZ
Barthes menjelaskan bahwa ideologi ada selama kebudayaan ada. Ideologi tersebut mewujudkan dirinya melalui kode-kode yang merembes masuk ke dalam
teks dalam bentuk tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain. Secara etimologis, ideologi berarti melihat kata-kata, yang mana kata-kata tersebut dapat berarti
pengetahuan atau teori. Utamanya, ideologi bermaksud mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi bersifat
umum, abstrak dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana maslah harus dilihat.
SZ 1970 adalah buku yang berisikan salah satu contoh cara kerja Barthes. Di sini ia menganalisis sebuah novel berjudul Sarraisine dengan
meninjau lima kode sebagai sistem makna yang ketiga yang lengkap sebagai acuan dari setiap tanda. Kelima kode tersebut adalah kode hermeneutik, kode
semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik.
II.5 Komunikasi Visual