menjadi salah satu destinasi favorit pemuda-pemuda China yang mencari kehidupan baru. Melihat hal ini, Tjong Lian Xiang pun berpikir untuk melepas
salah satu putra tertuanya, yaitu Tjong Yong Hian, untuk mengikuti jejak pemuda- pemuda China lainnya. Tjong A Fie kecil saat itu diam-diam sudah sangat ingin
ikut merantau, namun niat itu diurungkan, karena ayahnya tidak mau kehilangan dua putra sekaligus. Jadilah Tjong A Fie kecil menjaga toko dan membangun
identitas dirinya di dalam keluarga sebagai salah satu anak yang memiliki tingkat kemampuan berdagang dan memimpin di atas rata-rata.
Sejak kecil, dia sudah menunjukkan kemampuan memimpinnya di dalam keluarga, dimana dia seringkali menjadi penengah ketika ada saudara-saudaranya
yang bertikai. Semua keputusan-keputusan yang keluar dari mulutnya pasti didengar dan dituruti, karena dia membuat sebuah keputusan dengan arif dan adil,
sehingga tidak ada satu pihak yang bertikai yang merasa dirugikan. Dia sangat dihormati oleh anggota keluarganya. Tjong A Fie pun akhirnya mengambil alih
pengelolaan usaha keluarganya saat ayahnya meninggal dunia.
b. Perkembangan Hidup Semasa Kecil dan Orang-orang yang
Memengaruhinya.
Hidup di sebuah keluarga yang serba kekurangan, tidak menghambatnya untuk tumbuh menjadi sosok yang cerdas. Walaupun hanya mendapat pendidikan
seadanya, namun Tjong A Fie tetap mampu menguasai berbagai kiat-kiat dagang yang diturunkan dari ayahnya, yang merupakan seorang pedagang tulen. Tjong A
Fie yang dididik untuk selalu berhemat dan hidup sederhana, selalu menghindari sifat boros dan tidak akan mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak berguna
dan tidak penting. Masa-masa kecilnya pun dilalui dengan membantu keluarganya berdagang di toko kelontong kecil milik ayahnya. Tinggal dengan sebuah
keluarga besar berjumlah 9 sembilan orang, membuat Tjong A Fie harus saling berbagi dan belajar mengasihi sejak dini.
Universitas Sumatera Utara
“Di dalam adat Tionghoa pada waktu itu, ada istilah memberi jodoh, atau menjodohkan keturunan. Istri pertama yang dinikahkan Tjong A Fie sebagai
akibat dari tradisi ini. Namun, dari pernikahan ini, Tjong A Fie tidak membuahkan keturunan.” – Fon Prawira.
Saat masih remaja, Tjong A Fie sudah dijodohkan dengan seorang wanita bermarga Lee. Wanita yang akhirnya dinikahinya ini merupakan wanita pilihan
orang tuanya. Karena memang ada tradisi Tionghoa zaman dulu yang menyebut bahwa jodoh ada di tangan orang tua, maka Tjong A Fie menerima dengan tangan
terbuka ketika diperkenalkan dengan seorang wanita bermarga Lee. Tidak banyak yang diketahui dari pernikahannya yang pertama ini, selain yang menyebutkan
bahwa tidak ada keturunan yang lahir dari rahim istrinya ini. Hal ini salah satunya disebabkan karena Tjong A Fie pergi meninggalkan seluruh keluarganya,
termasuk istri yang baru dinikahinya ini, demi merantau ke Selatan. Sejak kecil Tjong A Fie memang memiliki cita-cita yang tinggi. Sadar
kehidupannya tidak akan berkembang di Kwang Tung, dia pun ingin agar bisa merantau seperti abangnya. Kondisi pemerintahan dan perekonomian yang kacau
di bawah Dinasti Qing membuat banyak rakyat China menderita. Sehingga banyak di antara pemuda-pemuda China yang akhirnya pergi merantau, Tjong A
Fie pun diam-diam ingin meninggalkan keluarganya dan mencari kehidupan baru sendirian. Dia mendapat kabar dari abangnya, yang saat itu sudah duluan berada
di Tanah Deli., untuk segera datang apabila kondisi di China tidak membaik. Namun, niat itu ditentang oleh Ibunya. Namun, niat kecil Tjong A Fie sudah tidak
bisa diredam, dia pun berusaha keras untuk membujuk semua keluarganya, termasuk neneknya, untuk diijinkan merantau menemui abangnya di Tanah Deli.
“Dia berjanji kepada ibunya bahwa dia akan melakukan yang terbaik dan kembali dengan membawa emas dan kekayaan sehingga nanti ibunya dapat
menikmati sisa hidupnya dalam suasana yang tenang dan damai.” – Memoirs of a Nonya.
Memiliki tekad yang bulat, Tjong A Fie akhirnya benar-benar memutuskan pergi merantau, mengikuti rombongan pemuda-pemuda lainnya
menuju selatan. Keluarganya dan istrinya harus menerima kenyataan ditinggalkan oleh beliau. Istrinya memang harus tinggal di Kwang Tung, karena diwajibkan
untuk merawat ibunya yang saat itu sedang sakit-sakitan sejak kematian ayahnya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan hanya berbekal seadanya, Tjong A Fie yang saat itu berumur 18 tahun, menambatkan sampannya di tepi sungai dalam perjalanan ke Swatow,
dimana dari daerah itu, dia menumpang sebuah junk, yakni sebuah kapal yang dipakai oleh orang-orang dari daratan Tiongkok yang terbuat dari kayu dan
berlayar mengarungi laut antara laut selatan dan daratan China. Tua dan muda semua bergabung, mempunyai arah perjalanan dan tekad yang berbeda, namun
mereka semua memiliki tujuan yang sama, yakni mengadu nasib. Keberangkatan rombongan pemuda dari negeri China yang menuju selatan pun disebabkan
banyak faktor, selain alasan kondisi di China, banyaknya permintaan tenaga kerja dari Sumatera juga menjadi salah satu alasan kuat. Pemerintahan Sumatera yang
dikuasai oleh Kesultanan Deli saat itu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pusat pemerintahan yang ada di Laboean Deli berkembang menjadi pusat
administrasi, pusat perdagangan bahan-bahan pokok hingga menawarkan fasilitas pelabuhan yang ramai dikunjungi. Pegawai-pegawai perkebunan yang dibutuhkan
pun semakin banyak, namun karena pada mulanya masyarakat asli menolak bekerja sebagai buruh, maka akhirnya didatangkanlah pemuda-pemuda dari negeri
China dan Semenanjung Malaya.
c. Sejarah Pendidikan dan Masa Pertumbuhannya Menjadi Dewasa.