itu pengaruh Hindu dan Islam juga digambarkan dengan baik melalui cara berdoa Mbah dan Koming. Budaya tersebut sangat melekat pada rakyat
kecil dan berbanding terbalik dengan sikap pejabat di bingkai 6 yang terlihat bersembunyi di balik Adipati demi meraup keuntungan pribadi.
Salah satu fasafah hidup orang Jawa demi mencapai kehidupan yang harmonis ialah dengan memelihara burung kukilo. Burung yang
biasa dipelihara oleh masyarakat Jawa ialah Perkutut. Mereka memercayai bahwa Perkutut merupakan alat pencipta kepuasan atau kenikmatan
pribadi. Suaranya dapat memberikan suasana tenang, teduh, santai, bahagia dan seolah-olah manusia dapat berhubungan dengan alam semesta
secara langsung. Budaya ini nampaknya bergeser menjadi kebiasaan
‘memelihara’ burung di media sosial Twitter. Kicauan yang dulu biasa dilakukan oleh seekor burung, kini lebih sering dilakukan manusia melalui
akun media sosialnya. ‘Kicauan’ ini dapat berupa tanggapan, keluhan, ungkapan rasa dan lain sebagainya.
5. Semik :
Inti dari cerita ini dapat diambil dari bingkai terakhir dari comic strip ini. Semakin banyaknya pengguna media sosial Twitter di
dunia maya ternyata turut menarik perhatian SBY. Sebuah akun atas namanya pun ia buat untuk mendekatkan ia dan masyarakat serta demi
menampung aspirasi masyarakat yang ia pimpin. Kembali ke cerita, hadirnya burung dalam sangkar peliharaan
Adipati pun menjadi analogi dari akun Twitter SBY. Abdi yang berada di belakang Adipati diibaratkan sebagai administrator yang turut mengatur
akun Twitter tersebut. Kali ini, sosok perempuan dihadirkan oleh Dwi Koen sebagai
tanda bahwa sifat jelek tidak hanya dimiliki oleh pria saja, perempuan pun dapat berlaku sama. Pada cerita ini, perempuan juga ambil andil dalam
pemerintahan walau hanya tersipu dibalik pria.
Penggunaan muka tikus dan ekornya pada abdi Adipati bermakna kedua abdi tersebut ialah orang pengecut dan memikirkan
keuntungan pribadi. Tikus menjadi simbol kepengecutan sebab caranya mencari makan ialah dengan mengendap-endap di malam hari dan mencuri
makanan yang bukan miliknya. Pria dan perempuan yang ada di belakang Adipati seakan
mengatur kata-kata yang akan diucapkan oleh Adipati atau ada ‘pembisik’ kata-kata yang harus disampaikan SBY melalui akun Twitternya. Budaya
bangsa semakin melorot ketika segala permasalahan hanya dibahas di media sosial, bukan langsung turun ke lapangan.
Setiap bingkai menjelaskan berbagai permasalahan yang terjadi di negeri Koming. Harapannya, pemimpin Adipati turut mengambil andil
dalam penyelesaian masalah-masalah tesebut. Namun panggilan-panggilan dari rakyat hanya ditanggapi dengan kata “Ruwet” Entitas ini menjadi
cerminan bahwa keluhan yang disampaikan oleh masyarakat lebih sering tidak ditanggapi sebab pemimpinnya pun sedang sibuk sendiri mengurus
burung peliharaan, misalnya. Selain itu, kalimat Adipati “Apapun yang ingin kalian sampaikan.. Dia yang akan menjawabnya,” menjadi bukti
bahwa tidak ada guna bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya melalui burung tersebut atau akun Twitter milik SBY sebab akun tersebut
yang dikelola lebih dari seorang yang akan menjawab semua keluhan masyarakat.
IV.2.3 Analisis Semiotika Comic Strip Panji Koming edisi 21 April 2013 Tabel 3