hadapan Denmas, saat Denmas lewat. Pakaian yang Ciblon kenakan ialah kain pajang yang dibebat ke seluruh tubuhnya seperti kemben dan
sarung sepanjang kakinya serta tidak menggunakan alas kaki. Denmas lewat dengan mengangkat dagunya, tangannya dilipat di depan
dadanya. 6
Sebuah kelapa tiba-tiba jatuh dari atas dan menimpa kepala Denmas, hingga ia mengecil seperti kurcaci. Garis-garis serta kata ‘Ding’ berada
di atas kelapa tersebut. Area yang seharusnya ditempati kepala Denmas diiasi garis melingkar, sedang wajahnya digambar berulang sampai
mencapai ukuran kepalanya saat itu. 7
Koming ngeri melihat Denmas yang berubah menjadi kerdil, Pailul pun merangkulnya dan mengajak Koming segera pergi. Terdapat garis-garis
efek di bawah kaki Pailul dan di samping tangan Koming. 8
Koming dan Pailul duduk di atas bukit dengan latar belakang senja. Langit berwarna gelap dengan awan-awan putih di belakang mereka.
Kepalan tangan kiri Koming menunjuk ke arah kirinya, kepalanya juga menegok ke arah yang sama. Di sisinya, Pailul menggosokkan kedua
tangannya di depan dada sambil melihat ke kirinya. Signifikasi Tahap Kedua Kode Pembacaan
1. Hermeneutika:
Koming yang biasanya menggunakan pakaian serba hitam diganti dengan warna putih sebab akan berlomba lari melawan Denmas
Ariakendor yang berbusana serba hitam. “Ayo Koming, balapan dengan Denmas. Kau berbaju putih, Denmas berbaju hitam,” kata Pailul.
Ariakendor tampak lebih siap dari Koming yang baru dipanggil oleh Pailul.
Perjalanan Koming tidak mulus. Menabrak dinding, “Eh malah terbentur. Tidak apa jalan terus,” kata Pailul menyemangati. Setelah itu ia
jatuh, “Eit terjatuh. Tidak apa bangun lagi,” kata Pailul yang melihat Koming terjengkang ke belakang. Berbeda dengan jalan Ariakendor yang
cenderung mulus sehingga berada di depan mereka, “He he. Aku lebih duluan,” tawa Ariakendor. Kemenangan Ariakendor membuatnya
sombong dan pamer di depan perempuan yang Ni Woro Ciblon, kekasih Koming. Pailul yang menjaganya mengatakan, “Denmas jalannya memang
selalu mulus walaupun suka melenceng.” Namun tidak butuh waktu lama, Denmas Ariakendor mendapat
‘getah’nya. ‘Ding’, ia pun kejatuhan buah kelapa yang berdampak ke badannya. Koming yang sebelumnya jatuh dan sedih sebab kekalahannya,
diajak untuk bangkit kembali oleh Pailul dan meninggalkan Ariakendor yang menjadi kerdil, “Hukum alam tetap berlaku, ayo Koming bangkit
lagi,” tukas Pailul sambil merangkul Koming. Akhirnya, Koming dan Pailul pun menyimpulkan kejadian hari itu di sebuah bukit. “Hukum di
negeri ini bisa hancur gara-gara para pokrol hitam,” kata Koming yang disambut Pailul, “Yang putih tetap lurus biar selamat.”
2. Proairetik :
Perlombaan yang terjadi diibaratkan pertandingan antara kebaikan lawan kejahatan. Kebaikan diwakili oleh Koming yang
mengenakan pakaian putih dan sebaliknya, kejahatan diwakili oleh Ariakendor yang berbaju hitam. Perwakilan warna dan pemakainya ini
bukan tanpa alasan. Koming dikenal sebagai pria yang jujur dan bersih hatinya. Sedang Ariakendor bersifat kikir, sombong dan selalu mencari
keuntungan pribadi. Jalan kebaikan selalu tidak lancar, ada saja halangan yang
Koming dapatkan. Baik disebabkan oleh jalannya tembok yang muncul di bingkai 2 atau kecurangan lawan mainnya pada bingkai 3 dan 4,
Ariakendor seakan menjegal Koming. Namun yang baik harus tetap semangat seperti yang disampikan Pailul, ‘terbentur, jalan terus’ dan
ketika ‘jatuh, bangun lagi’. Apa daya, Ariakendor menang karena jalannya yang lancar
tanpa hambatan. Kemenangan Ariakendor, ia pamerkan di depan Ni Woro Ciblon dikisahkan, Ariakendor menyukai gadis desa yang merupakan
kekasih Koming yang sedang dijaga oleh Pailul. Tangan Pailul yang
terbentang di depan Ciblon sebagai bentuk sikap protektif. Ciblon yang sedih dengan kekalahan Koming, bersandar pada Pailul.
Namun kecurangan Ariakendor dibalas oleh hukum alam sehingga sebuah kelapa jatuh menimpa kepalanya. Badannya menjadi
kerdil merupakan stereotip bagi dirinya yang melakukan tindakan tercela. Koming yang sempat sedih karena kekalahannya, diajak untuk bangkit lagi
oleh Pailul. Akhirnya, perlombaan yang memakan waktu hingga malam ini disimpulkan oleh Pailul, “Hukum di negeri ini bisa hancur gara-gara para
pokrol hitam.” Hukum di negeri mereka bisa hancur karena perbuatan para pengacara yang kelakuannya seperti Ariakendor yang berbaju hitam. Hal
in ditanggapi oleh Pailul, “Yang putih tetap lurus biar selamat.”
3. Simbolik :