Wawancara dengan Narasumber Pendukung

1.2 Wawancara dengan Narasumber Pendukung

Berikut ini adalah petikan dari hasil wawancara resmi yang dilakukan peneliti dengan narasumber pendukung, yakni Tety Silva Kurnia Ginting, yang dilakukan pada tanggal 23 April 2013. Seberapa jauh wawasan Anda tentang sosok Tjong A Fie? Tety Ginting TG: Kalau dulu saya kerja disini, otomatis saya gak tau banyak ya, tapi karena ini tuntutan kerja saya, saya harus belajar, jadi saya harus cari tahu. Jadi saya tahu itu kayak, mungkin dari cerita berdasar Pak Fon juga, sosoknya seperti apa, terus apa yang dia lakukan, kemudian keluarganya itu seperti apa. Jadi dibandingkan dulu dengan sekarang, ketika saya menjelaskan beberapa informasi kepada pengunjung, itu informasinya bisa dibilang, akurat sih akurat, cuman menjelaskannya itu kayak gak dari hati, karena kita kan belum terlalu dekat dengan keluarganya. Tapi karena udah ada, waktunya makin lama, saya juga semakin dekat dengan keluarga yang disini, semakin tahu tentang Tjong A Fie. Lama kelamaan, orang ketika mendengar saya menjelaskan mengenai rumahnya ini, mengenai sejarahnya, mereka jadi tertarik dan suka, terus mereka kadang kasih komen, “Mbak, keluarganya Tjong A Fie ya? Kok tau semua?” Mungkin itu karena tau banyak sih, kalau menurut saya sih seperti itu. Menurut Anda, sosok seperti apa Tjong A Fie? TG: Kita gak pernah ketemu dia ya, itu sudah jelas, saya tau dari cerita aja, kalau menurut saya, Tjong A Fie itu orang baik. Nah, itu bisa dilihat dari bukti-bukti sejarah berupa foto-foto, seperti contohnya kegiatan aktifitas pemberian sedekah kepada orang miskin, kemudian foto-foto bukti dia pernah bangun ini bangun itu, memberikan sumbangan kepada kota Medan. Juga pergaulan nya, bisa dilihat dari banyak foto, dia gak hanya bergaul dengan orang china, orang barat juga, orang india, orang arab. Jadi dia itu sosoknya sebagai seorang dermawan, kalau menurut saya, dia juga ramah dan pintar bergaul. Jika menyinggung pandai bergaul, seperti apa pandainya? Bentuk komunikasinya seperti apa? TG: Jadi, contohnya dia bisa melobi Sultan dan mungkin dia gunakan “pandai bergaul” itu untuk kepentingan bisnis. Jadi ketika dia berada di lingkungan Melayu, dia sudah punya teman sekaligus rekan, sama seperti ketika dia ada di lingkungan arab, india, belanda, dia juga sudah punya, istilahnya backing lah ya. Kepintarannya sendiri itu smart untuk mencari teman, untuk memilih teman itu seperti apa, tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, juga untuk kepentingan yang lain. Universitas Sumatera Utara Menurut Anda, gaya komunikasi Tjong A Fie seperti apa ya? Antara konteks tinggi atau konteks rendah. TG: Kalau menurut saya, dia orangnya tegas gaya konteks rendah. Indikatornya, mungkin karena dia cepat, dapat temannya itu kayaknya cepat kali. Dia tegas dan pintar bergaul. Dia pintar menempatkan diri. Nah, contohnya ini deh, dia kan dulu waktu pertama datang kesini, kan dia gak tau Bahasa Indonesia, gak tau Bahasa Melayu. Dia cuma tau Bahasa Mandarin kan, jadi untuk bisa berkomunikasi dengan orang disini, dia belajar Bahasa Melayu. Mungkin itu salah satu bentuk cara dia berkomunikasi dengan orang disini. Dan saya gak tau apakah itu bisa dibilang tegas atau ngak. Tapi yang pasti istrinya lebih tegas dari dia, kalau kejam ngak, tapi disiplin. Contohnya, kalau anaknya itu gak bisa dibilang itu langsung dipukul. Itu istrinya, tapi kalau Tjong A Fie mendidik anak, cerita dari keluarga dulu ya, dia gak main pukul, dia dari omongan. Jadi dikasih tau, diajarin, bahasanya itu lembut, tetapi orang yang dikasih langsung ngerti. Jadi kesimpulan sejauh ini, Anda bilang dia menerapkan gaya komunikasi konteks rendah. Selain itu, saya mau tanya perihal gaya personal dia dalam berkomunikasi. Apakah dia sering menggunakan kedua tangannya, ketika bicara, atau dia menampilkan mimik muka yang jelas, kalau dia bilang senang, mukanya ceria, kalau dia lagi sedih, dia tunjukin lagi sedih. TG: Kalau dari buku yang saya baca, sepertinya dia memang seperti itu. Bahasa dominan disini dulu kan Bahasa Melayu, sedangkan itu bukan bahasa ibunya, jadi ketika ada sesuatu yang tidak dia mengerti, dia akan menjelaskan, itu mungkin dia akan menggunakan kedua tangannya, wajahnya. Kemudian, di buku Quenny Chang, disitu juga diceritakan waktu Quenny Chang mau menikah, itu kebetulan Quenny Chang anak yang paling disayang. Nah, ketika dia menikah itu, ketika seorang ayah melepas anaknya kan sedih, jadi dia menunjukkan kesedihannya waktu itu. Jadi, pada saat itu, ada upacara anak sama orang tua, kalau orang Jawa bilang namanya sungkem, nah itu Tjong A Fie hanya sebentar aja saat itu, pada saat itu dia tidak nangis, tapi raut wajahnya itu sedih. Setahu Anda, berapa bahasa yang dikuasai Tjong A Fie? TG: Setahu saya ada empat, bahasa mandarin kan, kemudian ada melayu, belanda dan inggris. Inggris dia pernah belajar, sedikit-sedikit, gak sepandai ketika dia berbahasa Belanda. Nah itu dia belajar Bahasa Inggris, ketika mereka mau merencanakan perjalanan tour keliling Eropa. Jadi saat itu, yang namanya kita mau jalan-jalan, harus ada persiapan kan, jadi dia itu belajar dengan guru privat, disini juga belajar dengan anak-anaknya. Nah itu dia siapkan untuk jalan-jalan ke Eropa, tapi gak sempat jalan-jalan, dia sudah meninggal duluan. Jadi untuk Bahasa Inggris-nya, saya bilang dia gak terlalu pandai kali, tetapi mengerti. Mungkin pasif lah. Universitas Sumatera Utara Bisa ceritakan tentang istri-istrinya? TG: Kalau berdasarkan yang saya tahu, istrinya ada tiga. Nah itu saya gak tau apakah dia poligami atau tidak. Ada yang bilang dia poligami karena istri pertamanya itu gak diceraikan. Nah itu menikah dengan istri pertama, usianya masih 17. Nah itu juga bukan karena cinta, tapi dijodohkan sama orang tua. Gak ada anak. Itu hanya ada anak angkat. Namanya Po Liong. Nah istri pertamanya itu gak dibawa kesini dulu, ditinggal di China, karena niatnya memang untuk merantau. Setelah dia disini, setelah setengah berhasil, dia kemudian kayak di- mak-comblangin sama istri kedua yang dari Pulau Pinang. Itu namanya Madam Chew. Dengan istri keduanya ada tiga anak. Terus istri keduanya ini kebetulan meninggal di usia 32. Tapi, makam istrinya saya kurang tahu, apakah dimakamkan di Medan atau kembali ke Pineng. Nah istrinya itu juga dulu di Pineng, itu juga anaknya saudagar juga. Kemudian, beberapa tahun kemudian, dia menikah dengan istri ketiga. Nah untuk istri ketiga ini, memang karena cinta. Kenapa bisa ketemu dengan istri ketiga, karena saat itu, ayah dari istri ketiganya ini, yang dari Binjai, berdarah campuran China sama Melayu. Papa istrinya ini adalah kepala perkebunan tembakau. Tjong A Fie kan juga punya banyak kebun, dari situlah hubungannya sampai ke ayah perempuan ini. Jadi Tjong A Fie, dia tahu kalau bapak ini punya anak perempuan yang umurnya masih 16, nah Tjong A Fie berniat untuk melamar. Untuk proses-proses lamaran, kemudian mereka menikah, punya anak, dan disitu karena istri ketiganya tahu karena Tjong A Fie sudah pernah menikah sebelumnya, dan istri pertamanya itu belum dicerai, masih di China, jadi istri ketiga ini meminta Tjong A Fie untuk tidak menikah lagi. Tolong ceritakan yayasan Tan Moek Tong. TG: Gak banyak sih yang saya tahu, sedikit aja, yaitu yayasan yang didirikan oleh Tjong A Fie sendiri, yang bergerak di bidang sosial, seperti salah satunya mendirikan rumah sakit. Terus juga yayasan itu, untuk menyalurkan dana beasiswa dan kegiatan-kegiatan sosial. Sekarang, kayaknya masih ada, tapi basecamp-nya saya kurang tau, tapi kegiatan yang dilakukan juga saya kurang tau. Tapi yayasan yang sekarang diurus Pak Fon ada, tapi namanya saya gak tau apakah masih Tan Moek Tong, atau sudah diganti. Ini pertanyaan terakhir, menurut Anda, apa sih yang bisa dibanggakan dari Tjong A Fie, sehingga dia sangat dicintai oleh masyarakat? TG: Karena dia memberikan cinta dan perhatian kepada masyarakat. Nah buktinya dari banyaknya kegiatan sosial yang dilakukan. Dan itu terbukti dari, ketika dia meninggal tanggal 4 Februari 1921, itu seluruh masyarakat memberikan belasungkawa, tidak cuma dari Medan, tapi juga dari Singapura, Malaysia dan China sendiri. Karena di China juga dia berkontribusi. Nah itu dia berikan kontribusi bukan untuk menyombongkan diri, tapi karena dia peduli. Universitas Sumatera Utara

2. Data Sekunder

2.1 Penjelasan Tour Guide.