Analisis Retorika Joko Widodo Jokowi dan Fauzi Bowo Foke
J okowi. Gaya komunikasi Foke itu cenderung “blak-blakan” atau
tidak tersaring dan cenderung tidak memahami emosi warga. Logos:
Foke adalah orator yang terorganisir dan cerdas. Secarakeseluruhan kandidat ini baik, memiliki sikap keseriusan dalam membenahi kota,
berpengalaman, hanya berbeda dari segi retorika dengan Jokowi. Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik, terdapat
lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika “The Five Cannons of Rhetorica”, yaitu Inventio penemuan. Pada tahap ini,
pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Disposito penyusunan. Pada tahap ini, pembicara
menyususun pidato atau mengorganisasikan pesan.Elocutio gaya. Pada tahap ini, pembicara memilih kata
–kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya. Memoria memori. Pada tahap ini, pembicara
harus mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan –
bahan pembicaranya.Pronountiatio penyampaian. Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan.
Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan –gerakan anggota
badan.
10
Analisis Lima Hukum Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo adalah:
1 Joko Widodo
a. Inventio. Jokowi dapat menemukan emosi warga, walau bukan orang
Jakarta, tetapi dapat beradaptasi dengan cepat. Jokowi sadar bahwa
10
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik Bogor: Ghalia Indonesia, 2012, h. 118-119.
mayoritas pemilih DKI Jakarta adalah kelas menengah ke bawah, kemudian Jokowi menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, kata - kata yang
merakyat, guna terciptanya tidak ada jarak antara Jokowi dan publik. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga
adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, terlihat tidak ada pencitraan dan apa adanya. Kemudian Jokowi paham apa yang dibutuhkan
khalayak dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat.
11
b. Disposito. Pada tahap ini, Jokowi menyusun pidato politiknya dengan cara
breaving kepada tim sukses Jokowi –Ahok.
12
Breaving ini membahas poin- poin penting yang akan dimasukkan ke dalam pidato politik Jokowi.
Kemudian, pesan-pesan tersusun tersebut, disampaikan kepada khalayak di dalam pidato politiknya.
c. Elocutio. Pada tahap ini, Jokowi lemah dalam penampilan lewat bahasa
tubuh gesture.
13
Tetapi, Jokowi menggunakan bahasa yang tepat yang menyesuaikan dengan masyarakat Jakarta pada umumnya masyarakat
menengah kebawah. Bahasa yang digunakan Jokowi dalam pidato politiknya sangat bagus, dapat mempersuasikan kepada masyarakat secara
baik. Selain bahasanya yang baik, Jokowi dapat mengutarakannya dengan baik, seperti tidak dibuat
–buat, dan seperti orang kebanyakan. Walau Jokowi memiliki fisik tidak sebaik Foke, tetapi Jokowi dapat menjadi pusat
perhatian masyarakat Jakarta karena memiliki gaya komunikasi yang baik,
11
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes.
12
Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat.
13
Wawan Bahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1 Jakarta:Polite, 2012, cet. 1, h. 5.
dapat mengatur emosi dengan baik, dan bahsa politik Jokowi dapat diterima oleh semua kalangan.
d. Memoria. Jokowi adalah memoriter, Jokowi mengingat apa yang ingin
disampaikannya. Jokowi terbiasa tidak pernah menggunakan teks atau naskah di dalam pidato politiknya. Bisa dilihat ketika pidato kampanye
Jokowi pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua, Jokowi tidak pernah menggunakan teks atau naskah.
1
Sebelum melakukan pidato kampanye, Jokowi selalu menyusun pidato politiknya terlebih dahulu.
e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Joko Widodo dapat menyampaikan pesannya
secara lisan kepada khalayak sangat baik. Disamping bahasa politiknya seperti orang kebanyakan, Jokowi dapat menyampaikan pesannya secara
baik, karena background orang Solo yang melekat pada Jokowi, Jokowi menyampaikan pesan politiknya dengan suara yang halus, tertata, dan
mudah dipahami oleh siapa saja. Gaya komunikasi Joko Widodo yang halus, menggunakan bahasa yang ringan, disukai oleh masyarakat, Ini
terbukti Joko Widodo dapat memenangkan pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran pertama dan kedua
.
2 Fauzi Bowo
a. Inventio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo memiliki kekurangan dalam hal
inventio, yaitu Foke tidak bisa menemukan emosi warga. Melihat masyarakat yang melabel Foke gagal menjadi pemimpin Jakarta,
seharusnya Foke melakukan cara mendekati warga dengan cara turun kebawah yang dilakukan Jokowi pada kampanye Pemilukada 2012,
berinteraksi langsung dengan warga, guna untuk memperbaiki citranya sebagai incumbent dan kandidat Cagub. Tetapi Fauzi Bowo lebih memilih
melakukan koalisi kepada partai elit politik dan melakukan persuasi dengan cara menonjolkan keberhasilan
–keberhasilan kepemerintahannya. Pada tahap ini, Foke tidak dapat menemukan kebutuhan khalayak. Dengan
bahasa Fauzi Bowo yang cenderung blak-blakan, maka melahirkan simpati sinis dari publik.
b. Disposito. Pada tahap ini, Foke sangat terorganisir dan rapih dalam
menyusun pidato. Bisa dilihat dalam kepiawannya dalam berpidato, tersusun dan terarah, karena Foke selalu menyusun hal-hal apa saja yang
menurutnya penting yang akan disampaikan kepada khalayak di dalam pidatonya.
14
c. Elocutio. Pada masa kampanye dan debat kandidat pada Putaran Kedua,
Foke memiliki gaya yang formal, elitis, dan seperti pejabat pada umumnya. Foke lebih cenderung menggunakan bahasa teoritis yang hanya
dimengerti oleh akademisi saja. Gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan Jokowi. Perbedaan ini terletak pada persuasi dan bahasa. Gaya
14
Wawancara pribadidengan K.H Muhammad Rusydi Ali.
komunikasi Foke itu cenderung blak-blakan atau tidak tersaring, terkesan emosional, dan melahirkan label buruk oleh tim media, dan orang-orang
yang mengakses informasi, karena selalu dibandingkan dengan Jokowi yang cenderung lebih halus dan lebih lentur dalam berbicara.
d. Memoria. Pada tahap ini, Foke mengingat apa yang ingin disampaikannya
dengan mengatur pokok-pokok penting yang akan disampaikannya. Foke sangat memoriter, cerdas dan teoritis. Tetapi, Foke menggunakan naskah
di dalam pidato kampanyenya, naskah tersebut berisi poin – poin penting
yang akan diutarakan kepada masyarakat. Naskah tersebut hanya sebagai pengingat, bukan berpidato dengan membaca naskah.
e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo atau Foke menyampaikan
pesannya secara lisan kepada khalayak dengan baik. Bahasanya tertata rapih, tetapi terkadangan tidak tersaring dan terkontrol. Fauzi Bowo atau
Foke menggunakan bahasa politiknya seperti pejabat kebanyakan, teoritis dan formal. Seperti ada jarak antara Fauzi Bowo dan warga Jakarta.
Karena Fauzi Bowo berasal dari Betawi, Fauzi Bowo memiliki vibra suara yang kuat yang melahirkan sikap emosional, sangat kontras dengan suara
Joko Widodo yang halus dan lentur dalam berbicara.