Strategi dan Instrumen Pengambilan Data
3.2. Strategi dan Instrumen Pengambilan Data
3.2.1. Kualitatif
Setidaknya ada empat aspek utama dalam upaya kami untuk memahami strategi komunikasi; yaitu (i) mengidentifikasi pelaku-pelakunya (parpol, konsultan politik, regulator); (ii) menggambarkan keterkaitan antara pelaku; (iii) mengidentifikasi faktor- faktor yang memengaruhi keterkaitan-keterkaitan yang terjadi; dan (iv) menghasilkan analisis strategi komunikasi parpol kontemporer. Keempat aspek inilah yang kami pertimbangkan sebagai bagian dari strategi kami ketika menelusuri data sekunder. Selain untuk menemukan data kuantitatif mengenai pemberitaan dan iklan parpol, kami juga memperhatikan aspek sejarah dan konteks ekonomi politik komunikasi parpol untuk mendapatkan petunjuk mengenai situasi sebelumnya; baik selama periode Orde Lama, Orde Baru (dari pemerintahan Sukarno ke pemerintahan Suharto) dan juga sepanjang periode yang lebih kontemporer (yakni semenjak masa Reformasi hingga saat ini). Data sekunder ini sebagian besar didapat melalui studi pustaka, disamping surat kabar mainstream dan sumber dari media online yang telah membantu kami untuk secara cepat mendapatkan artikel dan data yang relevan bagi riset kami.
Untuk memahami strategi komunikasi parpol dari tahun ke tahun (terutama mulai dari Reformasi hingga saat ini) dan meletakkannya di dalam konteks, kami mengadakan sejumlah wawancara dengan pelaku-pelaku yang terlibat dalam pembuatan strategi dan eksekusi strategi komunikasi partai politik (yaitu elite parpol, konsultan politik, pengambil kebijakan). Melalui para pelaku ini, wawancara kami terfokus untuk menemukan jawaban atas pertanyaan utama berikut: (i) Bagaimana strategi komunikasi parpol di Indonesia , (ii) Proses pembuatan dan eksekusi strategi komuniasi parpol, (iii) Adakah politisasi media terjadi saat ini, dan jika terjadi, seperti apa politisasi media yang terjadi dan bagaimana implikasi terhadap warga dan pendidikan politik warga?
Untuk menguasai pemahaman terhadap strategi komunikasi parpol saat ini, kami menggunakan wawancara Delphi (Miles, 2002, Miles and Keenan, 2002) dengan sejumlah aktor yang terlibat dalam proses pembuatan dan eksekusi strategi komunikasi parpol. Wawancara ini dilakukan terhadap beberapa elite partai politik dan individu dari konsultan politik yang mempunyai pengetahuan serta pengalaman yang mendalam mengenai strategi komunikasi parpol di Indonesia. Dalam wawancara Delphi, kami menempatkan isu-isu sebagai berikut: pertama, kami menanyakan kepada para narasumber untuk mengkonfirmasi apakah ada perubahan dalam pola komunikasi parpol, dan bagaimana pola ini berkembang dari waktu ke waktu. Kedua, kami menanyakan pemahaman narasumber mengenai bagaimana kebijakan-kebijakan yang ada saat ini mengatur pemilu dan parpol, khususnya dalam isu-isu komunikasi parpol dan penggunaan media – dalam hal ini televisi
– sebagai salah satu alat utama komunikasi. Ketiga, kami menanyakan pada para narasumber sejauh mana penggunaan televisi sebagai alat komunikasi parpol telah memberikan pendidikan politik yang memadai bagi warga, dan bagaimana afiliasi elit parpol dan pemilik media berujung pada politisasi media.
Tentunya kami akan mengikuti praktik penelitian kualitatif pada umumnya, yang sangat menyeluruh untuk memproses informasi yang dihasilkan dari fase pengumpulan data ini (Denzin dan Lincoln, 1994, Cassell dan Symon, 2004, Creswell, 2003). Berkaitan dengan hal ini, kami menyatakan bahwa semua hasil wawancara direkam, dengan sepengetahuan responden kami, dan disimpan dalam bentuk transkrip wawancara sebagai praktik standar pengumpulan data kualitatif (lihat lampiran 1 tentang tata cara wawancara).
3.2.2. Kuantitatif
Setelah memperhitungkan error dan kesalahan teknis pada saat merekam siaran televisi, kami mengobservasi program dengan total durasi 9.166 jam 54 menit dan 36 detik. Selama periode analisis isi, semua tayangan direkam dan didokumentasikan. Data tersebut kemudian dihitung dengan coding sheet, dan ditabulasi dalam bentuk tabel dan grafik.
Monitoring televisi dilakukan dari 16 September 2013 sampai dengan 15 Januari 2014 (122 hari). Dari total 122 hari data yang direkam, kami melakukan sampling terhadap satu minggu tayangan setiap bulannya, dimulai pada tanggal 16 September – 22 September 2013,
16 Oktober – 22 Oktober, 16 November – 22 November 2013 dan 16 Desember – 22 Desember 2013. Pada tanggal-tanggal tersebut, semua tayangan ditonton selama 24 jam penuh. Sementara sisanya, kami memilih untuk menonton hanya pada jam tayangan prime time 23 yakni pukul 19:00-23.00 WIB. Sehingga dari 122 hari data yang direkam, 28 hari merupakan paket tayangan 24 jam sementara 94 sisanya adalah paket tayangan pada jam prime time. Alasan melakukan sampling 24 jam hanya pada minggu pertama, sementara sisanya pada jam prime time adalah selain keterbatasaan sumber daya manusia yang kami miliki, juga dikarenakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua paket jam tersebut, terutama dalam hal dominasi tayangan iklan politik televisi yang terafiliasi dengan salah satu partai politik tertentu.