Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja

karena jalur tersebut mengakibatkan adanya pembatas atau gab barrier bagi aktifitas satwa liar akibat pembersihan jalur, rentangan kabel baja dan sifat elektromagnetis yang dihasilkan oleh aliran listrik. Bentuk area terbuka yang dibuat sepanjang jalur dengan panjang 760 meter dengan lebar 10 meter. 5. Menara Telepon Seluler Menara telepon seluler yang berada di kawasan ini terletak di bagian tenggara kawasan terdiri dari dua menara milik swasta. Pemanfaatan lahan kedua menara tersebut yang berdampingan tidak luas, namun secara ekologis bangunan ini tidak bermanfaat langsung bagi kawasan serta mengganggu aktifitas satwa liar barrier terutama aktifitas burung aves akibat menara yang menjulang dan pengaruh radiasi elektro-magnetik yang dihasilkan. 6. Air Bersih Sumber air Gunung Meja terdiri dari mata air yang tersebar di bagian selatan hingga ke barat daya kawasan. Berdasarkan Wambrauw 2004 jumlahnya telah mengalami penurunan sebanyak 50 dari 30 mata air Zieck, 1960 dalam TP-TWAGM, 2004 saat ini tersisa 15 mata air yang masih aktif. Selain memiliki sumber mata air terbuka, kawasan ini juga memiliki gua-gua mata air dan aliran sungai bawah tanah. Pemanfaatan sumber air ini awalnya dikelola oleh PDAM Kabupaten Manokwari terhadap 7 mata air namun saat ini telah ditinggalkan akibat terus menurunnya debit sumber. Saat ini sumber-sumber air tersebut dikelola masyarakat dengan memanfaatkan instalasi PDAM yang ditinggalkan maupun instalasi baru yang dibangun secara swadaya.

4.10. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja

Terdapat beberapa bentuk pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja yang bersifat eksploitasi dan mengakibatkan gangguan serta kerusakan terhadap ekosistem kawasan, walaupun pemanfaatan dan aktifitas tersebut tidak sesuai dengan peruntukkan kawasan ini. Bentuk-bentuk aktifitas tersebut yaitu : penebangan liar illegal cutting, perladangan shifting cultifation, pemukiman, pembuangan sampah, perburuan hunting terhadap hewan liar maupun tumbuhan berguna hunting area, pengambilan humus tanah top soil, dan pengambilan batu.

1. Penebangan Liar Illegal Cutting

Penebangan liar biasanya dilakukan oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab terutama terhadap pohon-pohon berdiameter di atas 50 cm untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perabot rumah tangga, bahan bakar dan sebagainya. Penebangan juga dilakukan terhadap pohon-pohon berdiameter 5 – 10 cm tingkat pancang dan tiang yang biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan rumah, jembatan, pagar pekarangan dan taman. Berdasarkan pengamatan pada perayaan hari- hari raya tertentu seperti HUT Kemerdekaan Republik Indonesia dan lain-lain, kayu berdiameter 5 – 10 cm banyak dimanfaatkan bagi pembuatan gapura, rumah adat, pagar dan berbagai bentuk model bangunan seni lainnya dengan permintaan yang cukup tinggi. Sistem penebangan yang digunakan baik bersifat mekanis menggunakan gergaji mesin chain saw maupun secara manual menggunakan gergaji tarik manual saw, kampak, dan parang. Kawasan yang menjadi sasaran penebangan liar biasanya terkonsentrasi di dekat kawasan pemukiman maupun kawasan inti yang jauh dari akses jalan sehingga sulit untuk dideteksi oleh petugas. Berdasarkan pantauan lapangan dan hasil wawancara petugas, kegiatan ini masih bersifat pemenuhan kebutuhan pribadi, tidak untuk dikomersilkan.

2. Perladangan

Perladangan biasanya dilakukan setelah diadakan penebangan terhadap vegetasi di areal tersebut. Perladangan yang dijumpai bersifat jangka pendek, jangka sedang dan jangka panjang. Perladangan yang bersifat jangka pendek atau subsisten contohnya seperti kebun sayuran, singkong dan ubi jalar; jangka menengah, contohnya seperti kebun pisang, kopi, coklat; serta jangka panjang contohnya seperti kebun buah durian, langsat, mangga, rambutan dan sebagainya. Hasil perladangan ini biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk tujuan komersiil. Akibat kegiatan perladangan, terjadi penurunan kerapatan vegetasi alam, menurunnya tingkat biodiversitas serta terganggunya keberlangsungan ekosistem sekitarnya. Gambar 16. Aktifitas Perladangan di Dalam dan Sekitar Kawasan

3. Pemukiman

Beberapa bagian kawasan ini berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Konsentrasi kepadatan dan kedekatan pemukiman berada di bagian barat daya hingga ke bagian barat. Pada beberapa lokasi terjadi penyerobotan lahan kawasan akibat tidak adanya batas kawasan yang jelas di lapangan maupun kesengajaan masyarakat dalam melakukannya. Pemanfaatan lahan tersebut baik sebagai areal pembangunan maupun lahan pekarangan dan pemanfaatan lainnya. Hal ini terjadi karena didukung oleh akses ke dalam kawasan yang mudah, baik berupa jalan, belum adanya batas yang jelas, kurangnya pengawasan, belum maksimalnya pengelolaan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan ini dalam menunjang kesehatan dan kesejahteraan hidup masyarakat. Gambar 17. Pemukiman Di Dalam kawasan TWA Gunung Meja, Kompleks Fanindi Sumber : Quick Bird - Google Earth Desember 2008

4. Perburuan Hewan Liar

Terdapat berbagai jenis hewan liar yang berada di dalam kawasan ini, antara lain berbagai jenis burung seperti kakatua jambul kuning, kakatua raja, kakatua merah dan hijau, nuri hijau, nuri kepala hitam, betet, kuskus, tikus, kadal, ular dan jenis hewan liar lainnya. Hewan-hewan liar tersebut menjadi target perburuan untuk dikonsumsi maupun sebagai hiasan setelah diawetkan. Akibatnya populasi hewan-hewan ini semakin menurun akibat diburu maupun berpindah lokasi lainnya yang lebih aman bagi perkembangannya sehingga saat ini hewan-hewan tersebut sulit dijumpai.

5. Perburuan Tumbuhan Liar

Tumbuhan liar juga menjadi target perburuan terutama dari jenis palem-paleman Areca macrocalyx, Licuala tilifera, Pigafetta filaris dan Orania sp. dan jenis anggrek Grammatophyllum scriptum, G. speciosum, G. papuanum, Phalaenopsis amabilis, Dendrobium sp., juga jenis lainnya seperti kembang api papua Mucuna novoguinensis yang dijadikan tanaman hias serta jenis pohon tertentu seperti pohon ular Garcinia sp., dan jenis lainnya yang dijadikan tanaman kerdil bonsai. Selain jenis-jenis tersebut di atas, anakan atau semai berbagai jenis pohon komersil seperti matoa Pometia spp., merbau Intsia spp., Nyatoh Palaquium amboinensis, bintanggur Chalophyllum inophyllum, dan jenis lainnya dicari untuk dijadikan sumber benih bagi kegiatan penghijauan di luar kawasan dan sebagainya. Aktifitas perburuan tumbuhan liar juga dilakukan terhadap tumbuhan obat tradisional seperti akar kuning Arcangelisia flava, mahkota dewa Phaleria papuana dan sebagainya, yang merupakan jenis endemik kawasan ini. Aktifitas di atas sangat mengganggu proses regenerasi alami jenis-jenis tersebut di alam akibat kegiatan eksploitasi yang tidak diiringi dengan regenerasi terhadap jenis-jenis yang diambil. Gambar 18. Beberapa Jenis Tumbuhan Hias Liar Kawasan TWA Gunung Meja a. Cyrtosperma mercusii; b. Alpinia sp., dan; c. Costus speciosus

6. Pengambilan Tanah Top Soil

Tanah permukaan top soil di kawasan ini sangat subur karena merupakan hasil pelapukan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan yang membusuk, sehingga menjadi target pengambilan sebagai bahan media tanam atau media tumbuh bagi penggemar tanaman hias maupun tanaman pesemaian. Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan pengambilan tanah permukaan ini adalah menurunnya tingkat kesuburan tanah, terjadinya c a b pencucian humus tanah liching dan longsor erotion akibat terbukanya lokasi tersebut serta terjadi genangan air yang mengganggu ekosistem.

7. Pembuangan Sampah

Beberapa lokasi tertentu di dalam kawasan ini dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir TPA sampah baik dalam skala kecil berupa sampah rumah tangga maupun dalam skala besar. Jenis sampah terdiri dari bahan organik, bahan non-organik maupun bahan-bahan berbahaya lainnya. Selain dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem kawasan akibat pembuangan sampah bahan-bahan non-organik yang bersifat merusak lingkungan, terjadi juga invasi jenis vegetasi baru introduction species tertentu hasil ikutan pembuangan sampah yang dapat merusak adaptasi dan persaingan jenis vegetasi endemis contoh Gambar 20 yang terjadi pada salah satu lokasi pembuangan sampah di bagian barat pintu utama kawasan.

8. Pengumpulan Batu

Aktifitas pengumpulan dan pengambilan batu untuk digunakan sebagai bahan bangunan dan penggunaan lainnya di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja merupakan aktifitas pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya alam kawasan yang tergolong baru, karena baru terjadi pada beberapa tahun belakangan ini dan memiliki Gambar 19. Tumpukan Sampah dan Jenis Vegetasi Ikutan Seperti Pisang Musa sp. dan Kacangan Pereuria javanica Di Dalam Kawasan TWA Gunung Meja intensitas yang cukup tinggi pada tahun 2008. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat yang meningkat akan bahan bangunan tersebut dan permintaan serta harga yang relatif tinggi sehingga dapat memberikan keuntungan sampingan bagi oknum masyarakat yang melakukannya. Selain itu lokasi sumber pengambilan batu yang semakin jauh seperti di Maruni dan Prafi serta harga per satuannya yang sangat mahal mengakibatkan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja saat ini menjadi salah satu target sumber pengumpulan dan pengambilan batu. Akibat aktifitas ini banyak terdapat lokasi longsoran land slide dan kubangan bekas penggalian maupun kerusakan permudaan vegetasi akibat aktifitas tersebut. Gambar 20. Aktifitas Pengumpulan Batu: a. Tumpukan Batu Hasil Pengumpulan Liar dan Kerusakan Permudaan Akibat Aktifitas Pengumpulan Batu Berupa Jalan Angkut Arah Panah b. Lokasi Bekas Penggalian dan Pengumpulan a b

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Komposisi Jenis Vegetasi Daerah Tangkapan Air Taman Wisata Alam Gunung Meja

Komposisi jenis tumbuhan dalam suatu ekosistem dapat diartikan sebagai variasi jenis flora dan merupakan daftar floristik jenis tumbuhan yang menyusun suatu komunitas berdasarkan hasil deskripsi Soerianegara dan Indrawan, 2005. Daftar floristik berguna di dalam analisis vegetasi karena merupakan salah satu parameter guna mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan species diversity di dalam komunitasnya.

5.1.1. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Kelas Hutan Alam

Komposisi jenis vegetasi pada kelas hutan alam daerah tangkapan air Taman Wisata Alam Gunung Meja terdiri dari 115 jenis vegetasi yang berasal dari 51 genus dan 38 family. Adapun gambaran jumlah jenis vegetasi berdasarkan famili tersaji pada Gambar 21. Gambar 21. Jumlah Jenis Berdasarkan Family Vegetasi Kelas Hutan Alam 2 4 6 8 10 12 Anacardiaceae Annonaceae Apocynaceae Araliaceae Arecaceae Burseraceae Clusiaceae Combretaceae Cunoniaceae Dilleniaceae Ebenaceae Elaeocarpaceae Euporbiaceae Fabaceae Flacourtiaceae Flindersiaceae Gnetaceae Icacinaceae Lauraceae Lechytidaceae Liliaceae Melastomataceae Meliaceae Moraceae Myristicaceae Myrtaceae Nyctaginaceae Pandanaceae Rosaceae Rubiaceae Rutaceae Sapindaceae Sapotaceae Simaroubaceae Sterculiaceae Thymeliaceae Ulmaceae Verbenaceae Family Jumlah Jenis Gambar 22 memperlihatkan bahwa family Moraceae memiliki lebih banyak spesies pada kawasan ini, dimana terdiri dari 12 jenis yaitu: Antiaris toxicara, Artocarpus altilis, Ficus benyamina, F. chrysolepis, F. glabosa, F. robusta, F. simisifera, F. trachypison, Paraltropis glabra, P. philipinensis, Preynea limpato, dan Streblus elongate, diikuti oleh family Myristicaceae dengan 8 jenis yaitu: Cnema tomentela, Gymnacanthera farquhariana, Horsfieldia glabulare, H. irya, H. laevigata, H. sylvestris, Myristica fatua, dan M. gigantea, disusul famili Anacardiaceae, Euporbiaceae, dan Meliaceae masing-masing dengan 7 jenis Anacardiaceae: Buchanania arborescens, Buchanania macrocarpa, Dracontomelon dao, Koordersiodendron pinnatum, Semecarpus forstenii, S. papuanus, dan Spondias cyatherea; Euporbiaceae: Cleistanthus myrianthus, Drypetes glabosa, Malothus rinoides, Paracroton pendulous, Pimelodendron amboinicum, P. pinnatum, dan Spathiostemon javensis; Meliaceae: Aglaia odorata, Aglaia spectabilis, Dysoxylum molle, D. octandrum, Lansium domesticum, Schisoheton ceramicus, dan Toona sureni, diikuti family Lauracecae dan Sterculiaceae dengan masing-masing 6 jenis Lauracecae: Actinodaphne nitida, Cryptocarya palmarensis, Litsea firma, L. ladermania, L. pinnata, dan L. Timoriana; Sterculiaceae: Pterocymbium beccari, Pterygota horsfieldia, Sterculia macrophylla, S. parkinsonii, S. shilinglawii, dan S. urceolata dan seterusnya. Nama jenis, autor, nama daerah dan family vegetasi daerah tangkapan air kelas hutan alam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.1.2. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Kelas Hutan Tanaman

Komposisi jenis vegetasi pada kelas hutan tanaman daerah tangkapan air Taman Wisata Alam Gunung Meja terdiri dari 71 jenis vegetasi yang berasal dari 54 genus dan 28 family. Adapun gambaran jumlah jenis vegetasi berdasarkan famili disajikan pada Gambar 22.