Profil Hutan Analisis Spasial Sebaran Vegetasi A. Analisis Spasial Model Sebaran Jenis Vegetasi

Jika |d| 1,96 maka pola sebaran yang terbentuk adalah acak random, jika |d| -1,96 maka pola sebaran yang terbentuk adalah seragam uniform, dan apabila |d| 1,96 maka pola sebaran yang terbentuk adalah berkelompok cluster.

D. Profil Hutan

Profil hutan bertujuan untuk menggambarkan kondisi tegakan secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal dapat memberikan gambaran stratifikasi yang terbentuk pada tegakan dengan tampilan bentuk dan letak atau posisi tajuk terhadap batang bebas cabang sesuai dengan skala yang diinginkan. Secara horisontal dapat memberikan gambaran sebaran jenis tegakan. Pembuatan profil berdasarkan parameter tegakan dan lingkungannya, yaitu koodinat letak individu, diameter batang dbh, tinggi batang bebas cabang dan keseluruhan, ukuran tajuk tinggi, diameterjari-jari, bentuk, dan kemiringan slope arah utara, selatan, timur, barat terhadap titik pusat plot. Dalam penentuan letak koodinat UTM atau berdasarkan jarak terhadap garis lintang dan bujur sebaran individu dapat didasarkan pada minimal satu titik koordinat UTM di lapangan. Dalam penelitian ini penggambaran profil memanfaatkan program extension terbaru ciptaan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr. Guru Besar Bidang Remote Sensing Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yaitu extension IHMB Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala. Extension IHMB merupakan bagian dari tools program yang dikoneksikan link pada Program ArcView 3.3. Pembuatan profil hutan program ini didasarkan pada parameter tegakan dan lingkungan di atas. Data-data tersebut dibuat dalam bentuk tabulasi dan di-export dalam bentuk dbf atau txt file untuk dijadikan data atribut dalam pembuatan profil hutan. Dalam data atribut ada beberapa tipe data yang harus terdapat di dalam data atribut, yaitu: koordinat pohon x_pohon dan y_pohon, tinggi total pohon dengan nama field ”Tt” mutlak, jari-jari tajuk nama field Rata2 dan informasi slope arah utara, timur, selatan dan barat dari titik pusat plot dengan nama field Sl_u, Sl_t, Sl_s dan Sl_b. Selanjutnya berdasarkan data atribut tersebut dapat diproses menggunakan extension IHMB untuk tampilan profil hutan dan analisis lainnya. Bentuk alur struktur data algoritma model profil hutan berdasarkan extension IHMB sama dengan alur struktur data model sebaran jenis vegetasi Gambar 10. Namun pada model profil extension IHMB terdapat nama field khusus yang harus mutlak terdapat pada tabel atribut. Gambar 11 menunjukkan contoh field profil hutan extension IHMB. 35 Gambar 10. Contoh Field Profil Hutan Extension IHMB Dengan Field Mutlak Lingkaran Merah Yang Harus Terdapat Pada Tabel Atribut Sumber: Jaya, 2008 Manfaat program extension ini selain pembuatan profil hutan digunakan dalam membuat bagan sampling, grid petak tebangan, clipping area, penambahan data atribut, penentuan luas tutupan tajuk, penggabungan tabel joint, melakukan analisis spasial potensi tegakan spatial mean dan penghitungan statistik tabel-tabel atribut. Bentuk ikon pulldown menu dari extension IHMB dan fungsinya seperti pada Gambar 9. 1. Tentang pencipta 7. Menambah atribut titik dengan atribut polygon 2. Membuat disain sampling 8. Menggabungkan atribut 3. Membuat grid 9. Memamnggil tabel teks atau dbase 4. Summarise 10. Menghitung rata-rata spasial 5. Membuat profil pohon 11. Melakukan perhitungan statistik sederhana 6. Clipping theme 12. Rangkuman jumlah plot yang dibutuhkan dalam IHMB P 342007 untuk dijadikan pedoman dalam menentukan jumlah plot yang diperlukan Gambar 11. Bentuk Ikon Pulldown Menu Extension IHMB Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala 9 Secara umum tahapan analisis model spasial vegetasi daerah tangkapan air Taman Wisata Alam Gunung Meja disajikan pada Gambar 12. Data Atribut Layer Citra Pengelompokkan dan Analisis Data Parameter Lahan Letak Proses Overlay dan Analisis Spasial Pemberian ID Number Perhit. Koodinat UTM Parameter Vegetasi Analisis Vegetasi Jarak Slope Model Spasial Sebaran,Tutupan dan Profil Hutan Vegetasi Daerah Tangkapan Air Catchment Area Gambar 12. Tahapan Kajian Model Spasial Vegetasi Daerah Tangkapan Air Taman Wisata Alam Gunung Meja

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah Pembentukkan Taman Wisata Alam Gunung Meja

Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja awalnya merupakan kawasan hutan primer dengan keanekaragaman baik flora maupun fauna yang sangat tinggi dan jaraknya yang dekat dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda yang pada saat itu berada di Manokwari. Berdasarkan bentuk fisiografis kawasan ini, dimana pada daerah pinggiran terdiri dari tebing terjal dengan kemiringan lebih dari 45 persen dan pada bagian puncak cenderung landai hingga datar sehingga menyerupai meja. Dengan demikian maka kawasan ini dinamakan Tafelberg bahasa: Belanda yang artinya Gunung Meja PM- NRM, 2003. Pada tahun 1950 berdasarkan Instruksi Kepala Pemangkuan Hutan, diberlakukan larangan penebangan di dalam kawasan ini. Bulan Agustus 1953 berdasarkan hasil kunjungan tim Kehutanan Pemerintah Belanda yang terdiri dari Ir. J. F. V. Zieck Kepala Seksi Inventarisasi Hutan, Ir. J. Fokkinga Ketua Komisi Pertanian dan H. Schrijn Kepala Pemangkuan Hutan kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan pelestarian atau kawasan lindung dengan disepakati areal hutan primer seluas 100 ha dan hutan sekunder seluas 360 ha yang kemudian akan diusulkan menjadi Hutan Lindung Hidrologis. Selanjutnya kawasan Tafelberg didaftarkan pada Ordinansi Perlindungan Tanah Pemerintah Belanda berdasarkan Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1954. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nederland Nieuw Guinea Nomor 158 Tanggal 25 Mei 1957, areal ini ditetapkan sebagai hutan lindung dengan fungsi hidro-orologis dengan luas 358,50 ha. Setelah Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, kawasan ini dinamakan Hutan Gunung Meja dan ditetapkan sebagai hutan lindung hidrologis dengan luasan 468,50 ha berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Irian Barat Nomor 44GIB1963 Tanggal 10 September 1963. Selanjutnya statusnya diubah menjadi TWA Gunung Meja berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 19KptsUm.I1980 Tanggal 12 Januari 1980 dengan luas 500 ha. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Seksi Konservasi Wilayah I Bintuni - Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah II Fakfak di bawah Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi Papua Barat [PM-NRM 2003; Leppe dan Tokede 2006].