BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Pada bab ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap tujuh buah comic strip yang telah dipilih sesuai tema penelitian periode April-Mei 2013. Ketujuh
comic strip tersebut dianalisis menggunakan pisau analisis Semiotika milik Roland Bhartes. Tujuh buah comic strip tersebut terbit pada 7, 14, 21 dan 28 April
serta 5, 12, dan 26 Mei. Masing-masing terdiri dari lima hingga sepuluh bingkai per comic strip. Mula-mula, peneliti akan mendeskripsikan macam leksia tanda-
tanda denotasi yang ada pada setiap bingkai dalam sebuah comic strip. Kemudian, dari setiap tanda denotasi itu dibaca kembali melalui lima kode sistem
pembacaan makna Bhartes. Kode-kode tersebut adalah; hermeneutik, proairetik, simbolik, kultural dan semik.
IV.1.1 Analisis Tokoh Comic Strip Panji Koming
Setting Panji Koming terjadi pada masa ambang kehancuran Kerajaan Majapahit. Saat itu, keadaan serba kacau dan penuh intrik politis. Tindakan
amoral, perilaku tidak manusiawi, kebijakan pemerintah yang otoriter, mau menang sendiri, kurang memperhatikan nasib rakyat, dan korupsi menjadi analogi
visual yang diciptakan komikus sebagai perbandingan kondisi kepemimpinan di Indonesia dengan Kerajaan Majapahit. Panji Koming merupakan bentuk lain dari
opini redaksi Harian Kompas Setiawan, 2002: x. Setelah berumur 34 tahun pada Oktober 2013 lalu, comic strip ini masih bercerita mengenai jalannya
pemerintahan di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, wajah pemimpin Indonesia digambarkan dalam komiknya dan diberi gelar Adipati, yaitu anak dari Raja
pemimpin kerajaan tempat Koming dan kawan-kawan tinggal. Lakon-lakon yang menghidupkan cerita dalam comic strip ini dijabarkan
sebagai berikut:
1. Panji Koming
Panji Koming adalah tokoh utama yang namanya dijadikan sebagai judul comic strip ini. Sejarahnya, Koming ialah anak dari Abdi dalam terendah yang
38
menjadi kesayangan raja saat itu, Prabu Wikramawardhana Brotoatmojo, 2008: 18. Abdi dalam juga biasa disebut ‘dalem’ adalah orang yang mengabdikan
dirinya kepada keraton atau raja dengan segala aturan yang ada id.wikipedia.org. Ia lahir di tengah kegalauan Kerajaan Majapahit hingga diberi nama Koming yang
berarti jungkir balikgila. Jiwanya yang bersih, budi pekerti yang luhur dan perilakunya yang halus membuat raja menjulukinya ‘Panji’. Karena perhatian
lebih yang diberikan raja kepada Koming, para Hulubalang Keraton pun sering mengganggunya. Sebab itulah Koming sering bersembunyi di kandang kuda dan
bertemu Pailul.
Gambar 7 Panji Koming
Sumber: Setiawan, 2002: 76
Panji ialah tokoh cerita sastra nusantara lama yg di pengembangannya menunjukkan sifat kepahlawanan yg mampu mengatasi segala tantangan. Koming
bermakna gila, bingung atau jungkir balik. Dari namanya, Panji Koming berkarakter baik, berpendirian kuat seperti pahlawan, berani walau terkadang
nyeleneh. Berdasar jenis tokoh, Koming adalah seorang protagonis, yaitu tokoh utama yang dekat dengan segala kebajikan.
Pakaian yang Koming gunakan ialah pakaian masyarakat kelas menengah ke bawah pada masa Kerajaan Majapahit, bolero baju seperti rompi berwarna
hitam, celana tomprang celana yang ujungnya sampai di atas mata kaki, biasanya berbahan kain tipis dan sabuk wolo kain yang berfungsi sebagai ikat pinggang.
Tingkat sosialnya juga ditunjukkan dari kakinya yang tidak menggunakan alas. Koming yang berkepala besar, jidat lebar dan mata kecil berarti penyabar dan
cerdas. Sedang mulutnya yang kecil, menandakan ia seorang pendiam.
2. Pailul
Sahabat Koming yang menjadi tokoh utama kedua di comic strip ini. Ia dan Koming berusia sama. Pailul memasok rumput untuk pakan kuda kerajaan. Di
kandang kuda tersebutlah ia dan Koming sering bermain bersama, sebelum Koming memutuskan untuk ikut tinggal bersama Pailul. Pailul mengambil peran
tritagonis, ialah penengah antara aktor protagonis dan antagonis.
Gambar 8 Pailul
Sumber: Brotoatmojo, 2008: 12
Berpenampilan tidak jauh berbeda dari Panji, Pailul yang bertelanjang dada hanya mengenakan celana tomprang dan sabuk wolo. Walau begitu, Pailul
berada dalam kasta terendah di antara masyarakatnya, sebab ia tidak memakai baju. Pria yang bertelanjang dada dalam cerita ini pun lekat dengan profesi kuli.
Wajah Pailul yang cenderung memanjang dengan mata dan hidung besar, menandakan sifat ingin tahunya yang tinggi. Mulutnya yang lebar menunjukkan
sifatnya yang berani berbicara, tidak basa-basi. Namanya tidak memiliki artian khusus dalam Bahasa Indonesia, Jawa ataupun Sansekerta. Namun ia seorang
kampung yang cerdik, juga memiliki persona agak konyol namun lebih terbuka, terus terang, berani bertindak, juga banyak akal. Tubuh bungkuknya disebabkan
pekerjaannya sebagai kuli.
3. Ni Woro Ciblon
Dari namanya, Ni merupakan sapaan bagi perempuan yang belum menikah atau nona. Dalam Bahasa Jawa, ‘ni’ atau ‘ning’ digunakan sama seperti ‘mbak’.
Kata ‘ciblon’ dalam Bahasa Jawa bermakna permainan anak-anak ketika mandi di sungai.
Sesuai namanya, Ciblon adalah gadis desa yang penyabar, dan berhati lembut. Wajahnya rupawan, tampak dari matanya yang bulat dengan bulu mata
yang lentik. Hidungnya mancung, dengan bibir yang kecil. Kekasih Panji ini bersepupu dengan kekasih Pailul, Ni Dyah Gembili. Busana yang ia kenakan
adalah kain yang dililit menjadi kemben dan sarung, Ciblon dan Gembili menggunakan pakaian yang sama dan juga tidak mengenakan alas kaki.
4. Ni Dyah Gembili
Pasangan Pailul ini berbadan gendut, berbanding terbalik dengan badan Pailul. Sejalan dengan nama Gembili yang merupakan salah satu jenis ubi talas.
Kata ‘gembil’ pun bermakna tembem pipi. Namun wataknya tegas dan berani yang digambarkan dengan wajah yang lebar. Jidatnya serupa dengan Koming,
menandakan daya pikir yang baik meski Gembili digambarkan lebih vokal daripada Koming.
Gambar 9 Gembili dan Ciblon membawa makanan
Sumber: www.twitter.companjikoming
5. Empu Randubantal
Empu adalah gelar kehormatan bagi seorang yang ahli dalam suatu bidang. Randu ialah pohon kapuk dan bantal adalah alas kepala. Sesuai namanya, peran
peramal atau ‘orang pintar’ pantas dilekatkan kepada aktor tritagonis yang satu ini. Kapuk dan bantal sering digunakan untuk tidur, namun sering dianalogikan
dengan khayalan atau orang yang sedang mengawang-awang.
Aktor ini juga biasa dipanggil ‘Mbah’, beliau dikisahkan agak idiot, kurang cerdik namun pandai. Hal yang mengagumkan dari dirinya ialah
kemampuan meramalnya yang selalu tepat, walau untuk kebutuhan di abad 20. Pakaian Mbah menandakan kereligiusannya, kain putih yang membalut tubuh
Mbah menandakan ketidakinginannya terhadap hal-hal duniawi seperti harta atau takhta. Jenggot panjang, kepala sedikit botak dan berambut putih bermakna
seorang tua yang bijaksana.
Gambar 10 Empu Randubantal dan tungkunya
Sumber: Panji Koming Edisi 5 Mei 2013
6. Denmas Ariakendor dan Hulubalang Keraton
Ariakendor digambarkan berbadan tambun, menunjukkan sifat yang rakus atau serakah. Rahang bawahnya yang besar dan menjorok ke muka serta
hidungnya yang seperti Pinokio menjadi ciri khas sifatnya yang sombong dan licik. Denmas Ariakendor ialah punggawa rendahan di istana yang berwatak culas
dan tega menginjak bawahan tapi menyembah atasan. Pakaian sehari-harinya ialah bolero, celana tomprang dan sabuk wolo dengan tambahan hiasan di kepala,
leher kalung dan pinggang berupa sabuk. Jabatannya di kerajaan lebih tinggi dari hulubalang keraton, yang membedakan keduanya ialah alas kaki yang
digunakan. Ariakendor menggunakan selop, sedang hulubalang hanya mengenakan sendal.
Hulubalang keraton ialah orang-orang yang berseragam kerajaan, tampilan fisiknya bervariasi, namun seringnya berperut buncit, patuh, dan tunduk pada
atasan. Hulubalang ialah kepala laskar, pemimpin pasukan atau prajurit pengawal. Pemakaian kostum para hulubalang dimaksudkan untuk membedakan dengan
rakyat. Bentuk fisik bervariasi menggambarkan perekrutan yang asal-asalan. Perut buncit menandakan perilaku mereka yang lebih mementingkan kepentingan
sendiri dari rakyat. Keduanya merupakan tokoh antagonis di cerita ini.
Gambar 11 Denmas Ariakendor kiri dan Hulubalang Keraton kanan
Sumber: Harian Kompas, Panji Koming Edisi 14 April dan 26 Mei 2013
7. Bujel dan Trinil
Keponakan Panji yang berperilaku polos dan rasa ingin tahunya tinggi. Bujel adalah anak laki-laki nyaris gundul, ada sejumput rambut yang tumbuh di
tengah kepalanya. Sedang Trinil adalah adik perempuannya yang berambut acak- acakan. Keduanya mengenakan lilitan kain yang membungkus badan mereka dari
dada hingga kakinya. Kain milik Bujel bewarna lebih gelap dari punya Trinil.
8. Hewan
Walau jarang ditampilkan, hewan-hewan yang pernah ada dalam cerita ini lumayan banyak. Mereka ‘bertugas’ sebagai pemeran pendukung yang
melengkapi cerita. Ada harimau, kuda, anjing, buaya, itik, burung, monyet dan lain-lain. Anjing menjadi hewan paling terkenal sebab pernah menjadi bahan
perdebatan di lingkungan kerja dan keluarga pengarang. Akhirnya, gambar anjing dibuat lebih komikal, dan dinamakan ‘kirik’ berarti anak anjing dalam Bahasa
Jawa.
9.
Unsur Alam
Unsur-unsur alam dalam cerita Panji Koming dimaksudkan untuk perilaku yang tidak baik Setiawan, 2002: 81. Maksudnya, sebagai ganti ‘tangan’ Tuhan
untuk menyentil para lakon yang berbuat curang dan tidak baik. Unsur yang
paling sering digunakan ialah pohon kelapa.
IV.2 Analisis Comic Strip