101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Analisis retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo yakni:
a. Joko Widodo adalah kandidat Cagub DKI Jakarta yang berhasil
mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi kandidat yang berbeda dengan yang lain. Dan Jokowi juga berhasil
menanamkan pesan kepada publik adalah kandidat yang mungkin benar- benar bekerja, yang mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan
menanamkan pesan bahwa Jokowi adalah tim rakyat atau prorakyat. Karena gaya komunikasi Jokowi sangat baik, dan beretorika sesuai dengan
karakternya. Jokowi merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi
dan mudah dipahami oleh semua kalangan, kata-kata yang merakyat, yang bahasanya tidak tinggi dan cenderung lebih to the point. Kemudian
kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara bertutur seperti orang kebanyakan, dan sangat bertabrakan dengan Foke
yang berbicara “blak-blakan”. Kata-kata yang digunakan halus dan sopan,
sehingga bagi pendengar merasa terhanyut dengan rayuan politik Jokowi. Pada saat berpidato, Jokowi tidak pernah menggunakan naskah, berbicara
spontan, tetapi terarah dan mempersuasikan kepada masyarakat Jakarta sangat baik. Kemudian gaya Jokowi tidak terlihat seperti pejabat-pejabat
elitis.
b. Fauzi Bowo adalah Cagub DKI Jakarta yang selalu dihujani pemberitaan
negatif di media massa, salah satu contoh pada saat mengunjungi pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang Selasa, 7 Agustus
2012. Fauzi Bowo, atau Foke justru berkampanye bukan berempati kepada korban yang terekam kamera video salah satu televisi swasta dan
diunggah ke situs youtube. Itu karena Foke memiliki gaya komunikasi yang kurang baik. Secara tampilan fisik, Foke lebih unggul dari Jokowi.
Tetapi sikap emosional yang ditunjukkan Foke telah melahirkan buruknya citra seorang pemimpin. Jadi, semua keberhasilan-keberhasilan yang diraih
Foke selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, telah ditutupi oleh sikapnya yang mengundang kontroversial. Foke merepresentasikan bahasa
politiknya seperti pejabat-pejabat kebanyakan. Tetapi, terkadang Foke berbicara
“blak-blakan” sehingga tidak tersaring bahasanya yang melahirkan buruknya citra Foke dan cenderung tidak memahami emosi
warga yang tidak puas dalam masa kepemerintahannya, seharusnya yang dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilan-
keberhasilan program kerjanya selama menjabat, karena itu bertabrakan dengan emosi warga. Foke melakukan serangan politik pada Jokowi, pada
masa kampanye, yaitu serangan isu SARA, dan aksi sindir pada pidato politik Fauzi Bowo pada saat berkampanye di putaran kedua. Tetapi isu
SARA tidak optimal bekerja.
Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilukada DKI Jakarta 2012 resmi dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, yakni Joko
Widodo –Basuki Tjahaja Purnama. Akhir
sikap Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli sangat elegan ketika mengetahui hasil pemilihan putaran kedua
yang dimenangkan oleh Jokowi-Ahok. Hal positif yang dapat kita lihat dari seorang Foke, meskipun tidak memenangkan di Pemilukada 2012,
Foke tetap menunjukkan ke publik bahwa telah berkompetisi secara baik dan mengakui kekalahannya. Karena tidak mudah kita temukan pemimpin
yang seperti ini, yang mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke. Dan inilah sebagai contoh untuk para politisi yang maju dalam pemilihan
kepala daerah.
2. Tipologi orator dalam retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo saat
kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua adalah: a.
Tipologi orator politik Joko Widodo adalah rhetorically sensitive. Walaupun Jokowi bukan orang Jakarta, tetapi dengan cepat Jokowi dapat
beradaptasi kepada masyarakat Jakarta yang belum mengenalnya. Sosok Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi
yang kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung ke pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses
partisipasi melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan malam di sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung
dengan masyarakat Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo, tetapi dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan warga Jakarta.
b. Tipologi orator politik Fauzi Bowo adalah noble selves. Fauzi Bowo
membangun karakter pada putaran pertama dan putaran kedua adalah kandidat Cagub yang emosional, dan elitis. Bisa dilihat pada putaran
pertama dan kedua lebih memilih merangkul sejumlah partai elit politik dibandingkan melakukan pendekatan kepada warga. Kemudian Calon