Mencari Celah Peraturan Perundang-undangan - Bermain di Ruang Abu-abu: Menggunakan Bahasa yang Menghindari Materi Kampanye
1) Mencari Celah Peraturan Perundang-undangan - Bermain di Ruang Abu-abu: Menggunakan Bahasa yang Menghindari Materi Kampanye
Strategi utama yang digunakan oleh parpol agar tetap bisa tampil di televisi, baik dalam program pemberitaan, penyiaran ataupun iklan, adalah dengan menyiasati bahasa yang dipergunakan agar tidak memenuhi unsur kampanye yang tercantum dalam UU Pemilu Legislatif dan PKPU.
Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa parpol berupaya menyiasati peraturan dengan menghindari penggunaan unsur-unsur materi kampanye secara eksplisit dalam iklannya. Walaupun ada yang menyatakan visi, misi, program atau ajakan, namun tidak semua unsur dipenuhi, sehingga sulit untuk dikualifikasikan secara penuh sebagai iklan kampanye pemilu legislatif.
Tabel 4-6 Iklan Parpol vs Materi Kampanye Pemilu Legislatif
Apakah Mengandung...Peserta
Pemilu? Dukungan Pada Partai atau Tokoh?
No
Partai
Versi Iklan
Pesan Utama
Kata Kunci
Visi
Misi
Program Ajakan
Bondan Winarno:
Hebat, lapangan kerja baru, produksi
1 Gerindra Prabowo Subianto
Perubahan bersama Prabowo
bahan pangan lokal, harga terjangkau,
Maknyus!
pendidikan, resep tepat, Indonesia
X O
X Tokoh: Prabowo Subianto
bangkit
Moreno Soeprapto: Ayo Berubah dengan pemimpin baru 2 Gerindra Bergerak Bersama
yang mampu membawa
Kecepatan, maju, pemimpin baru, kuat,
X Tokoh: Prabowo Subianto
Prabowo Subianto
Indonesia maju lebih cepat
jujur, berani
Rakyat rindu pemimpin yang
Ojo lali nasib e rakyat, ringankan beban
Partai: Golkar,
tegas, yang tidak melupakan
kehidupan rakyat, tingkatkan
3 Golkar
Ojo Lali Nasib Rakyat
janjinya untuk
kesejahteraan, rindu pemerintah yang
O
X namun tidak ada
menyejahterakan rakyat dan
tegas, mampu berikan karya nyata, suara
ajakan secara
meringankan beban kehidupan Golkar suara Rakyat
ekplisit
Gambar patung Garuda Pancasila, pemudaI dari berbagai etnis, cukup
sudah bicara siapa paling besar, siapa
Partai: PDIP,
Perbedaan jangan jadi
4 PDIP
Indonesia Hebat
pemecah belah. Putra putri
paling benar, cukup sudah perbedaan
X namun tidak ada
bangsa harus bersatu.
jadi alasan dan saling menghujat, jangan
ajakan secara
lihat suku agama dan dari mana daerah asalnya, sabang-merauke berlimpah
eksplisit
kekuatan, putra-putri bangsa bersatulah Merosot, landasan berdiriku hancur,
Seluruh elemen masyarakat
segala yang kucita-citakan tertelan
Partai: Nasdem,
5 Nasdem Keping-keping Tak Bisa Hidup Sendiri pemuda dalam menghadapi
harus bersatu, khususnya
ombak, kebebasan jadi keserakahan
kerakusan, kepandaian hanya untuk
O
X namun tidak ada
masalah bangsa. Ini saat untuk mempermainkan, politik untuk
ajakan secara
menata ulang negeri
kekuasaan, kelimpahan tak terbagi,
eksplisit
saatnya menata ulang negeri Sosok Sutiyoso. Aktor dengan kostum dari
berbagai suku di Indonesia. Indonesia itu
Menghargai hak masing-masing unik, ada banyak suku, budaya, agama
Partai: PKPI,
6 PKPI
Partai PKPI (Berbeda Tapi Bersatu)
untuk mewujudkan persatuan
yang berbeda. Jika kita bisa merasa sama dan menghargai hak masing-masing.
O
X namun tidak ada
sebagai bangsa
ajakan secara
Keadilan negeri bisa terwujud. Persatuan
eksplisit
bangsa. PKP Indonesia wujudkan keadilan untuk persatuan
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Sebagai contoh, dalam iklan Gerindra versi ―Moreno Soeprapto: Ayo Bergerak Bersama Prabowo Subianto‖, Moreno mengajak pemirsanya untuk memilih Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Gerindra) agar Indonesia bisa bergerak cepat. Iklan tersebut diakhiri suara burung elang yang menjadi ciri khas Gerindra. Tidak terdapat visi, misi, program ataupun ajakan untuk memilih Gerindra secara eksplisit. Meskipun demikian, perlu dicermati bahwa ajakan untuk memilih Prabowo bukanlah sebuah pelanggaran terhadap UU No.82012 dan PKPU No.152013. Iklan-iklan parpol lain juga menunjukkan pola yang hampir sama dengan iklan Gerindra.
Implikasi langsung dari hal ini adalah parpol akan terus berani untuk bermain di ruang abu-abu dan mengeksploitasi celah yang ada, karena mereka sadar bahwa akan sangat sulit bagi pengawas aturan (Bawaslu, KPI dan Dewan Pers) untuk menjerat mereka dengan definisi materi kampanye yang ada. Penataan bahasa ini menjadi kunci utama dari pelaksanaan seluruh strategi parpol yang akan disampaikan di bawah ini.
2) Memaksimalkan Kemunculan Tokoh atau Parpol pada Program Pemberitaan dengan Mengadakan AcaraKegiatan dengan Nilai Berita (News Value), atau Intervensi Ruang Pemberitaan (Newsroom) oleh Pemilik Televisi.
Secara alamiah, akan terjadi peningkatan pemberitaan media mengenai parpol menjelang diadakannya pemilu karena baik media maupun parpol saling membutuhkan satu sama lain. Media membutuhkan parpol sebagai sumber berita yang akan mereka tayangkan di program berita atau diskusitalkshow, baik program reguler (misalkan Liputan 6 di SCTV, Apa Kabar Indonesia dan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One, Metro Siang dan Mata Najwa di Metro TV, dan sebagainya) ataupun program khusus menjelang pemilu (Kabar Pemilu di TV One atau Demokrasi Kursi di Kompas TV). Sebaliknya, parpol membutuhkan media untuk publisitas mereka agar tokoh partai atau caleg lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Namun, tidak semua acara yang diadakan parpol memiliki nilai berita (news value) yang layak ditampilkan dalam program berita. Untuk menyiasati masalah tersebut, ada beberapa parpol seperti Gerindra, Hanura, Golkar dan Partai Demokrat yang merancang kegiatanacara khusus sehingga memiliki nilai berita yang tinggi demi menarik perhatian media. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berupa konferensi pers, wawancara eksklusif, seminar, perayaan hari ulang tahun partai, rapat konsolidasi, konvensi, kunjunganroadshow, blusukan dan lain sebagainya. Parpol juga memoles citra kandidat CapresCawapresnya agar memiliki nilai berita sehingga cocok untuk ditayangkan di televisi. Salah seorang narasumber mengungkapkan:
“Dia [kandidat CapresCawapres] harus tampil kalau kita [parpol] jalan ke sekolah mana, bagus 2.000, 3.000 siswa. Bagus. Berguna bagi 3.000 orang siswa tersebut. Tapi kita harus bawa kamera TV. Kita harus bawa media. Radio ok, koran ok, tapi intinya harus ada wartawan TV-nya. Supaya malamnya kita dilihat orang [dan berkomentar] “Gila nih orang, ceramah di suatu daerah. Hebat! Simpatik!”. Yang lihat 5 juta orang. Yang dengarkan langsung 2.000 siswa. Jadi yang 2.000 ini kan tools to reach the larger number,dengan apa? Bawa wartawan. Makanya tim media harus kuat. Makanya di Amerika itu waktu kampanye, setengah pesawat isinya wartawan…karena itu, ketemunya 3.000 orang, 200 orang, salaman dengan 50 ibu-ibu tetapi kalau disorot kamera maka yang 50 ini disaksikan oleh 10 juta orang, kalau pintar- pintar disaksikan oleh 20 juta orang…” (Rizal Mallarangeng, Freedom InstituteGolkar, wawancara, 27 Februari 2014)
Partai seperti Gerindra bahkan memiliki badan khusus yang mengurus strategi untuk penayangan media tidak berbayar ini. Badan ini terdiri dari Prabowo Media Center yang diketuai oleh Budi Purnomo Kartodiharjo (sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim Komunikasi Media dan Media Center Jokowi-Basuki pada pemilukada DKI Jakarta) dan Gerindra Media Center yang dipimpin oleh Ariseno Ridhwan. Kedua badan ini bertugas untuk secara aktif memasok informasi yang terkait dengan Gerindra dan Prabowo Subianto kepada awak media sehingga pemberitaan media dapat lebih berimbang (Gatra, 2013). Tim ini juga memoles citra dan konten pesan yang akan keluar dari Gerindra dan Prabowo sehingga kesan tegas, simpatik dan memahami permasalahan masyarakat dapat tersampaikan dengan baik.
Berbeda dari Gerindra, Hanura mengkoordinasikan kegiatan caleg-caleg dan kegiatan pasangan capres-cawapres Wiranto-Hary Tanoesudibjo (Win-HT) di bawah koordinasi Bapilu Hanura. Menurut salah seorang narasumber, kelemahan dari partai-partai lain adalah tidak adanya koordinasi antara kegiatan caleg-caleg dengan CapresCawapresnya sehingga media kesulitan untuk memilah mana acara yang memiliki nilai berita yang tinggi dan mana yang tidak. Koordinasi kegiatan yang dilakukan oleh Bapilu Hanura dipercaya lebih efektif untuk menarik minat media dalam menyiarkan pemberitaan terkait partai tersebut.
Contoh lain adalah Partai Demokrat yang berupaya untuk mendapatkan porsi pemberitaan yang lebih positif mengenai partainya. Keputusan Partai Demokrat untuk mengadakan konvensi juga merupakan bagian dari strategi partai tersebut untuk meningkatkan kehadiran mereka di televisidan menunjukkan wajah partai yang terbuka dan demokratis. Hal ini diperlukan karena selama 3 tahun belakangan, pemberitaan mengenai Partai Demokrat didominasi oleh pemberitaan dengan nada negatif terkait dengan kasus korupsi yang menimpa tokoh-tokoh terasnya dan isu perpecahan internal partai. Konvensi dengan berbagai acara pendukungnya seperti pendaftaran peserta, sesi temu media (meet the press), dan debat kenegaraan, dirancang agar memiliki nilai berita yang tinggi sehingga media tertarik untuk memberitakannya.
Strategi ini menyiratkan bahwa ada kesadaran dari beberapa parpol dan tokoh untuk lebih sadar pada arti penting peliputan media. Pemberitaan mengenai tokoh atau partai politik di media televisi mungkin bukan lagi sesuatu hal yang alamiah, namun sudah diatur sedemikian rupa (by design) oleh si pembuat strategi. Masyarakat dituntut untuk lebih pintar dan bijak dalam menangkap serta mengevaluasi pesan yang disampaikan dalam pemberitaan yang terkait dengan partai politik.
Namun, ada juga kecurigaan bahwa parpol dan tokohnya yang terafiliasi dengan stasiun televisi tertentu telah menerapkan strategi intervensi terhadap pemberitaan di televisi terkait. Salah seorang narasumber mengatakan:
“...Dan kita tahu ada sejumlah pemain, pemain politik di dalamnya [televisi], dari partai yang juga masih di masuk di news room. Ada Arya Sinulingga wapemred, ada pemred Arif Suditomo, sampai tadi pagi saya masih mencek dia masih [ada di news room] saya masih menonton Seputar Indonesia pemrednya tetap dia. Terus yang ketiga adalah ada Erman ya, Erman itu mengundurkan diri dari salah satu stasiun televisi Metro TV, tapi yang saya tahu dari teman-teman di dalam dia tetap masuk kok ... mungkin harus dicari jabatannya apa.” (Nina Armando, Dosen Departemen Komunikasi FISIP UI, wawancara, 10012014)
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh dan parpol tertentu seperti Hanura dengan pasangan Wiranto-Hari Tanoesudibjo, Nasdem dengan Surya Paloh, dan Golkar dengan Aburizal Bakrie, mendapatkan porsi pemberitaan yang lebih tinggi di stasiun televisi seperti RCTI, Global TV, MNC TV, Metro TV, TV One dan ANTV, dibandingkan dengan partai dan tokoh lainnya (lihat sub-bab 5.2). Ini merupakan sebuah indikasi kuat adanya intervensi media oleh pemilik pada ruang pemberitaan. Pemilik media tentu melakukan hal tersebut untuk mengoptimalkan sumber daya yang mereka miliki untuk meningkatkan popularitas parpol dan tokoh yang bersangkutan. 37
Implikasi dari strategi ini adalah media (khususnya pemberitaan) yang seharusnya menjadi pihak yang netral dalam mengawasi jalannya proses demokrasi, menjadi entitas yang
37 Diskusi lebih lanjut, lihat Bab 5.
berpihak pada kepentingan politik pemilik yang juga petinggi parpol tertentu. Ada kekhawatiran bahwa beberapa media sudah berubah menjadi corong kepentingan pemilik televisi yang juga pimpinan parpol. Dalam jangka panjang, dikhawatirkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas liputan media menjadi dipertanyakan dan masyarakat kehilangan sumber berita yang mampu menyajikan isu secara objektif dan netral.