Evaluasi Rancangan Strategi Kampanye Parpol di Televisi
4.3. Evaluasi Rancangan Strategi Kampanye Parpol di Televisi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, evaluasi strategi kampanye parpol di televisi diperlukan oleh partai untuk mengukur sejauh mana efektivitas strategi yang telah dijalankan. Jika memang diperlukan, parpol harusmemodifikasi strategi yang akan dijalankan, sesuai dengan umpan balik (feedback) yang didapatkan. Untuk konteks iklan parpol di stasiun televisi swasta di Indonesia, ada dua metode yang umumnya dilakukan oleh si pembuat iklan (parpol dan konsultan) untuk mengevaluasi efektivitas iklan yang telah mereka buat. Metode pertama adalah evaluasi dengan menganalisis hasil survei yang mencantumkan pertanyaan mengenai efektivitas dari iklan yang telah dibuat.
Sehingga pertama yang kita uji biasanya adalah beberapa waktu setelah iklan itu ditayangkan kita uji dengan survei yang ada, apakah ada terjadi peningkatan awareness, dan kita coba uji juga apakah secara elektabilitas itu ada. (Yunarto Wijaya, Charta Politika, wawancara, 01112013)
Hal senada juga disampaikan oleh Arya Sinulingga dari Bapilu Hanura.
Metodenya (untuk mengukur efektivitas iklan) ada, kita kan... yang pasti kita pakai yang namanya riset, pakai riset untuk mengukur…Ada namanya survei apa penetrasi. Sejauh mana penetrasi dari iklan yang kami dibangun, ya kan. Kemudian penetrasi seberapa, ada tidak dampaknya terhadap elektabilitas dan popularitas kami. Dan semua hanya itu yang bisa, yang bisa disurvei. (Arya Sinulingga, Hanura, wawancara, 06012014)
Metode kedua adalah dengan menangkap umpan balik dari perbincangan di media sosial seperti Twitter. Keunggulan dari metode ini adalah kemampuannya untuk menangkap umpan balik yang bersifat kualitatif dari mereka yang menonton iklan tersebut dan memberikan komentarnya pada media sosial. Kelemahan dari metode ini adalah akurasi data yang layak untuk dipertanyakan mengingat tidak semua pengguna media sosial menonton iklan parpol yang ditayangkan di televisi,jikapun menonton, tidak semuanya menuangkan pendapatnya melalui media sosial.
Terlepas dari perbedaan mengenai metode evaluasi yang digunakan, hampir seluruh narasumber sepakat bahwa evaluasi atas strategi yang telah ditayangkan memang diperlukan dan masukan yang didapatkan akan dimanfaatkan untuk memperbaiki program-program komunikasi yang akan dibuat di masa mendatang. Namun, ada hal menarik yang disampaikan oleh beberapa narasumber terkait dengan evaluasi strategi komunikasi di televisi, khususnya terkait dengan iklan. Beberapa diantara mereka mengakui bahwa sangat sulit untuk melihat keterkaitan antara peningkatan elektabilitas parpol atau tokoh politik tertentu dengan kesuksesan sebuah iklan. Menurut Yunarto Wijaya, ada banyak sekali variabel yang berkaitan dengan peningkatan elektabilitas parpol atau tokoh politik. Menurutnya, iklan hanya berperan sebatas meningkatkan awareness atau kedikenalanpopularitas parpol dan tokoh politik.
Kalau kita mau jujur, saya tidak melihat adanya efek elektoral besar dari kebanyakan iklan-iklan yang sudah ada di dalam pemilu-pemilu Indonesia baik di 2004, 2009 ataupun dalam pilkada-pilkada. Itu lebih hanya kepada sebuah produk yang di-diversifikasi oleh Kalau kita mau jujur, saya tidak melihat adanya efek elektoral besar dari kebanyakan iklan-iklan yang sudah ada di dalam pemilu-pemilu Indonesia baik di 2004, 2009 ataupun dalam pilkada-pilkada. Itu lebih hanya kepada sebuah produk yang di-diversifikasi oleh
Narasumber lain juga mengatakan hal yang serupa.
…Tapi kan ada batas maksimal daya dorong iklan TV itu. [Iklan TV] hanya sampai membuat orang kenal saja... hanya sampai membuat orang kenal saja. Nah kalau untuk sampai orang [caleg, caprescawapres] dipilih butuh cerita lanjutan, tidak hanya butuh sekedar suka gitu loh. Tapi ada ceritanya, oh orang ini pantas, orang ini layak, orang ini punya track record seperti ini. (Hasan Nasbi, Cyrus Network, wawancara, 13012014)
Kalau efektivitas kan kita lihat survey ya, subyektif. Kalau nanti kita bilang begini-begini kan itu persepsi kita. Tapi kalau kita lihat dari hasil survei, tidak terlalu efektif juga. Karena tidak mampu secara signifikan menaikkan elektabilitasnya mereka. Tapi kalau sekedar popularitas mungkin bisa. Iya.(Deddi, PDIP, wawancara, 5122013)
Dengan kata lain, efektivitas iklan parpol atau tokoh politik sebagai variabel utama yang menentukan ketertarikan dan keinginan pemilih perlu dipertanyakan. Lebih lanjut, klaim bahwa penggunaan iklan di televisi merupakan strategi yang relatif lebih efisien dan efektif juga patut untuk dipertanyakan.
Tidak, kalau televisi kan memang serangan massive ya. Itu seperti pesawat tempur, pesawat tempur yang membom sana sini gitu dan itu tidak bisa dilawan, karena itu masuk ruang privat kita. Kalau kamu toilet pasang TV, artinya informasi akan masuk sampai toiletmu gitu. Kalau di kamar kamu pasang TV berarti informasi akan masuk sampai kamarmu. Tidak ada yang bisa menahan itu. Tidak ada yang bisa menahan. Artinya itu memang sama sih nih seperti serangan udara, pesawat tempur melempar bom ke mana-mana, tidak ada yang bisa menahan itu. Ya tidak ada yang bisa menahan. Tapi mendapatkan suara butuh dari sekedar itu.(Hasan Nasbi, Cyrus Network, wawancara, 13012014)
Sehubungan dengan kurang berjalannya iklan kampanye politik sebagai sarana pendidikan politik, Alih-alih memberikan pendidikan politik, iklan-iklan yang ditayangkan di televisi hanya sebatas pada ‗pencitraan‘ kandidat atau figur pimpinan partai semata. Unsur pendidikan politik seperti pentingnya ideologi, visi, misi dan program parpol yang membedakannya dari partai-partai lainnya juga sangat sulit untuk dilihat. Pada saat penelitian ini dijalankan, parpol masih terikat pada aturan kampanye pemilu legislatif sehingga visi, misi, dan program parpol belum boleh ditayangkan. Namun ada kecurigaan bahwa materi yang ditayangkan pada periode ini, kurang lebih sama dengan apa yang akan ditayangkan pada masa kampanye resmi yakni di 21 hari sebelum masa tenang.
Saya tidak melihat itu gitu, yang lebih muncul adalah politik pencitraan. Sangat berbeda sekali saya hanya punya referensi 2 ya, karena yang saya pantau iklan kampanye di Amerika Serikat dan di Australia. Seberapa pun mereka membangun pencitraan, opini pencitraan, tapi selalu diselipi dengan pesan apa yang mau mereka kerjakan. Kalau di kita kan, image, apa citra figur yang ditonjolkan dan kemudian apa, perspektif positif dari si partai, si calon, kan lebih pada itu. Jadi lebih pada membangkitkan memori kita soal partai ini apa, partai ini siapa, hanya memori itu saja yang ingin diambil. Karena apa? Karena kan memang partai tidak dekat dengan rakyat. Kalau partai dekat dengan rakyat ka dia bicara persoalan-persoalan konkrit dan riil dari masyaarakat. Tapi karena partai berjarak, dan kemudian kembali ke masyarakat menjelang pemilu, hal yang pertama dilakukan kan bagaimana merebut hati melalui mengingatkan kembali, dan Saya tidak melihat itu gitu, yang lebih muncul adalah politik pencitraan. Sangat berbeda sekali saya hanya punya referensi 2 ya, karena yang saya pantau iklan kampanye di Amerika Serikat dan di Australia. Seberapa pun mereka membangun pencitraan, opini pencitraan, tapi selalu diselipi dengan pesan apa yang mau mereka kerjakan. Kalau di kita kan, image, apa citra figur yang ditonjolkan dan kemudian apa, perspektif positif dari si partai, si calon, kan lebih pada itu. Jadi lebih pada membangkitkan memori kita soal partai ini apa, partai ini siapa, hanya memori itu saja yang ingin diambil. Karena apa? Karena kan memang partai tidak dekat dengan rakyat. Kalau partai dekat dengan rakyat ka dia bicara persoalan-persoalan konkrit dan riil dari masyaarakat. Tapi karena partai berjarak, dan kemudian kembali ke masyarakat menjelang pemilu, hal yang pertama dilakukan kan bagaimana merebut hati melalui mengingatkan kembali, dan
Menilik situasi di mana efektivitas dan efisiensi dari sebuah iklan parpol sangat layak dipertanyakan, seharusnya partai-partai politik di Indonesia (khususnya mereka yang sangat mengandalkan iklan di televisi) perlu melakukan evaluasi secara serius dan merekalibrasi strategi komunikasi mereka. Hal ini diperlukan agar kampanye politik di media massa tidak hanya sebatas didasari oleh logika: semakin banyak beriklan dan semakin sering tampil di televisi, semakin besar pula peluang untuk mendapatkan dukungan.
Pembahasan mengenai bagaimana parpol dan elit politik menggunakan media televisi sebagai alat kampanye serta sebaran iklan parpol di sepuluh stasiun televisi akan dibahas secara mendalam pada bab selanjutnya.