Narasi Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo

berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang diutarakan pada putaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua. Fauzi Bowo selalu mengumbar prestasi kepada masyarakat selama kepemerintahannya. Foke sosialisasikan keberhasilan-keberhasilan program kerjanya di putaran pertama. Kemudian pada putaran kedua juga demikian, Foke terus berbicara seputar keberhasilannya selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, walau warga Jakarta menganggap Foke gagal sebagai Gubernur. Dan meneruskan program kerja yang belum dilaksanakan. Tetapi pada tahapan ini, Foke berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang diutarakan padaputaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua. 3 Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakter-karakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita. 15 Pada putaran pertama Jokowi menanamkan dibenak khalayak sebagai kandidat yang sosialis, dengan gebrakan-gebrakan Jokowi dari kampung ke kampung, menyapa langsung dengan masyarakat Jakarta, ke pasar-pasar tradisional, terlihat low profile, berinteraksi langsung dengan warga, dan ini diwujudkan kembali pada putaran kedua. Jadi, Jokowi berkoherensi karakterologis, yaitu pembangunan karakter pada putaran pertama, terjadi padaputaran kedua. Pada putraan pertama Jokowi terjun langsung ke masyarakat, dari kampung ke kampung, ke pasar-pasar tradisional, hingga ke pemukiman komplek, diterapkan kembali pada putaran kedua. Jokowi 15 West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 52. membangun karakter pada dirinya yaitu sebagai kandidat calon gubernur yang sosialis dan low profile. Fauzi Bowo pada saat kampanye putaran pertama, tidak melakukan gebrakan terjun langsung ke masyarakat Jakarta, Foke lebih memilih menggandeng beberapa parpol elit politik dan kampanye dengan selembaran- selembaran poster dan banner dibandingkan mendekatkan diri kepada warga, kemudian pada putaran kedua Foke bernegosiasi dengan beberapa parpol elit politik untuk mengusungnya dan melakukan kampanye turun ke masyarakat. Pada putaran pertama Foke membangun karakter di benak publik bahwa Foke adalah kandidat elitis. Putaran kedua, Foke membangun karakter yang berbeda, yakni ada pendekatan dengan warga. Tetapi karena Foke telah menanamkan karakter dari awal yang elitis dan kurang sosialis pada masyarakat pada putaran pertama, jadi perubahan karakter Foke pada putaran kedua, masyarakat kurang mempercayai pembangunan karakter Foke yang baru. Pada tahap ini, Foke kekurangan koherensi karakterologis.

4. Tipe - tipe Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo

Teori retorika politik menjelaskan ada tiga tipe-tipe dalam retorika politik, yaitu Retorika Deliberatif,Dirancang untuk mempengaruhi orang – orang dalam masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dari cara – acara alternatif dalam melakukan segala sesuatu.Retorika Forensik, berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban, atau hukuman dan ganjaran.Retorika Demonstratif,adalah wacana yang memuji dan menjatuhkan. 16 1 Joko Widodo a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Joko Widodo tidak terlihat adanya retorika deliberatif . b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh: “Menurut saya yang terpenting adalah membangun sistem, baik sistem pelayanan KTP dan perijinan. Ini yang saya dengar memang banyak masalah pada pengurusan KTP dan perijinan. Mengurus KTP saja akan cepat sesuai amplop yang kita kasih, mengurus ijin saja sampai berbulan-bulan. Sekarang ini kan jamannya IT, seharusnya buatlah sistem yang baik dan paling cepat. Sehingga birokrasi mengikuti sistem, bukan sistem yang mengikuti birokrasi. ” 17 c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh: “Saya kira pak Fauzi ini sangat berpengalaman, sudah berpuluh tahun mengurus Jakarta, 16 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media,h. 142 – 143. 17 Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http:www.youtube.comwatch?v=D-4N9mOywqY. pernah menjadi Sekda, Wakil Gubernur, menjadi Gubernur, tetapi dengan pengalaman itu mestinya bisa langsung action atau memutuskan, tidak hanya berencana dan wacana. Nah itu positifnya, beliau punyarencana meskipun belumdikerjakan.” 18 2 Fauzi Bowo a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo tidak terlihat adanya retorika deliberatif . b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh: “Warga Jakarta tidak sekedar jualan gambar, tetapi saya ada data mengenai kemiskinan di Kota Solo, dan ini terbukti. Bagaimana ini pak Joko menjelaskan tentang statemen angka kemiskinan di Solo yang rendah, jadi semua pernyataan perlu data danbukti, jangan hanya sekedar beretorika dan beretorika, apalagi janji yang tidak pernah dibuktika. ” 19 c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh: “Ada hal positif yang bisa menjadi pelajaran dari ini, dan saya tidak bisa seperti itu, seperti pak Jokowi. Mungkin saya bisa belajar pencitraan seperti itu makin baik. Paling tidak, menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa dilaksanakan”. 20 18 Ibid. 19 Fauzi Bowo , “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http:www.youtube.comwatch?v=D-4N9mOywqY. 20 Fauzi Bowo , “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http:www.youtube.comwatch?v=D-4N9mOywqY.

C. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo

Dalam Public Relations Politik dibutuhkan kesadaran diri bahwa seorang Public Relations akan membawa nama lembaga yang diwakilinya atau menunjukkan citra kandidat yang didukungnya. Oleh karena itu, harus senantiasa menyadari tipologi orator yang sedang diperankannya. Tipologi orator dalam Public Relations politik yaitu,Noble Selves, orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik. Rhetorically Reflector, orang yang tidak punya pendirian yang teguh, hanya menjadi cerminan orang lain. Rhetorically Sensitive: orang yang adaptif, dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 21 Analisis tipologi orator Joko Widodo adalah rhetorically sensitive. Sosok Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi yang kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung ke pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses partisipasi melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan malam di sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo, tetapi dapat menyesuaikan diri dengan warga Jakarta. Salah satu contoh menggambatkan bahwa Jokowi adalah orator rhetorically sensitive, adalah pada acara debat, Jokowi terlihat tidak terbawa emosi pada saat mengatasi serangan-serangan dari Foke. Dan pada saat menjelaskan kampung susun yang akan dibuat Jokowi, Suryopratomo sebagai pemandu acara, bertanya mengenai jumlah dana yang akan diperlukan untuk kampung susun dengan angka yang fantastis, pulihan triliunan. Tetapi, Jokowi 21 Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 119.